Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Jejak Herman di Gudang Sembako

Herman Hery dan Ihsan Yunus, dua politikus PDI Perjuangan, sudah lama disebut dalam kasus korupsi bantuan sosial Covid-19. Ada jejaknya di gudang Kelapa Gading.

 

27 November 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPK tak kunjung meminta BPKP mengaudit kerugian negara dalam korupsi paket bantuan sosial Covid-19.

  • Penyelidik diminta mencari saksi kunci yang pernah menyerahkan uang komisi proyek paket bansos.

  • Seperti apa peran Herman Hery dan Ihsan Yunus, dua politikus PDI Perjuangan?

PENYIDIKAN korupsi paket bantuan sosial Covid-19 tepat setahun berjalan pada awal Desember 2021. Empat pejabat, termasuk Menteri Sosial Juliari Batubara, sudah mendekam di penjara karena terbukti menerima suap Rp 32,5 miliar. Namun Komisi Pemberantasan Korupsi belum mengembangkannya ke tokoh lain, meski dua politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Herman Hery dan Ihsan Yunus, santer disebut terlibat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di awal penyelidikan, komisioner KPK berjanji mengungkap semua aktor yang menggangsir proyek senilai Rp 6,8 triliun itu. Nyatanya, penyidikannya jalan di tempat, bahkan KPK tak kunjung meminta masukan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung nilai kerugian negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengakui penyelidikan lanjutan kasus paket bantuan sosial yang mengarah kepada Herman Hery dan Ihsan Yunus masih jalan di tempat. “Kami belum meminta penghitungan kerugian negara terkait dengan penyelidikan HH dan IY,” tutur Alexander, menyebut inisial keduanya pada Kamis, 25 November lalu. “Kami akan minta setelah perkaranya naik penyidikan.” 

Anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan, Ihsan Yunus, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 21 Juni 2021/TEMPO/Imam Sukamto

Alexander beralasan BPKP tak akan menghitung kerugian negara sebuah perkara korupsi jika pengusutannya masih dalam tahap penyelidikan. Artinya, belum ada tersangka. Ia mengklaim lembaganya sudah mengantongi audit BPKP terdahulu, yakni program pengawalan belanja penanggulangan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Menurut Alexander, BPKP menemukan ada selisih harga antara yang diajukan perusahaan penyedia paket bantuan sosial dan dana yang dibayarkan Kementerian Sosial. “Kalau sudah dibayar, perusahaan harus mengembalikan selisih pembayaran itu ke negara,” katanya. Namun audit BPKP tersebut hanya mencakup pelaksanaan pemberian paket bantuan sosial kepada masyarakat, bukan pengadaannya. Sementara itu, Herman dan Ihsan diduga terlibat dalam tahap pengadaan paket bantuan sosial ini.

Dugaan keterlibatan Herman Hery dan Ihsan Yunus terungkap saat tim KPK menggelar operasi tangkap tangan pejabat pembuat komitmen Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono pada 4 Desember 2020. Keduanya sedang bertemu dengan dua pejabat dari perusahaan penyedia bantuan. Di situ, dua pejabat itu diduga sedang menerima suap atas imbalan memberikan kuota paket bantuan penanggulangan Covid-19 di Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi.

Menurut temuan KPK, kedua pejabat Kementerian Sosial itu mengutip Rp 10 ribu per paket. Jumlah paket bantuan sebanyak 1,5 juta. Uang kutipan itu lalu mengalir kepada Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Wakil Bendahara PDI Perjuangan. Pada 24 Agustus lalu, hakim memvonis Juliari 12 tahun penjara denda Rp 500 juta serta menyediakan uang pengganti Rp 14,5 miliar karena terbukti menerima suap Rp 32,5 miliar. 

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (kanan) dan Deputi Bidang Penindakan KPK, Karyoto di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 24 Agustus 2021/TEMPO/Imam Sukamto

Dua orang perusahaan penyedia paket bantuan itu adalah Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Sidabuke. Mereka sedang menghadapi sidang vonis dengan tuduhan pemberian suap kepada Joko dan Adi.

Selain menerima suap dan menyunat harga paket bantuan sosial Covid-19, menurut hakim, Juliari menunjuk secara langsung sejumlah perusahaan dalam pengadaan bantuan sosial. Padahal, menurut para hakim, perusahaan-perusahaan ini tak memenuhi kualifikasi sebagai perusahaan penyedia paket bantuan sosial. 

Majelis hakim bahkan terang-terangan meragukan perusahaan Herman Hery, Grup Dwimukti Graha Elektrindo, sebagai salah satu kontraktor paket bantuan sosial. “Sebab, Dwimukti Group merupakan perusahaan yang bergerak di bidang elektronik,” kata Joko Subagyo, anggota hakim pengadil Juliari, saat membacakan putusan.

Selain PT Dwimukti, ada PT Anomali Lumbung Artha dan empat perusahaan lain yang tercatat menjadi kontraktor pengadaan paket bantuan sosial. Mereka terafiliasi ke Grup Dwimukti Graha Elektrindo. Proyek yang mereka kerjakan senilai Rp 2,1 triliun dan terdiri atas 7,6 juta paket bantuan sosial Covid-19.

Infografis

Seorang sumber yang berada dalam pusaran korupsi itu mengatakan perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Herman Hery membeli bahan bantuan sosial dengan keuntungan tinggi karena harganya melalui empat lapis perusahaan. Padahal perusahaan yang ditunjuk bisa langsung membeli bahan bantuan kepada perusahaan pemasok secara langsung. “Akibatnya, keuntungan perusahaan penyedia mencapai Rp 300 miliar,” ucap sumber ini. “Jumlah itu belum seluruhnya.” 

Ketika bersaksi untuk Juliari pada 14 Juni lalu, mantan direktur PT Dwimukti Graha Elektrindo, Ivo Wongkaren, mengakui bahwa pengurus perusahaan-perusahaan penyedia paket bantuan itu adalah anak, istri, dan saudara Herman Hery. Saat perusahaan mendistribusikan paket bantuan itu pada April-November 2020, Ivo mengaku sudah tak lagi menjabat direktur.

Ivo mengaku menjadi direktur di perusahaan Herman Hery yang lain, yakni PT Anomali Lumbung Artha. “Saya tidak menjadi pengurus di PT Dwimukti saat bantuan sosial, tapi saya direktur di salah satu perusahaan beliau. Saya yang bawa usul ini ke PT Dwimukti grup untuk membiayai PT Anomali,” ujar Ivo. 

PT Anomali Lumbung Artha memperoleh kuota proyek bantuan sosial sebanyak 1.506.900 paket. Aslinya, Ivo mengakui, PT Anomali Lumbung Artha merupakan perusahaan elektronik sehingga tidak memiliki pengalaman menyediakan bahan pokok.

Afiliasi PT Anomali Lumbung Artha lain adalah PT Famindo Meta Komunika, yang mendapat kuota menyalurkan bantuan 1,23 juta paket, dan PT Junatama Foodia Kreasindo dengan 1,61 juta paket. Ada lagi PT Tara Optima Primago yang memperoleh kuota 250 ribu paket.

Dalam persidangan juga terungkap bahwa Ivo Wongkaren dan Herman Hery pernah mengajukan keberatan kepada Kementerian Sosial karena jatah kuota PT Anomali Lumbung Artha sempat akan diturunkan.

Pengurangan kuota paket bantuan juga pernah hendak diterapkan kepada PT Mandala Hamonangan Sude. Ini perusahaan yang menyeret Ihsan Yunus, kolega Herman Hery dan Juliari Batubara di PDI Perjuangan. Adalah Matheus Joko, sebagai pejabat pembuat komitmen, yang hendak memotong kuota perusahaan ini menjadi 100 ribu paket.

Joko mengaku didatangi oleh Agustri Yogasmara yang memprotes rencana pemotongan kuota itu. Agustri tak lain orang suruhan Ihsan. Melalui Agustri, Ihsan Yunus menyalurkan 4,5 juta paket senilai Rp 1,2 triliun. Namun mereka tak langsung menyalurkan paket bantuan, melainkan mendistribusikannya kepada perusahaan lain.

KPK sebenarnya tak sulit menelusuri jejak “kerja sama” Juliari dan Ihsan Yunus. Saat awal Covid-19 masuk ke Indonesia pada Maret 2020, Juliari sudah melibatkannya. Kala itu, Ihsan masih menjabat Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat yang bermitra dengan Kementerian Sosial.

Dia mendapat jatah paket pengadaan alat pelindung diri, cairan pembersih tangan (hand sanitizer), masker, vitamin, dan madu. Nilai kontraknya lebih dari Rp 50 miliar. Ihsan diduga juga mengerjakan paket pekerjaan program sembilan bahan pokok “Kemensos Hadir” dengan harga per paket Rp 200 ribu.

Saat bersaksi dalam persidangan Juliari pada 21 Juni lalu, Ihsan mengklaim tak tahu paket bantuan sosial yang disebut disalurkan melalui Agustri Yogasmara. “Tidak tahu,” ujar Ihsan, singkat.

Segendang-sepenarian dengan Ihsan, Herman Hery juga mengatakan tak ikut campur dalam penyaluran paket bantuan sosial oleh PT Dwimukti Graha Elektrindo dan perusahaan afiliasi lain. Politikus asal Nusa Tenggara Timur itu mengklaim perusahaan tersebut diurus istrinya, Vonny Kristiani, dan anaknya, Stevano Rizki Adranicus. “Kalau orang mau menarik-narik saya, apa salah saya?” tutur Herman.

Ia juga menepis tudingan menitipkan perusahaannya kepada Juliari hingga kerap menerima proyek Kementerian Sosial. “Itu hanya isapan jempol. Harus ditanya dari mana datanya,” ujarnya.

Penyidik KPK sudah memanggil Herman Hery untuk mengkonfirmasi semua cerita itu pada April lalu. Kepada penyidik, dia juga menampik tudingan cawe-cawe mengatur penyaluran bantuan sosial di Kementerian Sosial.

Pengacara Juliari, Yanuar Wasesa, mengatakan kliennya tak pernah bercerita ihwal keterlibatan Herman Hery dan Ihsan Yunus dalam penyaluran paket bantuan sosial Covid-19. “Apalagi setelah putusan saya tidak lagi menjadi pengacara Pak Juliari,” katanya. “Jadi tidak bisa mewakili Pak Juliari memberikan tanggapan.”

Rupanya penyelidikan korupsi bantuan sosial jalan terus. Ada info bahwa sejumlah penyidik KPK menggeledah semua kantor unit bisnis politikus Herman Hery Adranicus pada Selasa, 23 November lalu. Mereka mendatangi salah satu kantor Herman di Panin Tower, kawasan Senayan, Jakarta Pusat, sekitar pukul 14.00. “Info yang beredar begitu, tapi saya tidak tahu kebenarannya,” ucap Yanuar Wasesa pada Sabtu, 27 November lalu.

Seorang petugas mengkonfirmasi penggeledahan itu. Menurut dia, penyidik KPK dari bagian penindakan tengah memburu seseorang yang diduga menjadi perantara penyerahan uang komisi alias kickback paket bantuan sosial Covid-19 yang dikerjakan perusahaan Herman Hery.

Para penyidik, kata sumber ini, tak menemukan sang perantara di sana. Para pegawai kantor yang didatangi KPK buang badan. Mereka mengaku tak mengetahui keberadaan saksi kunci tersebut. 

Alexander Marwata mengkonfirmasi anak buahnya telah menggeledah kantor Herman Hery serta Ihsan Yunus untuk menebalkan bukti-bukti yang telah dikantongi timnya, tapi menolak menjelaskan penggeledahan pada Selasa, 23 November lalu. “Masih dalam penyelidikan,” ujarnya.

Deputi Penindakan KPK Inspektur Jenderal Karyoto juga tak berkomentar ihwal perkembangan penyelidikan korupsi bantuan sosial yang melibatkan Herman Hery dan Ihsan Yunus. Menurut seorang penegak hukum, Karyoto meminta bukti berubah dari kerugian negara menjadi perantara suap.

Hingga Sabtu, 27 November lalu, Herman Hery tak merespons permintaan wawancara Tempo. Ia hanya membaca pesan yang dikirim ke akun WhatsApp-nya. Surat konfirmasi juga sudah dikirim ke rumahnya di Pondok Indah, Jakarta Selatan, dan ke DPR, tapi tak berbalas. 

Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono (kanan atas), mengikuti sidang pembacaan surat  tuntutan secara daring di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 13 Agustus 2021/TEMPO/Imam Sukamto

Selepas diperiksa KPK pada akhir April lalu, Herman mengatakan ia hadir di Gedung Merah Putih untuk mengklarifikasi kasus bantuan sosial yang mengaitkan namanya. Dia mengaku tak bisa meminta jatah proyek bantuan sosial, apalagi menekan koleganya di PDI Perjuangan, Juliari Batubara, untuk mendapatkan proyek itu.

“Sebagai orang Komisi Hukum, saya katakan kepada Juliari bahwa Presiden sudah ngamuk banget dalam penanganan Covid-19,” katanya. “Dia hanya tanya ke saya, kira-kira apa jalan keluarnya? Saya jawab jalan keluarnya percepat realisasi bantuan sosial itu.”

Herman Hery mengklaim sama sekali tak tahu ihwal proyek bantuan sosial Covid-19 mengurangi beban kemandekan ekonomi akibat pandemi. Namun sebuah foto pada 26 Mei lalu menunjukkan ia bersama anaknya, Stevano Rizki Adranicus dan Ivo Wongkaren, sedang meninjau gudang pengemasan paket bantuan bahan pokok PT Bhanda Ghara Reksa di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Di sana mereka berpose bersama Juliari Peter Batubara.

ROSSENO AJI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus