Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 15 orang narapidana dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kota Gorontalo ke dua lapas lain untuk mengurangi jumlah napi di terungku itu. Kepala Satuan Pengamanan Lapas Kelas IIA Gorontalo Yarham Pantu mengatakan, para napi itu dipindahkan ke Lapas Boalemo dan Lapas Pohuwato, Provinsi Gorontalo, Sulawesi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemindahan 15 narapidana Lapas Gorontalo itu, kata Yarham, adalah langkah progresif dan strategis untuk menekan jumlah napi yang melebihi kapasitas lapas, atau overcrowded. Redistribusi hunian dilakukan ke lapas penyangga Boalemo dan Pohuwato. "Sebanyak delapan napi dipindahkan ke Lapas Boalemo dan tujuh napi dipindahkan ke Lapas Pohuwato," ucap Yarham di Gorontalo, Sabtu, 15 Maret 2025, seperti dilansir dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Lapas Kelas IIA Gorontalo Sulistyo Wibowo menyatakan, pemindahan narapidana ini merupakan bentuk komitmen pemasyarakatan bersinar dalam mengurai kepadatan isi Lapas. Kebijakan ini juga bagian dari langkah progresif untuk menciptakan situasi dan kondisi Lapas yang lebih kondusif dan humanis bagi warga binaan pemasyarakatan. "Kondisi overcrowded ini berdampak pada menurunnya kualitas pelayanan, pembinaan, perawatan kesehatan, dan pemenuhan hak-hak warga binaan," ujarnya.
Kondisi kelebihan penghuni di Lapas Gorontalo juga meningkatkan risiko gangguan keamanan dan ketertiban di dalam Lapas.
Sejumlah Lapas di Indonesia Overcrowded
Masalah lapas yang overcrowded juga diduga menjadi penyebab 52 narapidana kabur dari Lapas Kutacane pada pekan lalu. Direktur Jenderal Pemasyarakatan Mashudi menyatakan Lapas Kutacane mengalami kelebihan penghuni. Seharusnya lapas itu hanya menampung 100 orang narapidana, namun saat ini dihuni 386 orang. "Sedangkan kekuatan penjagaan hanya 24 orang dengan setiap shift 7 petugas jaga," ujarnya.
Mashudi mengatakan berbagai upaya terus dioptimalkan untuk menurunkan masalah over kapasitas di lapas dan rutan. Selain mengupayakan bangunan lapas dan rutan yang baru, pemerintah juga melakukan optimalisasi pemberian hak bersyarat dan redistribusi warga binaan ke lapas dan rutan yang lebih rendah huniannya. "Kami berharap kasus pengguna narkotika tidak harus menghuni lapas dan rutan,"kata Mashudi.
Pelayanan makan dan layanan warga binaan lainnya, kata Mashudi, tetap diberikan sesuai ketentuan. Ihwal tuntutan warga binaan untuk standar makanan yang lebih baik, Dirjenpas mengatakan akan terus mengupayakan standar pelayanan makanan yang lebih baik.
Selain Lapas Kutacane, sejumlah lapas dan rutan di Aceh juga mengalami over-kapasitas di atas 300 persen sehingga seharusnya segera direlokasi atau penataan ulang. Di antaranya Lapas Bireun 480 persen Lapas Idi 600 persen dan Lapas Lhoksemawe 300 persen.
Kelebihan narapidana itu juga dialami Lapas Khusus Kelas II A Gunung Sindur Bogor Kanwil Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemimpas Jawa Barat). Tempo menulis Lapas Khusus Gunung Sindur merupakan 1 di antara tujuh Lapas terpadat penghuninya.