Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tamsil dari Delta Mahakam

Pertamina menggenjot investasi di Blok Mahakam untuk menahan penurunan produksi. Berharap pada Lapangan Peciko dan Tunu.

18 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Lapangan Senipah, Peciko dan South Mahakam yang merupakan tempat pengolahan minyak dan gas bumi dari Blok Mahakam, Kutai Kartanegara, Rabu (27/12/2017)./ ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Produksi Blok Mahakam terus merosot sejak pengalihan pengelolaan.

  • Keputusan lamban Pertamina di ladang tua.

  • Dua pengeboran sumur baru jadi penentu.

DWI Soetjipto punya ingatan tersendiri tentang Blok Mahakam, salah satu penghasil gas terbesar di Indonesia. Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) itu adalah Direktur Utama PT Pertamina (Persero) ketika pemerintah mengalihkan pengelolaan ladang gas di Kalimantan Timur tersebut dari tangan PT Total E&P Indonesie (Prancis).

Pertamina resmi mengelola Blok Mahakam sejak 1 Januari 2018. Namun penandatangannya sudah dilakukan pada Desember 2015 dengan masa transisi berlangsung pada 2017. “Saat masuk masa transisi pada 2017, saya sudah dipecat dari Pertamina,” kata Dwi lewat sambungan telepon, Kamis, 16 Juli lalu. “Jadi saya hanya kebagian penandatanganan kontrak.”

Transisi Blok Mahakam pada 2017 menjadi pelajaran penting SKK Migas, yang kini sedang menyiapkan transisi pengelolaan Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (Amerika Serikat) ke Pertamina. Keputusan mengalihkan pengelolaan 96 lapangan migas di Riau tersebut diputuskan pada akhir Juli 2018, tiga tahun sebelum kontrak Chevron habis Agustus tahun depan. “Persiapan Pertamina alih kelola Rokan itu di Agustus 2021 sudah jalan,” ujar Dwi.

SKK Migas tidak mau Rokan kelak menjadi Mahakam kedua, yang produksinya jeblok ketika berganti pengelola. Dwi, yang pernah menjadi bos Pertamina, tahu betul apa yang terjadi di Delta Sungai Mahakam tersebut. Penurunan produksi Blok Mahakam, menurut Dwi, adalah kombinasi dari usia blok yang sudah renta karena telah dieksploitasi sejak 1967, transisi yang alot, dan investasi Pertamina yang lambat. “Total sendiri berharap masih bisa ikut di Mahakam. Tapi kan kenyataannya tidak bisa,” ucapnya.

Dwi baru bisa agak tenang setelah dua tahun Pertamina di Mahakam. Tahun lalu, SKK Migas baru menyetujui program Optimasi Pengembangan Lapangan-lapangan PT Pertamina Hulu Indonesia, anak usaha Pertamina yang mengurus blok-blok terminasi alias habis kontrak seperti Mahakam.

Dalam program itu, Pertamina menargetkan pengeboran 257 sumur sepanjang 2020-2023. Kegiatan eksplorasi dua sumur baru akan digeber pada periode ini untuk menahan laju penurunan produksi Blok Mahakam. “Ini pertama kalinya persetujuan pengeboran langsung besar jumlahnya,” tutur Dwi.Dalam program OPLL itu, Pertamina menargetkan bisa mengebor 257 sumur sepanjang 2020-2023. Kegiatan eksplorasi dua sumur baru akan digeber pada periode ini untuk menahan laju penurunan produksi Blok Mahakam. “Ini pertama kali persetujuan pengeboran langsung besar jumlahnya,” ujar Dwi.

Salah satu instalasi pengolahan gas dan kondensat lapangan minyak dan gas bumi South Mahakam di Senipah, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Antara/Yudhi Mahatma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Total sebetulnya sudah memperingatkan soal penurunan produksi Blok Mahakam sebelum Pertamina masuk pada 2018. Rencana kerja dan anggaran 2017 mencatat proyeksi produksi gas (inlet) dari Mahakam hanya 1.430 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Sedangkan hasil minyak dan kondensat diperkirakan 53 ribu barel per hari (BPH). Angka ini jauh di bawah rata-rata produksi Blok Mahakam setahun sebelumnya, yang masih 1.640 MMSCFD dan 64 ribu BPH.

President and General Manager Total E&P Indonesie Arividya Noviyanto saat itu mengatakan penurunan produksi terjadi secara alami karena Mahakam sudah uzur. Noviyanto juga menerangkan bahwa Total mengurangi investasinya pada 2017. Dia mengklaim penyebabnya bukan karena Total bakal hengkang, melainkan lantaran ada penyesuaian dengan harga minyak dunia yang kala itu sedang terjun hingga di bawah US$ 70 per barel. “Jadi drilling berkurang bukan karena transisi,” katanya.

Cuma, Pertamina dan SKK Migas sudah engah. Tidak ada operator migas yang akan jorjoran ketika tahu dirinya setahun lagi harus angkat kaki. Menurut Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman, Total masih mengebor 101 sumur pada 2015. Angkanya berkurang menjadi tinggal 44 sumur setahun kemudian. “Dan pada 2017 tinggal enam sumur,” ucapnya saat dihubungi pada Jumat, 17 Juli lalu.

Pada masa transisi tersebut, Pertamina sebetulnya mengebor 19 sumur di Mahakam. Namun itu tidak banyak menolong. Realisasi pengangkatan (lifting) gas dari Blok Mahakam pada 2017 itu hanya 1.286 MMSCFD. Pertamina makin disorot karena produksi Mahakam kian jeblok pada 2018. Dari target produksi minyak 48.271 BPH dan gas 1.110 MMSCFD, Pertamina hanya sanggup mengangkat minyak sebanyak 35.200 BPH dan gas sebesar 879 MMSCFD.

Pada tahun pertama itu, PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) juga hanya mengebor 58 sumur pengembangan dari target 69 sumur. Saat itu, PHM menganggarkan biaya investasi sebesar US$ 700 juta dan biaya operasi mencapai US$ 1,7 miliar. Pertamina berdalih penurunan produksi antara lain dipicu oleh luapan air di sumur-sumur lama dan tekanan penurunan yang signifikan. Gara-gara hal ini, sempat muncul wacana Pertamina menggandeng mitra untuk menyelamatkan produksi di Mahakam.

Namun, berdasarkan evaluasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan SKK Migas, masalahnya bukan sekadar urusan teknis. Ada perkara keputusan investasi Pertamina yang lambat.

Seorang pejabat tinggi di Kementerian BUMN mengungkapkan, alur persetujuan investasi dan belanja operasi di Pertamina rada panjang. Investasi untuk pengeboran sumur-sumur baru misalnya, usul dimulai dari manajer umum di blok setempat, lalu naik ke direksi anak perusahaan Pertamina yang menaunginya. Dalam kasus Mahakam, alur ini di bawah PT Pertamina Hulu Indonesia yang membawahkan PHM. Di sana belum selesai. Usul kudu diputuskan direksi PT Pertamina (Persero) sebagai induk. Ini pun mesti disaring dulu di manajer investasi kantor pusat Pertamina.

Pejabat lain di SKK Migas mengatakan, setelah usul investasi masuk ke meja direksi Pertamina pusat, rencana itu dibahas lagi. Namun kali ini sifatnya umum, menggunakan angka gelondongan, seperti membagi porsi investasi di sektor hulu, hilir, dan lainnya. Angka besar rencana investasi kelak diperas lagi untuk dibagi-bagikan ke unit yang lebih kecil, seperti PHM.

Fajriyah tidak membantah ataupun membenarkan soal mekanisme penentuan investasi di Pertamina. Namun, menurut dia, rencana investasi semua anak perusahaan diperlakukan sama. “Apabila sudah disetujui dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan, bisa dijalankan sendiri,” tuturnya.  

Panjangnya rantai birokrasi di Pertamina, terutama dari pengalaman keputusan investasi di Blok Mahakam, inilah yang turut mendorong Kementerian BUMN, di bawah kendali Menteri Erick Thohir, memecah struktur bisnis perusahaan pelat merah tersebut menjadi lima kelompok anak usaha, di antaranya subholding hulu (upstream) di bawah PT Pertamina Hulu Energi (PHE). Peran direktur hulu di Pertamina dilucuti, dipasrahkan ke Direktur Utama PHE, yang kini merangkap sebagai chief executive officer bisnis hulu. “Saya berharap ini bisa mengubah kebijakan investasi Pertamina supaya bisa lebih cepat,” kata Dwi Soetjipto.

Rig Maera beroperasi di Lapangan Tunu, Blok Mahakam, Kalimantan Timur, pada 2017. Antara/Indriantp Eko Suwarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua bulan sudah berlalu sejak Pertamina Hulu Mahakam mulai menajak PS-1X, sumur eksplorasi di struktur South Peciko, sebelah selatan Lapangan Peciko, lepas pantai Kalimantan Timur. Ini satu dari dua sumur yang dieksplorasi Pertamina agar bisa mempertahankan produksi migas dari Blok Mahakam. Menggunakan jackup rig Hakuryu 14, pengeboran itu ditargetkan bisa mencapai kedalaman 1.600-2.700 meter dari permukaan laut dan menemukan cadangan baru dalam tempo 90 hari terhitung sejak 21 Mei lalu.

Pertamina mulai memperbanyak pengeboran pengembangan di Blok Mahakam sejak tahun lalu. Target pengeboran 118 sumur pada tahun lalu bahkan terlewati menjadi 121 sumur. Ini rekor pengeboran tertinggi di Mahakam sejak 2012, ketika Total mengebor hingga 105 sumur.

Namun pengeboran masif pada 2019 tidak bisa berdampak langsung pada lifting di tahun yang sama. Ada juga sumur yang hasilnya tidak sesuai. Lifting minyak PHM sepanjang 2019 hanya 36.157 BPH, atau 71,1 persen dari target 50.400 BPH. Lifting gas juga cuma 711 MMSCFD dari semula ditargetkan 1.100 MMSCFD. “Tapi ini sudah berhasil menahan laju penurunan produksi jadi nol,” ucap Fajriyah.

Seperti dugaan SKK Migas, pengeboran masif Pertamina di Mahakam baru terlihat hasilnya tahun ini. Pada kuartal I 2020, lifting Mahakam mencapai 31.046 BPH, atau 103,1 persen dari target yang memang sudah diturunkan dan tidak lagi ambisius. Lifting gas dari Delta Mahakam juga mencapai 658 MMSCFD, atau 100,3 persen dari target. Produksi yang lebih besar di masa mendatang kini bergantung pada hasil eksplorasi Lapangan Peciko. Ada juga Tunu, satu lapangan lain yang akan dieksplorasi Pertamina tahun ini.

KHAIRUL ANAM, RETNO SULISTYOWATI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus