KASUS bancakan Cangkringmalang terkuak. Ini kasus penjualan tanah bengkok secara tidak sah di Desa Cangkringmalang, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Persidangan kasus ini menarik perhatian masyarakat Jawa Timur karena terungkap melibatkan sejumlah pejabat teras Pemerintah Daerah Jawa Timur. Sabtu pekan lalu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bangil menghukum Hariono SH, bekas Camat Beji, dengan 6,5 tahun penjara. Pekan ini pengadilan yang sama menjatuhkan vonis pada bekas Kepala Desa Cangkringmalang, Ahmad Dimyati, yang dituntut jaksa tiga tahun penjara. Dalam vonis itu Hariono, 43 tahun, diharuskan mengembalikan dana Rp 206 juta yang digelapkannya ke kas desa. Ia juga diganjar denda Rp 10 juta, subsidair 6 bulan penjara. Sejumlah kekayaannya pun disita. Jaksa Septinus Hematang mengungkapkan, kedua terdakwa merupakan tokoh kunci skandal penjualan tanah seluas 6,3 hektare lebih, milik Desa Cangkringmalang. Tahun 1990 tanah ini dijual Rp 1,04 milyar kepada PT Tjokro Bersaudara Bejindo. Hariono dan Dimyati melanggar ketentuan penjualan tanah bengkok. Selain harus ada izin gubernur, tanah bengkok baru boleh dijual bila sudah dimusyawarahkan dengan warga desa. Nah, kedua pejabat itu merekayasa penjualan dengan manipulasi administratif, seolah-olah sudah ada musyawarah dengan warga desa. Dari Rp 1 milyar lebih hasil penjualan tanah itu sekitar Rp 683 juta dibelikan tanah pengganti seluas 8,3 hektare. Namun hanya Rp 502 juta yang dibayarkan kepada 27 petani pemilik tanah ini. Selebihnya masuk kantong Hariono. Sedangkan sisa hasil penjualan tanah bengkok Cangkringmalang yang sekitar Rp 707 juta itu sekitar Rp 149 juta juga masuk ke kantong pribadi Hariono. Dimyati memperoleh Rp 90 juta, dan Rp 68 juta mengendap di kas Tjokro Bersaudara sebagai biaya administrasi jual beli tanah. Sisanya, menurut pengakuan terdakwa, dibagi-bagikan kepada sejumlah pejabat lainnya. Menurut daftar nama, yang ditandatangani Hariono, ada 21 nama pejabat dan instansi yang terlibat. Antara lain, Bupati Pasuruan Kolonel Sihabudin, Ketua Bappeda Pasuruan, serta dua pejabat teras di Pemerintah Daerah Jawa Timur -- Soeprapto dan Soedjito -- yang kini menjabat wakil gubernur dan sekwilda Jatim. Soeprapto dan Soedjito membantah keras telah menerima uang suap itu. Ketika diajukan sebagai saksi dalam pengadilan Hariono, keduanya menyatakan orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus bancakan tanah bengkok ini adalah Bupati Pasuruan, Kolonel Drg Sihabudin. Kolonel Drg Sihabudin, yang tidak bisa hadir sebagai saksi di persidangan, membantah ikut menikmati uang bancakan itu. Uang yang diterimanya melalui tabungannya di BCA Cabang Darmo Surabaya, katanya, adalah sumbangan untuk Yayasan Kusta yang dipimpin istrinya. Kata Hematang, "Sihabudin telah mengembalikan uang itu ke kas Desa Cangkringmalang." Dan pekan lalu ia dikabarkan mengajukan permohonan mengundurkan diri dari jabatan bupati, kendati masa kerjanya masih efektif hingga Juni 1993. Hariono toh bersikukuh menyatakan tidak bersalah. Ia menolak didakwa sebagai tokoh kunci, dan segera menyatakan banding. Dalam memori banding, ia meminta majelis hakim banding memeriksa ulang perkaranya. "Tak tertutup kemungkinan Bupati Sihabudin juga akan diperiksa," ujar Rudi Aedhar, pengacara Hariono. Moebanoe Moera, Zed Abidien, dan Edy Hafid (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini