Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Otak janin aborsi untuk parkinson

Penelitian pertama di dunia kedokteran, otak janin ditransplantasikan untuk menyembuhkan parkinson. setelah sembuh, ada yang lincah mengemudikan mobilnya.

19 Desember 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JALAN untuk penyembuhan penyakit Parkinson makin terbuka. Selama ini penyakit yang banyak diderita orang-orang tua itu hanya mampu diredam dengan obat-obatan, dan sifatnya sementara. Kini cara penyembuhan secara total diatasi dengan melakukan transplantasi otak yang diambil dari jaringan otak janin aborsi. Hasil penelitian tersebut dipublikasikan dalam The New England Journal of Medicine akhir bulan silam. Menurut Dokter Curt R. Freed, pimpinan tim transplantasi otak dari Fakultas Kedokteran Universitas Colorado, Amerika Serikat, hasil paling penting dari penelitian ini adalah membuka jalan menyembuhkan beberapa aspek penyakit Parkinson. Dalam penelitian yang dilakukan Freed bersama timnya, lima dari tujuh penderita Parkinson, setelah 40 bulan menjalani transplantasi otak janin aborsi, mengalami kemajuan luar biasa. Seorang di antaranya, yang surat izin mengemudinya sempat dicabut karena serangan Parkinson, setelah diberikan SIM lagi, malah kini kembali dengan lancar mengemudikan mobilnya. Sejak tahun 1950-an para ahli sudah mengetahui Parkinson terjadi karena otak kekurangan dopamine, salah satu neurotransmitter yang berfungsi mengirimkan isyarat-isyarat saraf. Kekurangan bahan ini timbul karena sel penghasil dopamine yang bentuknya hitam dan terletak di tengah otak yang disebut substantia nigra secara misterius mengalami kerusakan. Akibatnya, penderita tidak mampu mengontrol gerakan organ tubuhnya atau malah ia menjadi lumpuh. Untuk mengatasi penyakit ini biasanya penderita diberikan pil Levodopa. Obat yang diperkenalkan sejak tahun 1967 itu mampu berubah menjadi dopamine ketika sampai di otak. Namun khasiat obat ini bertahan lima hingga 20 tahun. "Obat ini mampu membuat anggota tubuh yang lumpuh menjadi bisa digerakkan kembali, namun gerakannya tidak terkontrol," kata Curt R. Freed kepada TEMPO. Maka para ahli berupaya melakukan transplantasi sel penghasil dopamine ini. Hasil penelitian dengan hewan dan manusia membuktikan, sel yang paling cocok ditransplantasikan berasal dari janin berusia 45 hingga 55 hari. Janin tersebut biasanya diperoleh dari para orang tua yang tidak menghendaki kehadiran bayinya, alias bayi-bayi aborsi. Caranya yaitu lapisan sel otak penghasil dopamine janin tersebut dipotong-potong dalam ukuran 2 x 4 x 1 milimeter. Kemudian sel tersebut dicuci dengan larutan steril bebas bakteri, bebas kalsium dan magnesium pada suhu 10 derajat Celsius. Janin dari ibu yang berpenyakit menular atau penyakit menurun, Herpes misalnya, tidak akan dipakai. Kemudian lapisan sel tersebut dicacah lagi seperti rambut, berdiameter 200 mikron. Setelah semua bahan siap, sel otak dari janin tersebut disuntikkan ke otak penderita Parkinson, yaitu pada bagian sel penghasil dopamine yang sedang sakit tadi. Penelitian Freed dan kawan-kawannya ternyata membuktikan bahwa di lingkungan barunya itu sel transplantasi tersebut menjadi benih yang tumbuh, yakni menghasilkan dopamine sesuai dengan kebutuhan. Dan sel yang ditransplantasikan itu mampu menggantikan sel asli yang sudah mati. "Jadi bukannya sel yang sakit itu sehat lagi," ujar Freed. Karena sel itu berasal dari janin, sel tadi belum berkembang secara optimum, sampai sel transplantasi tersebut tumbuh menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya itu. Termasuk mampu menyesuaikan diri untuk memproduksi dopamine yang dibutuhkan induknya yang baru itu. Freed menduga kemampuan mengontrol produksi sesuai dengan kebutuhan ini, yang menyebabkan penerima transplantasi semakin baik mengontrol gerak anggota tubuh yang semula sudah lumpuh. "Karena itu, semakin lama usia transplantasi, kondisi pasien semakin membaik. Hal ini sesuai dengan produksi dopamine dari sel yang ditransplantasikan," tambah Freed lagi. Misalnya, setelah 40 bulan transplantasi jauh lebih baik daripada 15 bulan setelah transplantasi. Pengakuan Freed, penelitiannya itu adalah yang pertama di dunia. "Di tempat lain juga sudah dicoba, tetapi belum ada hasilnya seperti yang telah kami buktikan," katanya. Akan halnya ada dua pasien yang gagal dalam penelitian ini, menurut Freed, karena penyakit mereka itu memang agak berbeda. "Dua penderita ini juga tidak sensitif terhadap obat Levodopa," katanya. Parkinson yang diderita dua orang tadi diduga bukan hanya karena kerusakan pada sel otak penghasil dopamine, melainkan juga ada kerusakan lain di bagian sel otaknya. Walaupun begitu dua pasien yang diteliti tersebut mengakui ada kemajuan dibandingkan dengan sebelum transplantasi. Kini Freed bersama timnya sedang melakukan transplantasi lagi pada 12 pasien baru. Ia berharap penelitiannya ini memberikan hasil yang lebih baik lagi. "Soalnya, sekitar satu persen penduduk di Amerika menderita Parkinson, terutama pada orang tua," katanya. Tetapi pemerintah AS melarang membiayai penelitian yang memanfaatkan janin hasil abortus. Sikap ini muncul karena adanya tekanan politik dari mereka yang mengkhawatirkan teknik ini akan meningkatkan kegiatan aborsi yang dianggapnya sebagai dosa besar. Tapi Presiden Clinton berjanji, dalam kampanyenya, akan mencabut larangan itu. Bila itu segera terwujud, Freed dan kawan-kawannya akan lebih mudah lagi melakukan penelitiannya. Gatot Triyanto (Jakarta) dan Bambang Harymurti (Washington)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus