Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Surat Jalan Konsultan Trunojoyo

Interpol Indonesia menyediakan karpet merah untuk Joko Soegiarto Tjandra sehingga bisa leluasa keluar-masuk Indonesia. Kepala Badan Reserse Kriminal mengusut dugaan suap perwira yang terlibat.

18 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Joko S. Tjandra memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus pengucuran dana BLBI di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 18 Juli 2001. TEMPO/Amatoel Rayyani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tiga perwira tinggi Polri diduga terlibat menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari daftar red notice Interpol.

  • Seorang perwira memalsukan surat keterangan bebas Covid-19 Joko.

  • Polisi menelisik dugaan aliran dana untuk para perwira tersebut sebagai imbalan jasa menghapus red notice.

TANPA tanggal, surat pemberitahuan dari Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Kepolisian Republik Indonesia Brigadir Jenderal Nugroho S. Wibowo untuk Anna Boentaran itu bertarikh Mei 2020. Isinya menerangkan suami Anna, Joko Soegiarto Tjandra, tidak lagi tercatat sebagai “subyek red notice” di markas pusat Interpol (IPSG) di Lyon, Prancis. Pemberitahuan ini merespons permohonan pencabutan status buron Joko Tjandra, terpidana korupsi hak tagih Bank Bali, yang diajukan Anna pada 16 April 2020 atau 12 hari setelah Nugroho menjabat Sekretaris NCB Interpol.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di sini mulai tampak kejanggalan: seolah-olah mengetahui Anna akan mengirimkan surat permohonan pencabutan pada 16 April itu, dua hari sebelumnya Nugroho menyurati Kejaksaan Agung. Dalam surat tertanggal 14 April 2020 itu, Nugroho menyampaikan Interpol pusat di Lyon akan meninjau ulang daftar red notice, permintaan untuk menangkap buron, yang tercatat dalam sistem mereka. Red notice akan dihapus secara otomatis jika tidak ada permintaan perpanjangan dari negara anggota Interpol yang mengajukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nugroho meminta konfirmasi Kejaksaan Agung, sebagai eksekutor putusan hak tagih Bank Bali, apakah nama Joko masih perlu masuk daftar red notice. Sehari sebelum tenggat pada 22 April, Kejaksaan menjawab bahwa nama Joko masih perlu tercatat dalam daftar itu karena mereka belum bisa menangkap pria yang menjadi buron selama 11 tahun tersebut.

Toh, surat itu formalitas belaka. Tanpa menghiraukan jawaban Kejaksaan, Nugroho menyurati Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ihwal penghapusan nama Joko dari red notice pada 5 Mei lalu. Dalam surat tersebut, ia menyampaikan bahwa red notice Joko telah terhapus dari basis data Interpol pada 2014 karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan. Berdasarkan pemberitahuan dari Nugroho itu, Imigrasi langsung menghapus nama Joko dari daftar orang yang ditangkal keluar-masuk Indonesia. “NCB menyatakan akan menutup sistemnya,” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly.

Surat Sekretaris NCB Interpol Brigadir Jenderal Nugroho Wibowo untuk Kejaksaan Agung. Istimewa

Setelah namanya tak ada lagi dalam daftar buron Interpol, Joko mengajukan permohonan peninjauan kembali kasus hak tagih Bank Bali yang menjeratnya. Ia sendiri yang datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni lalu untuk mendaftarkan perkara setelah mendapatkan kartu tanda penduduk di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan. Joko menggugat putusan Mahkamah Agung pada 2009 yang menghukumnya dua tahun penjara dan menyatakan duit Joko di Bank Bali senilai Rp 546,1 miliar dirampas negara. Sebelas tahun lalu, Joko kabur ke luar negeri sehari sebelum putusan itu keluar.

Putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan Kejaksaan Agung itu tak disertakan Anna Boentaran ketika dia menyurati kantor pusat Interpol di Lyon. Surat ini dilayangkan Anna sebelum mengirimkan permohonan pencabutan red notice ke Interpol Indonesia, yang kemudian dibalas Nugroho. Dalam suratnya ke Interpol pusat, Anna hanya melampirkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan kasasi Mahkamah Agung pada tahun 2000 yang menyatakan Joko bebas dalam perkara hak tagih Bank Bali. “Atas permohonan Anna, kantor pusat Interpol di Lyon mengkonfirmasi ke NCB Indonesia,” ujar seorang penegak hukum. Selain surat permohonan yang diajukan Anna, keterangan dari Interpol pusat inilah yang dipakai Nugroho ketika menyurati Kejaksaan Agung.

Atas hilangnya nama Joko dari daftar buron Interpol, Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim untuk mengusutnya. “Terkait dengan seluruh rangkaian kasus ini, maka akan kami tindaklanjuti dengan proses pidana,” kata Sigit, Kamis, 16 Juli lalu. “Dari masalah pemalsuan surat, penggunaan surat, penyalahgunaan wewenang.”

Pemalsuan surat tersebut sehubungan dengan peran Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo. Pada 18 Juni, Prasetijo menerbitkan surat jalan untuk Joko buat bepergian dari Jakarta menuju Pontianak, Kalimantan Barat, dengan keterangan berangkat pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni. Joko disebut sebagai “konsultan Biro Korwas PPNS” dengan alamat di Jalan Trunojoyo 3, Jakarta Selatan—alamat Markas Besar Polri.

Tak hanya menerbitkan surat jalan, Prasetijo terlibat dalam menerbitkan surat bebas Covid-19 bagi Joko. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan Prasetijo awalnya memanggil dokter Kepolisian bernama Hambektanuhita ke ruangannya. “Di sana sudah ada dua orang yang tidak dikenal oleh dokter ini dan kemudian dilakukan rapid test,” ujar Argo.

Saat hasilnya keluar, Prasetijo dan kedua orang ini meminta agar surat keterangan bebas Covid-19 dikeluarkan atas nama Joko Soegiarto. “Identitas dua orang tersebut masih dalam penelusuran,” kata Argo. Walhasil, berkat surat jalan dan surat bebas corona tersebut, Joko melenggang dari Jakarta ke Malaysia melalui Pontianak.

Prasetijo juga diduga aktif berkomunikasi dengan kuasa hukum Joko, Anita Kolopaking. Ia mengirimkan draf jawaban NCB Interpol atas permohonan penghapusan red notice yang diajukan Anna Boentaran kepada Anita. Prasetijo paham seluk-beluk red notice karena dia pernah menjabat Kepala Biro Komunikasi, Radio, dan Data NCB Interpol Divisi Hubungan Internasional Polri pada 2018.

Salinan surat pemberitahuan pencabutan red notice Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra yang diteken Brigadir Jenderal Nugroho Wibowo untuk Anna Boentaran. Istimewa

Atas ulahnya tersebut, Prasetijo dicopot oleh Kepala Polri Jenderal Idham Azis dan ditaruh sebagai perwira tinggi pelayanan masyarakat untuk menjalani pemeriksaan. Prasetijo juga ditahan selama 14 hari. Kepala Bareskrim Listyo Sigit memimpin acara pencopotan rekan seangkatannya ini pada Kamis, 16 Juli lalu. Prasetijo tak hadir dengan alasan sakit.

Keesokannya, Idham mencopot Sekretaris NCB Interpol Brigadir Jenderal Nugroho Wibowo dan atasannya, Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte. Dimintai konfirmasi, Napoleon tak merespons panggilan dan pesan hingga Sabtu siang, 18 Juli lalu. Nugroho juga belum bisa ditemui. Pada Jumat, 17 Juli, dia disebut sedang menjalani pemeriksaan.

Listyo Sigit mengatakan akan mengusut tuntas perbuatan anak buahnya. “Termasuk aliran dana baik di Polri maupun yang terjadi di tempat lain,” ucapnya. “Ini peringatan bagi semua anggota. Bagi yang tidak sanggup, saya minta dari sekarang mundur.”

Dalam wawancara dengan Tempo pada Jumat, 10 Juli lalu, pengacara Joko Tjandra, Anita Kolopaking, mengaku mengetahui nama kliennya tak ada lagi dalam daftar red notice berdasarkan informasi dari kepolisian. “Saya sudah mengecek ke teman di Kepolisian dan benar Pak Joko bukan buron,” ujarnya. Dimintai konfirmasi lagi ihwal perannya dalam meloloskan Joko Tjandra keluar-masuk Indonesia, hingga Sabtu, 18 Juli lalu, ia belum merespons. Ia juga tak menjawab apakah ada imbalan kepada sejumlah polisi atas penghapusan red notice Joko.

LINDA TRIANITA, ANDITA RAHMA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus