Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pembuat Pagar Laut Bekasi Sudah Akui Dosa, Bagaimana dengan Kasus Tangerang?

Meski sama-sama menyerobot barang milik negara dan hak publik, penyelesaian kasus pagar laut di Bekasi dan Tangerang jauh berbeda.

12 Februari 2025 | 11.04 WIB

Operator alat berat escavator dari PT TRPN membongkar pagar laut dengan pengawasan Polisi Khusus Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil (Polsus PWP3K) Ditjen PSDKP di pesisir laut Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 11 Februari 2025. Antara/Fakhri Hermansyah
Perbesar
Operator alat berat escavator dari PT TRPN membongkar pagar laut dengan pengawasan Polisi Khusus Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil (Polsus PWP3K) Ditjen PSDKP di pesisir laut Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 11 Februari 2025. Antara/Fakhri Hermansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Pagar laut di Tangerang dan Bekasi menjadi sorotan akhir-akhir ini. Wilayah laut yang seharusnya milik negara untuk keperluan masyarakat luas, dikapling-kapling seperti milik sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pagar laut Tangerang membentang sepanjang 30,16 km berupa pasak bambu yang membuat nelayan harus memutar puluhan kilo jika akan melaut atau balik. Sementara pagar laut Bekasi sebagian sudah diuruk menjadi reklamasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Meski sama-sama menyerobot barang milik negara dan hak publik, penyelesaian kasus pagar laut ini sangat jauh berbeda.

PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) sebagai pembuat pagar laut di Bekasi, mengaku telah berdosa karena melanggar prosedur perizinan yang baru tuntas 80 persen sehingga memutuskan membongkar pagar laut untuk alur pelabuhan di perairan Paljaya Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.

"Alasan perusahaan membongkar pagar laut kami sendiri adalah karena merasa berdosa," kata Kuasa Hukum PT TRPN Deolipa Yumara di Kabupaten Bekasi, Selasa, 11 Februari 2025.

Sementara kasus pagar laut di Kabupaten Tangerang yang berdiri sejajar dengan rencana pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk 2, belum jelas meskipun Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid sudah gamblang menyebutkan bahwa area di seputar jajaran bambu itu mempunyai 263 sertifikat hak guna bangunan dan 17 sertifikat hak milik.

Ia mengatakan 234 bidang tanah atas nama PT Intan Agung Makmur dan sebanyak 20 bidang tanah atas nama PT Cahaya Inti Sentosa serta 9 (sembilan) bidang tanah atas nama perorangan. Selain itu terdapat SHM sebanyak 17 bidang.

BPN akhirnya memberikan sanksi kepada 6 pegawainya karena bersalah mengeluarkan sertifikat untuk wilayah perairan.

Meski sudah jelas 'pemilik' lahan, namun pihak berwenang belum berhasil menemukan siapa pembuat pagar laut tersebut.

Di awal kasus ini mencuat, muncul kelompok yang menamakan diri Jaringan Rakyat Pantura menyatakan sebagai pembuat pagar laut dengan biaya swadaya masyarakat. Jajaran bambu bernilai miliaran itu diklaim untuk melawan abrasi dan tsunami.

Agung Sedayu Group (ASG) mengakui bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di perairan Kabupaten Tangerang, Banten itu adalah milik anak usaha mereka, PT Cahaya Intan Sentosa (CIS) dan PT Intan Agung Makmur (IAM). Perusahaan milik taipan Aguan itu mengklaim mendapatkannya sesuai prosedur.

Namun pemilik PIK 2 itu membantah sebagai pembuat pagar laut. "Pagar laut bukan punya PANI (Pantai Indah Kapuk 2 Tbk), dari 30 km pagar laut itu kepemilikan SHGB anak perusahaan PIK PANI dan PIK Non PANI hanya ada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji saja di tempat lain dipastikan tidak ada," kata Kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, 24 Januari 2025, seperti dikutip Antara.

Tiga lembaga penegak hukum yakni KPK, Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung turun tangan menanganinya. Juga Kementerian Kelautan dan Perikanan serta ATR/BPN. Saat ini baru Bareskrim yang memeriksa sejumlah saksi kepala desa dan pegawai ATR/BPN.

Pengakuan Dosa Pemagar Laut

Kuasa Hukum PT TRPN Deolipa Yumara  mengatakan, perusahaan menyadari telah melanggar prosedur dengan membuat pagar laut untuk alur pelabuhan atau titik kapal-kapal besar bersandar pada saat perizinan belum tuntas secara keseluruhan.

"Kita PT TRPN ini sudah membuat perizinan sampai 80 persen, sisa 20 persen, 20 persen ini belum selesai. Tapi kita sudah kerja, itu dia. Sehingga, ada rasa bersalah di TRPN," katanya.

Dirinya memastikan perusahaan akan melengkapi perizinan agar proyek pembangunan dapat dilanjutkan setelah menuntaskan proses pembongkaran pagar laut tersebut.

"Setelah itu, kita rapikan semua posisi. Habis itu kita upayakan kemudian untuk membuat lagi perizinan-perizinan baru," katanya.

PT TRPN pada Selasa membongkar pagar laut dengan diawasi langsung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pagar laut itu dibuat mengacu kerja sama perusahaan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat pada Juni 2023 menyangkut penataan ulang kawasan TPI Paljaya.

Tempat pelelangan ikan tersebut direncanakan diubah menjadi Satuan Pelayanan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya seluas 7,4 hektare dengan nilai investasi yang dikucurkan PT TRPN mencapai Rp200 miliar.

Penataan ulang tersebut diklaim sudah termasuk pembangunan alur pelabuhan sepanjang lima kilometer dengan kedalaman lima meter dan lebar 70 meter. Penataan ulang kawasan TPI Paljaya ditargetkan rampung pada tahun 2028.

Namun pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan menyegel lokasi pagar laut tersebut akibat perusahaan belum menuntaskan proses perizinan yakni Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

"Pembongkaran pagar laut ini selesai dalam tiga hari ke depan, target kami selesai namun semua bergantung kondisi cuaca. Jika tidak mendukung, bisa sampai tujuh atau delapan hari," kata Deolipa.

Dikeluhkan PLN

PT Perusahaan Listrik Negara Nusantara Power sudah lama menyampaikan keberatan atas adanya reklamasi di perairan Bekasi atau pembangunan pagar laut Bekasi. Keberatan anak usaha PT PLN di bidang pembangkit listrik tersebut disampaikan kepada Menteri Kelautan serta Gubernur Jawa Barat pada 11 November 2024, namun keberatan itu baru terungkap saat ini.

Keberatan tersebut disampaikan oleh Direktur Utama PT PLN Nusantara Power Ruly Firmansyah yang mengeluhkan adanya reklamasi di kawasan zona energi.

Ruli menyebut pengerukan itu terjadi di dalam area ruang laut milik PT PLN Nusantara Power Unit Pembangkit Muara Tawar. "Aktivitas reklamasi yang dilakukan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara berdampak pada penurunan kualitas air laut," kata Ruly dalam surat keberatan tersebut, yang salinannya diterima oleh Tempo.

Novali Panji Nugroho berkontribusi pada penulisan artikel ini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus