Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pakat) Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman menyarankan aparat penegak hukum saling berbagi peran dalam menangani dugaan tindak pidana atas terbitnya SHGB dan SHM pagar laut Tangerang. Pasalnya, ujar Zaenur, kasus pagar laut ini memiliki cakupan yang luas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan setidaknya ada dua jenis tindak pidana dalam kasus tersebut. Pertama tindak pidana umum, yakni dugaan pemalsuan dokumen. Kemudian tindak pidana khusus seperti dugaan suap atau gratifikasi dalam proses penerbitan dokumen tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Zaenur, dengan adanya pembagian peran, penegakan hukum dalam kasus pagar laut bisa dilakukan secara maksimal. “Perkara ini cakupannya luas, perkaranya bisa banyak, yang pelakunya juga mungkin bisa banyak,” kata Zaenur saat dihubungi, Ahad, 16 Februari 2025.
Di lain sisi, Zaenur mengingatkan jangan sampai ada tumpang tindih penanganan perkara. Dia mengatakan yang berwenang melakukan penyidikan adalah aparat yang pertama kali mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atau SPDP.
“Kalau perkaranya sama atau satu perkara, tidak boleh ditangani bersama-sama. Tapi kalau ini banyak perkara, bisa namanya pembagian peran, pembagian tugas, misalnya polri fokus kepada pemalsuan untuk penerbitan sertifikat,” katanya.
Selain itu, Zainur mengatakan lembaga dengan kewenangan serupa seperti Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan bisa lebih proaktif mengusut potensi kerugian negara dalam jumlah besar. Untuk itu, ujar Zaenur, baik kepolisian, kejaksaan ataupun KPK harus duduk membahas pembagian tugas dalam mengusut kasus ini.
“KPK akan menangani di level mana, apakah itu di level dugaan korupsi yang menimbulkan kerugian negara. Kepolisian berperan di bagian pemalsuan, misalnya, dan itu harus berbagi peran,” kata dia.
Terkait penangan perkara kasus pagar laut ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan lembaganya tidak terlibat lagi. Harli mengatakan proses itu sepenuhnya ditangani oleh Bareskrim Polri.
“Dalam kaitan ini Polri sudah masuk penyidikan maka kami mendahulukannya,” kata Harli melalui pesan tertulis kepada Tempo, Ahad, 16 Februari 2025.
Harli mengatakan langkah itu diambil berdasarkan nota kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan Agung, Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia mengatakan dalam MoU itu disepakati jika salah satu lembaga sudah menangani suatu perkara, maka lembaga lain tidak perlu terlibat.
Harli menjelaskan dalam kasus pagar laut Tangerang, objek perkaranya adalah penerbitan sertifikat. Polri, kata dia, saat ini mengusut dugaan pemalsuan dokumen atas terbitnya SHGB dan SHM di atas wilayah perairan itu.
“Kalau ada pemalsuan, pertanyaannya kenapa? Apakah karena suap atau gratifikasi atau murni tindak pidana umum, itu Polri sedang menyidik,” kata Harli.
Maka, dia melanjutkan, pemalsuan dokumen hanyalah pintu pertama untuk masuk ke dugaan tindak pidana lainnya, seperti suap atau gratifikasi. Untuk menyelidiki dugaan gratifikasi atau suap, ujar Harli, mesti didahului keterangan saksi bahwa ada dugaan pidana.
Hingga saat ini, Harli mengatakan belum ada keterangan yang mengarah pada tindak pidana suap atau gratifikasi tersebut. “Suap atau gratifikasi harus ada keterangan bahwa seseorang menerima atau memberi hadiah yang diselaraskan dengan bukti lainnya,” kata dia.
Meski demikian, Harli mengatakan Kejaksaan Agung tetap memantau penanganan perkara tersebut. “Tentu tugas aparat penegak hukum melakukan monitoring, baik diminta atau tidak, terhadap suatu peristiwa pidana,” katanya.
Saat ini, penanganan kasus pagar laut Tangerang sedang bergulir di Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Informasi terakhir, penyidik telah memeriksa 44 orang saksi dan menetapkan seorang terlapor berinisial AR.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan juga sudah memeriksa Kepala Desa Kohod Arsin. Arsin adalah satu dari 44 orang saksi yang telah dimintai keterangan oleh tim penyidik Mabes Polri.
“Sudah diperiksa sebagai saksi, dan kami tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Jadi sudah kami periksa,” ucap Djuhandani, Senin, 11 Februari 2025.
Djuhandani mengatakan dalam pemeriksaan tersebut, Arsin diduga terlibat pemalsuan warkah yang dijadikan dasar pengurusan Sertifikat Hak Guna Bangungan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di perairan lepas pantai Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.
Selain Arsin, sejumlah kepala desa lain yang wilayahnya bersinggungan dengan SHGB dan SHM pagar laut juga turut diperiksa. “Apakah ini patut ditingkatkan sebagai tersangka atau keterlibatan lainnya, dikembangkan dalam penyidikan lebih lanjut,” ujar Djuhandani.
Menurut Djuhandani, penyidik menemukan unsur pelanggaran pidana berupa pemalsuan warkah yang dipakai untuk mengurus SHGB dan SHM. Dokumen yang diduga palsu itulah yang kemudian diajukan kepada kantor pertanahan Kabupaten Tangerang. Dugaan tindak pidana ini melanggar Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP, Pasal 266 KUHP, serta Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.