Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia atau PPI Dunia menyarankan pemerintah mengadakan pelatihan dan simulasi rutin guna meningkatkan kesiapan respons terhadap insiden siber. Simulasi itu dianggap penting untuk mengantisipasi insiden serangan siber seperti yang terjadi pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Staf Khusus Koordinator PPI Dunia, Fauzul Azhim Bin Fakhrurazi mengatakan simulasi perlu rutin dilakukan melihat tata kelola keamanan siber dan data di Indonesia saat ini masih lemah. "Apalagi tidak memiliki back up data menunjukkan bahwa pemerintah abai terhadap risiko hilangnya data masyarakat Indonesia," kata dia melalui keterangan tertulis, pada Rabu, 3 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah sebaiknya membangun kerjasama internasional dengan negara-negara yang lebih maju dalam keamanan siber. Atas insiden tersebut, PPI Dunia menyarankan pemerintah mengadopsi pendekatan proaktif dalam mengelola risiko siber. Misalnya, dengan mengimplementasikan sistem pemantauan dan deteksi dini yang canggih.
"PPI Dunia siap mendukung upaya-upaya peningkatan keamanan siber melalui berbagai program edukasi dan kolaborasi lintas sektor," ucap Fauzul.
PPI Dunia juga mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), PT Telkom Indonesia untuk berkolaborasi memperbaiki tata kelola keamanan siber dan data di Indonesia.
Selain itu, PPI Dunia menyarankan pemerintah memiliki infrastruktur siber yang up-to-date. Lalu, meningkatkan investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi keamanan siber di dalam negeri.
PPI Dunia berharap insiden ini menjadi pembelajaran berharga agar pemerintah maupun masyarakat lebih waspada dan proaktif dalam menghadapi ancaman siber.
Serangan itu sendiri membuat layanan instansi pemerintah terganggu. Setidaknya ada 282 data lembaga pemerintahan di PDNS. Ransomware bernama Brain Chipper mencegah pengguna mengakses sistem PDNS, kecuali pemerintah membayar tebusan senilai US$ 8 juta atau sekitar Rp 131 miliar.
Kelompok peretas Brain Chiper sebagai pelaku aksi serangan siber jenis ransomware itu telah meminta maaf pada Selasa, 2 Juli 2024. Serangan itu sendiri terjadi pada Kamis, 20 Juni 2024.
Melalui situs yang beredar di media sosial dan dibagikan ulang oleh akun X @stealthmole_int, mereka berjanji akan memberikan kunci untuk deskripsi data di PDNS yang terbelunggu sehingga tak bisa diakses.