PERAMPOKAN-perampokan terhadap nasabah bank yang membawa uang
kontan masih kerap terjadi--dan cukup memusingkan polisi.
Lebih-lebih lagi karena himbauan polisi agar masyarakat memakai
jasa pengawalan polisi bila mengambil uang di bank, agaknya
tidak diacuhkan. "Sampai saat ini belum ada nasabah yang meminta
pengawalan polisi Kodak Metro Jaya," kata Letkol. Z. Bazar,
Kepala Dinas Penerangan Kodak Metro Jaya.
Padahal dari berapa kali perampokan diketahui penyebabnya.
"Selain masyarakat malas meminta pengawalan, juga karena kurang
pengamanan bank, dan petugas Satpam bank tidak teliti," ujar
Bazar.
Tahun lalu, Kodak Metro Jaya memang telah menatar petugas Satpam
bank yang ada di Jakarta. Dengan penataran itu diharapkan setiap
orang yang keluar masuk suatu bank dapat diawasi lebih teliti.
Terutama pengawasan terhadap tamu bank yang nongkrong
berlama-lama, tanpa tujuan yang jelas. Satpam bank juga diminta
agar waspada terhadap pengendara sepeda motor atau mobil yang
menghidupkan mesinnya di depan bank. Namun yang paling penting
menurut Bazar, adalah pengawalan polisi terhadap orang-orang
yang mau mengambil uang dari bank.
Selain polisi, sebenarnya beberapa badan swasta juga menawarkan
jasa pengawalan. Salah satu di antaranya, adalah Prems, sebuah
organisasi yang menghimpun bekas narapidana yang "sadar". Selain
menawarkan petugaspetugas pengaman, Prems juga menawarkan jasa
pengawalan. "Saya sering mengawal orang mengambil uang di bank,
tanpa senjata, "ujar Leo Bardo, Ketua Bidang Penertiban Prems.
Istimewanya, badan swasta ini menjamin tidak akan dirampok bila
dikawal anggota Prems. Sebab, katanya, para penjahat umumnya
sudah mengenal tokoh-tokoh Prems. "Mereka bukannya takut, tapi
mungkin sungkan," ujar Leo. Untuk jasa pengamanan itu, Prems
tidak memasang tarif. "Terserah kepada yang memberi," tambah Leo
Bardo.
"Tidak semua orang merasa perlu meminta pengawalan, walau pernah
kena rampok. "Kalau mengambil uang tidak begitu banyak, malah
bikin repot bila harus dikawal segala", kata Liu U. Min, pemilik
Toko "Manis", Bandung. Alasannya, untuk minta pengawalan tentu
saja harus melapor lebih dulu. Selain itu, harus menyediakan
kendaraan untuk antar jemput. Dan, "sebagai orang Timur, tentu
saja kita harus mengeluarkan uang ekstra, minimal untuk rokok
polisi," kata Liu U. Min lagi.
Adiknya, Liu Lie Min, pernah diran,pok ketika membawa uang Rp
2,5 juta dari bank dengan sepeda motor, Desember lalu. "Lebih
baik mengambil uang sendiri saja, asal pengamanan di bank lebih
ditingkatkan," saran Liu U. Min. Menurut dia umumnya perampok
sudah mengincar korbannya semenjak kasir bank menyerahkan uang
kepada nasabah.
Mudah.
Tapi apakah memang perlu pengawalan -- oleh polisi atau
badan-badan swasta? Melihat perampokan yang semakin meningkat
akhir-akhir ini, polisi belum bisa berbuat banyak, pengawalan
agaknya memang penting sebagai "langkah darurat"
Sekurang-kurangnya perusahaan-perusahaan yang pernah dirampok,
tidak melihat jalan lain, kecuali menerima tawaran pengawalan
dari polisi.
Misalnya, pengalaman Rusli Tjahjadidari PT Alas Kusuma, di Jalan
Balikpapan, Jakarta Pusat. Pada mulanya ia selalu merasa aman
mengambil uang dari bank, tanpa perlu pengawalan polisi. Tetapi
Oktober yang lalu, nasib buruk menimpanya. Ia dihadang kawanan
perampok bersenjata api di depan kantornya, sekembali mengambil
uang Rp 10 juta dari BNI 46, Jakarta Kota. Tanpa bisa berbuat
banyak, Rusli terpaksa menyerahkan uang itu kepada perampok.
Nasib Rusli ternyata masih lebih baik. Dua bulan kemudian,
Denly, Kasir PT Berca di Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta,
tewas ditembak perampok. Hari itu, Denly baru saja mengambil
uang Rp 13 juta dari Bank Bumi Daya, Kali Besar Selatan, bersama
sopir perusahaan. Seperti juga pengalaman Rusli, penjahat
mengikuti Denly sampai ke kantor korban.
Perasaan aman juga yang membuat korban-korban perampokan di
berbagai daerah merasa tidak perlu meminta pengawalan polisi. Di
Yogyakarta, korban pertama yang jatuh adalah Wahono, sopir PT
Margorejo. Ia tewas akibat peluru penjahat di depan kantornya,
selesai mengambil uang di BNI 46 kota itu, bersama Kepala
Keuangan Perusahaan, Hernowo tahun 1979 yang lalu.
Hernowo sendiri menderita luka-luka terkena peluru ketika
mempertahankan uang perusahaan, Rp 10 juta. "Ketika itu tidak
ada pikiran untuk minta pengawalan, sebab kota Yogya terkenal
aman dan tenteram," ujar Hernowo.
Setelah terbukti Yogya tidak aman lagi, nasabah bank masih
enggan meminta pengawalan polisi. Contohnya, Habib Pramuharjono,
pengusaha batik Asmara, yang tewas Juli tahun lalu, di depan
Bapindo Yogyakarta. Ketika itu Habib hendak menyetorkan uang Rp
8 juta ke Bapindo. "Bapak seorang pejuang dan berjiwa militer,
karena itu tidak terpikirkan meminta pengawalan polisi," ujar
janda Habib, Nyony Rukayah.
Tidak Bayar
Pengalaman pahit serupa itu tentu membuat kapok para bekas
korban. Karena itu Rusli Tjahjadi misalnya kini selalu meminta
pengawalan polisi setiap kali hendak mengambil atau menyetorkan
uang ke bank. Menurut Rusli prosedur pengawalan polisi cukup
mudah. "Setelah kami telepon, petugas itu kami jemput tanpa
membayar," ujar Rusli. Hal ini dibenarkan Ibnu Nasution dari PT
Berca. "Selain minta pengawalan mengambil uang, kami juga
merekrut dua orang tenaga polisi setiap hari untuk pengamanan di
perusahaan," kata Ibnu.
Sumantri berpendapat sebaliknya. Pagawai PT Mayorindo Surabaya
yang ditembak perampok untuk merebut belasan juta uang yang baru
diambilnya dari bank Oktober 1981, tetap merasa enggan
menggunakan jasa pengawalan polisi. "Minta pengawalan polisi itu
tidak praktis," kata Sumantri. Ia tak menyebutkan alasan. Tapi,
tambahnya, "jika sudah terbiasa dikawal, akan menimbulkan
perasaan tidak aman bila suatu ketika tanpa pengawalan."
Seruan pihak kepolisian Surabaya agar menggunakan pengawalan
tampaknya memang tak begitu berhasil. Meskipun seruan itu
dipasang juga di bank-bank, "sehari rata-rata hanya ada tiga
permintaan pengawalan -- kadang-kadang juga tak ada sama sekali
dalam waktu satu hari," ungkap Dan Sabhara Kowiltabes 101
Surabaya, Maypol. Miswan.
Pihak Satpam Bank di Surabaya agaknya juga tak dapat berbuat
banyak. Dari 9 peristiwa perampokan terhadap nasabah bank di
kota itu sepanjang tahun lalu, semua berlangsung di luar bank.
"Padahal tugas kami hanya mengamankan nasabah di sekitar bank,"
kata seorang anggota Satpam Bank di bilangan Jembang Jepun,
Surabaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini