AKHIRNYA Syamsidi alias Kancil, 23 tahun, datang lagi melapor
ke kantor polisi - biasanya ia melapor ke Koramil Ngaglik,
tempat ia dan sekitar 379 orang yang dikategorikan gali
diwajibkan lapor. Bisa diduga, itu sehubungan dengan ramainya
pemberitaan tentang penembakan atas dirinya oleh seorang oknum
polisi di Pakem bulan lalu Lewat LBH Yogyakarta, Kancii dan
kakaknya, Ripman, yang kebetulan kepala dukuh Candidukuh,
mengatakan akan menuntut polisi karena menganggap penembakan itu
sewenang-wenang.
Kasus ini, karena begitu gencar diberitakan, tak ayal menarik
perhatian Kepala Daerah Kepolisian Jawa Tengah Mayjen Pol.
J.F.R. Montolalu. Adalah Montolalu sendiri yang memerintahkan
anak buahnya segera mengusut kasus itu. "Oknum Polri yang
terbukti menimbulkan citra buruk di masyarakat akan ditindak
tegas," katanya lewat perwira penerangannya. Penegasan ini pula
yang meringankan langkah Kancil untuk datang ke kantor polisi
Sleman.
Berjalan tertatih-tatih dan sesekali memegang perutnya yang
ditembus peluru, hari itu, selama 4« jam ia membeberkan semua
peristiwa yang dialaminya kepada provost Komando Resort Sleman.
Ia tak didampingi penasihat hukumnya dari LBH. "Tak sempat,
karena panggilan datang Kamis sore, " kata Ripman kepada TEMPO.
Apa yang sebenarnya terjadi belum jelas benar. Versi polisi
menyebut "Kancil adalah seorang dari 3 pentolan gali, yang
beberapa kali melakukan kejahatan di Muntilan dan Magelang."
Komandan Kepolisian Sleman Letkol Pol. Pawoko Tri mengatakan,
polisi menyimpan 4 laporan penduduk Pakem yang dirugikan Kancil.
"Kejahatan yang tidak dilaporkan jauh lebih banyak," kata
Pawoko. Karena itulah, polisi mewajibkan Kancil lapor setiap
minggu ke Koramil ketika operasi pemberantasan kejahatan
dilancarkan di daerah itu Maret lalu.
Belakangan, sudah tiga minggu Kancil tak datang melapor. Pawoko
pun kemudian memerintahkan anak buahnya, Kopral Dua Subarjono,
26 tahun, menangkap Kancil. Apalagi, tutur Pawoko "diterima
laporan bahwa ia memeras." Pertengahan September malam, setelah
lebih dari seminggu mencari, Subarjono berpapasan dengan Kancil
yang sedang naik sepeda motor berboncengan dengan Sumanto. "Saya
gertak supaya berhenti, tapi ia lari. Terpaksa saya tembak,
setelah lebih dulu saya lepas tembakan peringatan 3 kali," tutur
Subarjono kepada TEMPO.
Dia memang tak menjelaskan kenapa setelah itu tak langsung
membawa korban ke rumah sakit. Tampak tenang, polisi yang
mengaku baru sekah itu menarik picu - setelah 4 tahun memegang
pistol - hanya sedikit menyesal, karena tembakannya tak tepat
mengenai sasaran: "Maksudnya menembak kaki, eh, yang kena
perut," ujarnya.
Semua penjelasan Pawoko dan Tri itu dibantah Kancil. Pemuda
bertubuh hitam itu secara pasti tak paham mengapa Subarjono,
"yang saya kenal," itu menembaknya. Jelas-jelas, menurut Kancil,
Subarjono yang ketika berpapasan mengenakan kedok "langsung
menembak" kepalanya. "Dari sorot lampur motor saya lihat semua.
Dua kali tembakan meleset, saya pura-pura jatuh, baru yang
ketiga yang kena," katanya.
Peluru yang ketiga itulah yang merobek ginjal Kancil. Pemuda
lulusan SMP itu dapat diselamatkan para dokter di RS Panti
Rapih.
Yogya, lewat operasi pemotongan ginjal. Harus membayar biaya
pengobatan lebih Rp 500.000 membuat keluarga Kancil penasaran.
Begitu Kancil keluar dari rumah sakit, mereka langsung
membeberkan kasus penembakan itu, seraya minta keadilan. Jawaban
polisi, yang kukuh menuduh Kancil sebagai "gali dan residivis",
membuat mereka berang dan bersikeras menuduh ada motif
pembunuhan dalam perkara itu.
Apalagi, Kancil sendiri mengaku, dia dan Subarjono memang
sama-sama menyenangi seorang mahasiswi yang tinggal di belakang
kantor polisi Pakem: Valentina Sulistyowati yang berusia 23
tahun. Bahkan, menurut Kancil, dalam persaingan merebut hati
Valentina, kepalanya pernah "bocor" kena sangkur Subarjono.
"Tapi, saya pernah bilang sama Subarjono, saya sudah
mengundurkan diri," ucapnya pelan sambil memandang langit-langit
rumahnya.
Subarjono sendiri sejak peristiwa itu tak lagi tampak di
kantornya. Namun, dari belakang kantornya, Valentina
Sulistyowati, gadis hitam manis itu, menjelaskan bahwa
hubungannya dengan kedua pria itu tak lebih "hanya kenalan biasa
- tidak ada hubunan cinta." Dia sekarang rikuh keluar rumah
karena banyak orang mengaitkan peristiwa penembakan itu akibat
"cinta segitiga".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini