Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pengacara 4 Anak Terduga Korban Salah Tangkap, Laporkan Majelis Hakim PN Tasikmalaya Ke Komisi Yudisial

Majelis hakim PN Tasikmalaya memvonis empat anak penjara 1 tahun 8 bulan karena terbukti melakukan penganiayaan

25 Januari 2025 | 18.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aparat Kepolisian Resort Kota Tasikmalaya berjaga di luar ruang sidang saat sidang putusan kasus penganiayaan dengan empat terdakwa anak di bawah umur, di Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Jawa Barat, 23 Januari 2025. Tempo/Sigit Zulmunir

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Tasikmalaya - Nunu Mujahidin, pengacara empat anak berkonflik dengan hukum dalam perkara penganiayaan melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri Tasikmalaya ke Komisi Yudisial. Nunu berkukuh empat kliennya adalah korban salah tangkap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Nunu, majelis hakim PN Tasikmalaya melanggar kode etik saat memutuskan kliennya terbukti bersalah. "Hakim diduga menyiapkan putusan sebelum persidangan tuntas," ujarnya, Sabtu, 25 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indikasi itu, kata Nunu, terlihat saat pembacaan putusan pada Kamis kemarin. Majelis hakim telah menetapkan para anak bersalah dengan hukuman penjara selama 1 tahun 8 bulan pada Rabu, 15 Januari 2025. Dalam persidangan perkara ini, hakim menyatakan putusan itu sempat dibacakan pada Kamis, 16 Januari 2025, tapi diulang pada 23 Januari 2025.

Nunu menuturkan saat hakim menetapkan kliennya bersalah pada 15 Januari, agenda persidangan baru memasuki tahap pembacaan dakwaan kedua dan pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum.  

Sebabnya tidak heran jika putusan hakim mengabaikan keterangan saksi yang ia hadirkan pada persidangan 20 Januari, yaitu dosen kriminologi Fisip universitas Indonesia (UI), Ni Made Martini Putri dan Joko Jumadi, Dosen fakultas hukum ilmu sosial dan ilmu politik, Universitas Mataram. "Tak heran bila pertimbangan yang meringankan hampir tidak ada, karena hakim telah membuat putusan sebelum seluruh proses persidangan usai," ujar Nunu.

Dugaan pelanggaran etik, menurut Nunu, terlihat dalam amar putusan. Majelis hakim menyatakan pidana penjara yang dijatuhkan dikurangi masa tahanan, tapi pengurangan itu hanya berlaku untuk penahanan pada 6 Januari 2025. Padahal keempat anak telah menjalani tahanan sejak 1 Desember 2024, saat ditetapkan tersangka oleh kepolisian.

Bukti pelaporan yang akan diserahkan ke Komisi Yudisial, yakni dua putusan hakim yang berbeda di hari yang sama. Pada 6 Januari lalu, hakim mengabulkan eksepsi penasehat hukum dengan putusan membebaskan para anak, namun di hari yang sama hakim memutus untuk kembali menahan anak dengan dasar surat dakwaan jaksa telah diperbaiki. 

Kejanggalan pun diakui Nunu dalam proses persidangan. Majelis hakim tidak mengabulkan permohonan penasehat hukum untuk membuka 24 CCTV dan menguji kebenarannya bahwa dalam rekaman tersebut mengarah kepada para anak. Tak hanya itu, permintaan uji forensik seperti sidik jari terhadap barang bukti berupa cerulit dan stik baseball yang dituduhkan digunakan anak-anak kepada korban tidak dihadirkan dimuka persidangan. 

Rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan (Bapas), yang menjadi rujukan putusan hakim pun dinilai tak berdasar. Alasannya karena, isi rujukan itu berdasarkan hasil berita acara pemeriksaan (BAP) polisi. Padahal pada saat pemeriksaan, Bapas tidak mendampingi anak. Tak hanya itu, dalam BAP yang ditanda tangani pada 1 Desember 2024, pukul 01.00 WIB, nama PK Bapas tidak diketik pada umumnya hanya berupa tulisan tangan. "Pokoknya banyak hal aneh-anehnya," ujar Nunu.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya menyatakan peradilan telah berjalan sesuai dengan ketentuan. "Ketiganya (majelis hakim) sudah bersertifikat sebagai hakim anak dan itu sudah terdaftar," ujar Ketua Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya, Khoiruman Pandu Kesuma Harahap, kepada awak media usai putusan sidang, Kamis, 23 Januari 2025.

Empat anak terduga salah tangkap itu kini telah berada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Bandung. Mereka adalah FM, 17 tahun; RS, 16 tahun; DW, 16 tahun; dan RR, 15 tahun. Para ibu dari anak ini telah mengadu ke wakil rakyat didampingi anggota DPR dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka pada, Selasa, 21 Januari 2025.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus