Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Paket si dukun porkas

Supardi yang mengaku dukun berkilah akan memenangkan porkas (ksob) dan tssb rp 20 milyar. Ia menjanjikan paket hadiah rp 5 juta bagi siapa saja yang menitip Rp 100 ribu. Akhirnya ia ditangkap polisi.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIA bukan Ongkowidjaja, pengurus Keluarga Adil Makmur yang menggegerkan itu. Tapi Supardi, 32 tahun, juga menjanjikan akan memberi paket hadiah Rp 5 juta kepada setiap orang yang titip uang Rp 100 ribu kepadanya. Hanya saja, paket itu baru akan dibagikannya bila ia memenangkan hadiah kupon Porkas (kini KSOB) dan TSSB sebesar Rp 20 milyar. Anehnya, banyak orang percaya bahwa Supardi, yang mengaku dukun itu, akan mendapatkan rezeki nomplok. Sebab itu, puluhan orang yang ingin mendapat paket menitipkan uang Rp. 100 ribu kepada Supardi, yang mengembara dari makam ke makam dari Jawa Tengah sampai Jawa Barat, untuk mencari wangsit. Belasan lainnya, laki-perempuan, karena percayanya sejak Juni tahun lalu mengikuti sang dukun mengembara. Mereka bahkan bersedia dikubur hidup-hidup - yang wanita malah dikubur telanjang bulat. Petualangan aneh itu akhir bulan lalu berakhir di Desa Gunungsirah, Kecamatan Darma, Kuningan, Jawa Barat. Puluhan pengikutnya nyaris mengeroyok Supardi, karena rezeki yang dijanjikan tidak kunjung datang. Akibatnya, Supardi, yang berasal dari Magelang, diamankan polisi dan tidak boleh ditemui siapa pun. "Ia masih dalam pemeriksaan yang intensif," kata seorang pejabat di Polres Kuningan. Siti Fatimah, 23 tahun, salah seorang korban, berasal dari Purwosari, Magelang, mengaku ikut Supardi sejak Juni tahun lalu. Gadis berbadan subur dan berkulit hitam manis ini terpedaya karena dijanjikan hadiah Rp 5 juta tiap hari selama pengembaraan. Hanya saja, hadiah itu baru akan diberikan setelah undian yang dipasangnya kena. Timah, demikian nama panggilan gadis itu, mengajak pula Siti Warsilah, 24 tahun, adik sepupunya. Berbekal uang Rp 140 ribu dari tabungan, kedua gadis desa itu berangkat mengikuti Supardi dan istrinya. Di setiap makam keramat yang dikunjungi, mereka menginap sedikitnya dua malam. "Kami bersemadi dan tidur di sela-sela batu nisan tiap malam," ujar Timah, yang mengaku menyerahkan uang tabungannya kepada dukun itu. Di sebuah makam di Semarang, begitu cerita Timah, rombongan Supardi bersemadi selama 10 hari. Selama di situ Supardi berhasil mengumpulkan uang dari pecandu Porkas sebanyak Rp 18 juta. Setiap peminat diharuskan menitipkan uang sedikitnya Rp 100 ribu, dan akan mendapat kembali dua kali lipat bila tebakan sang dukun kena. "Bagaimana orang tak percaya. Ia bisa menyulap kertas koran menjadi uang," kata Timah lagi. Dari Semarang, Supardi dan rombongannya melanjutkan ziarah ke makam keramat di Cirebon, yang biasa didatangi pecandu Porkas atau TSSB. Seperti juga di Semarang, di sini ia juga menjaring uang para pecandu undian tersebut. Dari Cirebon, rombongan yang semakin banyak pengikutnya itu melanjutkan perjalanannya ke makam Badakdua, Majalengka. Di makam ini Supardi memerintahkan anggota rombongannya menggali tiga buah lubang seluas 1 x 3 meter dan sedalam 2 meter. Setelah itu, beberapa pengikut secara bergiliran disuruhnya bersemadi dengan cara dikubur hidup-hidup. Konon, menurut sang dukun, bila ada yang sanggup bersemadi selama tiga hari tiga malam di lubang itu, mereka akan mendapat wangsit Porkas. Setiap anggota yang akan bersemadi, tutur Timah, dibungkus dulu dengan kain kafan, persis mayat. Khusus untuk wanita, seperti Timah, semadi itu harus dilakukan dalam keadaan telanjang bulat. Setelah salah seorang anggota masuk, lubang itu ditutup papan dan di atasnya ditimbuni tanah. Setiap jam sang dukun mengontrol. Bila peserta tak kuat, boleh menyerah dengan mengetuk papan sebanyak tiga kali. Biasanya, cerita Timah, penguburan itu dilaksanakan tiga hari menjelang pembukaan Porkas. Tentu saja tak ada yang menang, karena tak ada yang mampu bertahan. "Mana ada yang tahan dikubur tiga hari, sehari saja rasanya mau mati?" tutur Timah, yang mengaku ikut dikubur. Dari makam Badakdua, rombongan yang kini berjumlah 13 orang itu pindah ke makam Koncangan di Desa Gunungsirah, Kabupaten Kuningan. Di sini mereka menetap sekitar satu bulan. Kabar Supardi akan mendapat hadiah Porkas Rp 20 milyar segera menyebar di desa berpenduduk 1.859 jiwa itu. Apalagi di situ Supardi menaikkan paket yang akan diterima para penitip senilai Rp 100 ribu: menjadi Rp 5 juta. Ia juga mengaku bahwa wangsit yang ditunggu-tunggu itu sudah hampir datang. Dari berbagai pelosok Kecamatan Darma yang melingkuti 10 desa. penduduk berdatangan ke tempat sang dukun bertapa. "Hampir tiap hari 10-15 kendaraan minibus penuh penumpang datang berziarah. Padahal, biasanya peziarah paling banyak tiga minibus sehari," kata Camat Darma, Zakaria Hafid. Suwarta, 50 tahun, salah seorang korban, mengaku menyerahkan uangnya Rp 200 ribu "Saya butuh modal untuk memperluas kebun kentang saya," kata ayahnya. Ia percaya, Supardi memang hebat. "Sudah bertahun-tahun saya mengidap penyakit sesak napas, berkat dipijit Supardi, eh, sembuh," katanya. Namun, di Desa Gunungsirah petualangan Supardi berakhir. Ketika waktu yang dijanjikan kepada para penitip tiba, kode-kode KSOB yang ditulis Supardi semuanya meleset. Tapi Supardi masih bisa berkelit. "Kode-kode itu bukan untuk minggu ini, tapi untuk minggu depan," katanya. Ternyata, pada pekan berikutnya tebakan Supardi meleset lagi. Penduduk yang merasa dipermainkan naik darah, dan hampir saja mengeroyok Supardi. Untung, ia segera diamankan pamong desa. Kepada pejabat Kecamatan Darma, ia mengakui selama berpraktek di makam Gunungsirah berhasil menggaet Rp 9 juta dari 70 orang penitip, yang menitip uang Rp 100 ribu sampai Rp 1 juta tiap orang. "Sebagian uang itu saya pakai membeli kupon Porkas, KSOB, atau TSSB, sebagian dipakai ongkos-ongkos mencarter kendaraan ke Bandung dan Cirebon, selebihnya untuk keperluan sehari-hari," kata Supardi kepada Tripika Darma. Untuk memenuhi ambisinya menang Porkas atau KSOB Rp 20 milyar, tiap minggu dukun itu memborong bergepok kupon undian itu. Tapi rupanya ia sial, tak sehelai kupon pun jitu. Tentu saja yang lebih sial pengikutnya. Hasan Syukur, Riza Sofyat (Bandung), Hedy Lugito (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus