Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pahlawan kamra

Pemimpin perampok di pemangkat, kal-bar, mati tertembak bersama anak dan menantunya ketika sedang digerebek polisi. sebelum tewas sempat membunuh seorang kamra dan melukai polisi. (krim)

12 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMBIL melangkah, Sersan Polisi Dudung menyiapkan pistolnya. Rumah di tengah sawah itu memang ibarat kandang macan. Di situ tinggal Nursalim, 50, pemimpin rampok yang ditakuti di Pemangkat, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, bersama anak, istri, dan menantunya. Rumah itu tampak sepi. Maklum, meski masih siang dan matahari bersinar, hujan sedang turun. Tanpa ragu Dudung membuka pintu dan melangkah masuk. Tiba-tiba saja ia diteriaki, "Perampok!" Dan sebelum anggota polisi itu bisa berbuat sesuatu, sebilah parang panjang menhantam lengan kanannya, pistolnya mentah dan sekali lagi mata parang terayun ke punggung Dudung. Nursalim mengamuk. Aspan, petugas Keamanan Rakyat (Kamra) yang menunggu di luar, menjadi sasaran berikutnya. Lelaki setengah umur itu sama sekali tak berdaya menghadapi Nursalim yang sedang beringas. Apalagi ia lagi tak enak badan. Maka, dalam sekejap, lengan kirinya putus terbabat parang dan detik berikutnya, pinggang dan punggungnya menjadi sasaran. Ia pun rebah bersimbah darah dan seketika mati. Anggota polisi dan Kamra yang lain tak mau mengambil risiko. Sebab, mereka tak ada yang berpistol, sedang pistol satusatunya yang ada di tangan Dudung kini beralih ke tangan Nursalim. Mereka cuma bisa mengangkat korban dan pergi mencari bantuan. Sore itu juga, 19 Oktober lalu, wakil komandan polisi setempat, Mayor V. Suwarso, memimpin penyergapan. Lewat megafon, Nursalim diimbau untuk menyerah. Tapi, bandit kawakan itu rupanya bertekad mati daripada menyerahkan pergelangan tangannya diborgol. Maka, setelah empat jam menunggu dan dari dalam rumah belum juga ada tanda-tanda bakal menyerah, mereka langsung menyergap. Kali ini, residivis asal Madura itu tak sempat lagi memainkan parangnya. Ia roboh tersambar peluru. Anaknya, Margelap, 22, dan menantunya, Mistar, 20, juga mati diterjang peluru. Cuma Pusi, kemanakan Nursalim yang menyerah. Tapi seorang wanita, yang diduga sering ikut beroperasi bila Nursalim terjun ke lapangan, sempat melarikan diri. Penyergapan terhadap kornplotan Nursalim itu bermula dari perampokan di siang bolong yang terjadi di rumah Kurnadi. Banyak petunjuk bahwa pelakunya adalah kawanan Nursalim. "Dia memang seorang residivis yang ditakuti," kata polisi Pemangkat. Pernah meringkuk di penjara selama 15 tahun karena membunuh, Nursalim kemudian menjadi pemimpin perampok dan selalu bekerja dengan kekerasan. Masyarakat di situ tahu betul bagaimana cara kawanan itu beraksi. "Kalau mereka mau mencuri atau merampok, siang hari pun jadi," tutur seorang tokoh masyarakat Sebangkau. Sekali waktu, katanya, kawanan Nursalim enak saja menyabit padi, padahal yang empunya sedang ada di sawah. Di kali yang lain, tanpa permisi dan mengetuk pintu, ia memikul padi yang baru dipanen dari rumah seorang penduduk. Tak ada yang berani melawan atau melapor. "Mereka takut dibunuh," katanya lagi. Tempat persembunyian Nursalim tak lain rumahnya sendiri di Kampung Parit Jawa, Sebangkau, di Kecamatan Pemangkat sekitar 162 km dari Pontianak, atau 22 km dari Singkawang arah ke utara. Kepada tetangganya di Parit Jawa itu ia mengatakan, "siapa saja yang tak kukenal berani masuk rumah akan kuberi ayunan parang." Tekadnya itu rupanya ia pegang teguh, hingga Dudung (kini masih dirawat di rumah sakit tentara di Pontianak) dan Aspan menjadi korban. Setelah kematian Nursalim dan dua anak buahnya, masyarakat Pemangkat merasa tenang karena tindak kejahatan menurun. Namun, polisi sempat meningkatkan patroli karena ada desas-desus, penjahat yang bersimpati kepada Nursalim akan menuntut balas. Namun, setelah dicek, kata Letnan Kolonel Sumintar, komandan polisi Singkawan, ternyata tidak benar. Dari seorang tokoh asal Madura yang dekat dengan Nursalim, polisi mendapat kepastian bahwa tak akan terjadi apa-apa. Di daerah pesisir barat Kalimantan Barat, penjahat yang ditakuti memang yang berasal dari Jawa Timur, khususnya Madura. Selain kelompok Nursalim, ada beberapa kelompok lain yang sering mengganggu. "Penduduk setempat memang ada juga yang menjadi penjahat, tapi umumnya hanya pencuri tradisional," kata Letnan Dua Supardi, komandan polisi Pemangkat. Karena dinilai telah berjasa, Aspan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Bambu Runcing, Singkawang, dengan upacara militer. Aspan, yang pada tahun 1960-an pernah ikut aktif menumpas gerombolan pengacau PGRS/Paraku, menurut Supardi, dikenal sebagai "orang yang tak pernah menolak tugas". Ayah tujuh anak itu di kampungnya juga dikenal bisa mengobati penyakit, seperti koreng dan demam. Bahkan, menurut Sumintar, Nursalim pun pernah berobat padanya. Kegiatan sampingnya itu tampakny bisa menunian kehiduDan keluarganya. Sebab sebagai anggota Kamra, selama ini ia hanya mendapat honor berupa 10 kg beras setiap bulan. Honor berupa uang biasanya berasal dari masyarakat, bila kebetulan ada yang menaruh simpati. Sebab itu, Sumintar mengusulkan kepada Kadapol Kalimantan Barat agar Aspan bisa diberi pangkat kehormatan sebagai prajurit polisi. Dengan begitu, ia bisa mendapat pensiun Rp 30 ribu. "Meski ia sudah dianggap sebagai pahlawan, keluarganya 'kan perlu makan," kata Sumintar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus