Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Produksi Blok Mahakam terus merosot sejak pengalihan pengelolaan.
Keputusan lamban Pertamina di ladang tua.
Dua pengeboran sumur baru jadi penentu.
DWI Soetjipto punya ingatan tersendiri tentang Blok Mahakam, salah satu penghasil gas terbesar di Indonesia. Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) itu adalah Direktur Utama PT Pertamina (Persero) ketika pemerintah mengalihkan pengelolaan ladang gas di Kalimantan Timur tersebut dari tangan PT Total E&P Indonesie (Prancis).
Pertamina resmi mengelola Blok Mahakam sejak 1 Januari 2018. Namun penandatangannya sudah dilakukan pada Desember 2015 dengan masa transisi berlangsung pada 2017. “Saat masuk masa transisi pada 2017, saya sudah dipecat dari Pertamina,” kata Dwi lewat sambungan telepon, Kamis, 16 Juli lalu. “Jadi saya hanya kebagian penandatanganan kontrak.”
Transisi Blok Mahakam pada 2017 menjadi pelajaran penting SKK Migas, yang kini sedang menyiapkan transisi pengelolaan Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (Amerika Serikat) ke Pertamina. Keputusan mengalihkan pengelolaan 96 lapangan migas di Riau tersebut diputuskan pada akhir Juli 2018, tiga tahun sebelum kontrak Chevron habis Agustus tahun depan. “Persiapan Pertamina alih kelola Rokan itu di Agustus 2021 sudah jalan,” ujar Dwi.
SKK Migas tidak mau Rokan kelak menjadi Mahakam kedua, yang produksinya jeblok ketika berganti pengelola. Dwi, yang pernah menjadi bos Pertamina, tahu betul apa yang terjadi di Delta Sungai Mahakam tersebut. Penurunan produksi Blok Mahakam, menurut Dwi, adalah kombinasi dari usia blok yang sudah renta karena telah dieksploitasi sejak 1967, transisi yang alot, dan investasi Pertamina yang lambat. “Total sendiri berharap masih bisa ikut di Mahakam. Tapi kan kenyataannya tidak bisa,” ucapnya.
Dwi baru bisa agak tenang setelah dua tahun Pertamina di Mahakam. Tahun lalu, SKK Migas baru menyetujui program Optimasi Pengembangan Lapangan-lapangan PT Pertamina Hulu Indonesia, anak usaha Pertamina yang mengurus blok-blok terminasi alias habis kontrak seperti Mahakam.
Dalam program itu, Pertamina menargetkan pengeboran 257 sumur sepanjang 2020-2023. Kegiatan eksplorasi dua sumur baru akan digeber pada periode ini untuk menahan laju penurunan produksi Blok Mahakam. “Ini pertama kalinya persetujuan pengeboran langsung besar jumlahnya,” tutur Dwi.Dalam program OPLL itu, Pertamina menargetkan bisa mengebor 257 sumur sepanjang 2020-2023. Kegiatan eksplorasi dua sumur baru akan digeber pada periode ini untuk menahan laju penurunan produksi Blok Mahakam. “Ini pertama kali persetujuan pengeboran langsung besar jumlahnya,” ujar Dwi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo