Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Jari, payudara, lalu angka berapa ?

Kisah para pecandu porkas, yang demi mencari nomor jitu tssb atau ksob mereka ke dukun, bertapa, tirakat. Bahkan orang-orang yang bertapa untuk tujuan lain pun disangka lagi mencari kode untuk menebak angka.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KE dukun, bertapa, tirakat, atau apalah namanya, tampaknya makin membudaya demi nomor jitu TSSB atau KSOB d/h Porkas. Di Cilacap, persisnya Gunung Srandil dan Gunung Selok, misalnya, setiap Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, "Orang berduyun-duyun datang mencari nomor undian," tutur Martasemita, 74 tahun, juru kunci Gunung Srandil. Martasemita selalu menanyai maksud setiap tamu yang datang dari berbagai kota. Setelah jelas maksudnya, si tamu dan si mbah juru kunci lalu bersembah di petilasan. Setelah itu mereka bersemadi sampai tiga malam. "Biasanya, apa yang diminta akan muncul dalam bentuk mimpi," tutur Martasemita, yang bertugas sejak 1960. Berkat bersemadi Gunung Srandil itulah, Rohadi, seorang tamu di situ, mengaku menang Rp 700 ribu. "Saya dapat ilham memegang payudara dengan kedua tangan saya. Tangan kiri memegang dengan tiga jari, tangan kanan lima jari. Lalu ilham itu saja . olah menjadi angka 350 dan dibalik menjadi 035. Ternyata, nomor itu, pas," kata Rohadi, 47 tahun, warga Wonosobo. Uang itu dipakainya untuk dagang. Sayang, usaha ini kemudian bangkrut. "Sekarang saya ke sini lagi, minta berkah," katanya berharap. Tapi tidak hanya ke Gunung Srandil, pecandu Porkas atau KSOB minta tolong. Supardi, petani dari Dsa Borobudur, Magelang, misalnya, mencari berkah itu ke dukun. Kemudian ia mutih (puasa) tiga hari tiga malam. Malamnya Supardi mimpi ketemu K.G.P.H. Mangkubumi. "Gusti Mangkubumi dalam mimpi itu memberi saya uang banyak sekali," kata Supardi, 42 tahun. Esoknya, dengan ngotot dan merengek, ia duduk di lantai mau menghadap K.G.P.H. Mangkubumi untuk minta nomor. Putra Sri Sultan Hamengku Buwono IX itu, konon, bingung. Dijawab saja sekenanya, "Nomor 46. Tapi jangan datang lagi. Satu kali ini saja." Angka itu lalu diolah Supardi. Kata 'satu kali' ditambahkan pada angka 4 sehingga menjadi 56. Pada dua angka itu Supardi memasang Rp 1.000,00, Januari lalu. Lho, ternyata, angka 56 itu tepat. Supardi dapat hadiah Rp 60 ribu. "Kalau saya punya uang banyak, tentu saya pasang Rp 10.000,00" cerita Supardi. Setelah itu Supardi datang lagi. Mangkubumi diam. Dengan gerak tangan, ia menyuruh Supardi pergi. Tapi Supardi puas, sebab, putra Sultan itu menyuruhnya pulang dengan gerakan jarinya. Nah, gerak jari itu kemudian diolah dan ditafsirkannya menjadi angka KSOB, pula. Edan memang, tapi begitulah ceritanya. Yang ini kisah dari Desa Sumodikaran, Dender, Bojonegoro. Darmin, 7 tahun, murid kelas I SD tiba-tiba sakit panas. Setelah sembuh, ngomongnya kayak orang dewasa. Di sekolah ia mogok belajar, menulis semaunya. Pak Sis, gurunya, heran. Darmin, yang ilmunya dangkal itu, tiba-tiba bisa menulis. Pak Guru Sis kemudian iseng mengutak-utik huruf coretan Darmin menjadi angka tebakan Porkas. Hup! Tebakannya cocok. "Sejak itu anak saya kondang (tenar) jadi dukun Porkas," begitu tutur Sukijah, orangtua Darmin. Hasilnya, perabot rumah tangga Sukijah, yang ludes terjual untuk mengobati Darmin, kini bisa diganti dari hasil perdukunan itu. Dalam waktu enam bulan, rumah Sukijah berubah mentereng. Seekor sapi dan lima kambing dimilikinya. Dan seperangkat perhiasan menghiasi tubuh Sukijah. Dan Darmin? Ia tetap tak mau sekolah. "Kalau sekolah, saya dikerubuti teman-teman. Dipikir saya ini tontonan apa," ujar bocah itu. Mabuk KSOB d/h Porkas atau TTSB, memang, telah meruyak. Bahkan orang-orang yang bertapa untuk tujuan lain pun disangka lagi mencari kode untuk menebak angka. Beberapa waktu lalu, seorang wanita tua, Sumiati, di Lamongan, Jawa Timur, melaksanakan hajatnya, bertapa di Gua Tetes - tidak makan, tidak minum, tidak berkedip, dan berkerudung putih. Tapi baru sehari ia bertapa, di sekitar Kua nuncul isu: ada perempuan pencari wangsit untuk Porkas. Esoknya orang berduyun datang meminta nomor pada Sumiati. Tapi, Sumiati, 58 tahun, tetap tegar. Ia, yang berniat bertapa selama 40 hari, tak mau memberi nomor buntut. Akibatnya, pecandu-pecandu itu mengumpatnya. "Pertapa sombong! Perempuan gila! Perempuan peyok-elek (reyot) !" mereka mengumpat dengan marah. Untunglah, pamong setempat mengamankan Sumiati. (TEMPO, 28 November 1987). Kegilaan semacam itu terjadi di mana-mana. Di Cikampek, Karawang, seorang tukang becak, Oyo, November lalu, disuruh gurunya mencari jimat, dengan bersemadi. Ia memilih sebuah sumur kering sedalam 10 meter agar bebas dari kebisingan. Tapi pecandu Porkas salah tafsir. Mereka berduyun-duyun meminta kode Porkas. Edan nggak ? W.Y., Riza Sofyat, Slamet Subagyo, Zed Abidien

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus