Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Setelah KPK Mencegah Yasonna Laoly ke Luar Negeri

Kesalahan data perlintasan Kementerian Hukum dan HAM membuat KPK kehilangan jejak Harun Masiku.

30 Desember 2024 | 12.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Hasto Yasonna Kasus Harun Masiku

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPK mencegah mantan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, bepergian ke luar negeri.

  • Saat menjabat menteri, Yasonna pernah menyampaikan data kepada KPK bahwa Harun belum kembali ke Indonesia.

  • Lantaran persoalan data Imigrasi itu, KPK kehilangan jejak Harun Masiku hingga kini.

SETELAH menetapkan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi membidik Yasonna H. Laoly. KPK meminta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mencegah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2014-2024 itu serta Hasto bepergian ke luar negeri berdasarkan Surat Keputusan Nomor 1757 yang terbit pada 24 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada hari yang sama, KPK menetapkan Hasto dan kader PDIP, Donny Tri Istiqomah, sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan; dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum, Agustiani Tio, senilai S$ 57.350 atau sekitar Rp 600 juta. Duit itu diberikan melalui staf Hasto, Saeful Bahri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suap ini ditujukan guna memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal. Jatah PAW itu seharusnya diperoleh Riezky Aprilia yang mendulang suara di bawah perolehan Nazarudin dalam Pemilihan Umum 2019. KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

Berbeda dengan Hasto yang sudah menyandang gelar tersangka, Yasonna dicegah dalam kapasitasnya sebagai saksi. Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengatakan alasan pencegahan Yasonna ke luar negeri adalah penyidik membutuhkan keterangan mantan Menkumham itu. "Semua pihak yang dicegah pergi ke luar negeri dibutuhkan keterangannya di dalam negeri," katanya ketika dimintai konfirmasi, Ahad, 29 Desember 2024.

Tessa menyebutkan tindakan yang dilakukan penyidik dalam mengambil keputusan sudah memiliki dasar hukum yang tepat, termasuk melarang Yasonna ke luar negeri. "Ada prosedurnya sebelum itu diajukan dan disetujui pimpinan KPK untuk melakukan pencegahan yang jelas," ujarnya.

Tessa mengatakan orang-orang yang dipanggil sebagai saksi oleh penyidik pasti memiliki korelasi dengan perkara yang sedang ditangani. Termasuk apabila ditemukan adanya indikasi keterlibatan, orang yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. "Semua pihak, bukan cuma yang disebut. Semua pihak yang bertanggung jawab tentu akan kami proses sesuai dengan aturan hukum," ucapnya.

Sebelum larangan ke luar negeri terbit, Yasonna, yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, pernah diperiksa KPK pada 18 Desember 2024. Pemeriksaan yang berlangsung di Gedung Merah Putih KPK itu bertujuan mencari data perlintasan Harun Masiku. "Tidak, tidak ada (pertanyaan soal keberadaan Harun Masiku)," kata Yasonna di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 18 Desember 2024, seperti dilansir dari Antara.

Yasonna menyatakan pertanyaan yang diajukan penyidik KPK dalam pemeriksaan terkait dengan kapasitasnya sebagai Menkumham. "Saya menyerahkan data tentang perlintasan Harun Masiku. Itu saja," ujarnya.

Saat KPK menggelar operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020, Direktorat Jenderal Imigrasi di bawah naungan Menkumham menyebutkan Harun berada di Singapura. Pernyataan itu bertolak belakang dengan temuan majalah Tempo serta pengakuan istri Harun yang mengungkapkan bahwa pria asal Toraja itu sudah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020. Fakta itu diperkuat oleh rekaman kamera pengawas (CCTV) di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. 

Harun Masiku terekam kamera pengawas (CCTV) di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 7 Januari 2024. Istimewa

Buntut persoalan tersebut, pada 28 Januari 2020, Yasonna mencopot Direktur Jenderal Imigrasi Ronny Sompie. Yasonna kala itu beralasan Ronny dicopot dari jabatannya agar tim independen yang dibentuk untuk menyelidiki kasus Harun dapat bekerja tanpa konflik kepentingan.

Ronny pun enggan memberikan komentar soal pencopotannya kala itu. Ia justru mengarahkan pertanyaan tersebut diajukan kepada Yasonna. "Sebaiknya melalui Bapak Menkumham saja, ya. Mohon maaf," ujar pensiunan perwira tinggi Kepolisian RI tersebut melalui pesan pendek.

Lantaran persoalan data Imigrasi itulah, KPK kehilangan jejak Harun hingga kini. Sebab, dalam operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020, Harun masuk radar KPK yang mengungkap posisinya di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat. Namun Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan Hasto diduga memerintahkan penjaga kantornya, Nurhasan, menjemput Harun serta menyuruh membuang telepon selulernya di kali di sekitar Cikini, Jakarta Pusat.

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat sesi wawancara dengan Tempo, di Jakarta, Maret 2024. TEMPO/Tony Hartawan

Setelah kehilangan jejak Harun karena ponselnya dibuang, tim Kedeputian Penindakan KPK mendapat informasi bahwa Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto bersembunyi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jalan Tirtayasa, Jakarta Selatan. Namun penyelidik dan penyidik lembaga antikorupsi yang hendak masuk ke PTIK untuk mencari Hasto dan Harun ketika itu malah diminta polisi menjalani tes narkoba. Keesokan harinya, penyidik KPK yang hendak menggeledah kantor PDIP di Jakarta Pusat juga dihalang-halangi. Hasto juga ditengarai memerintahkan pengawal pribadinya, Kusnadi, merendam ponselnya saat hendak diperiksa KPK pada 6 Juni 2024. 

Kaburnya Harun berimbas pada pengusutan kasus oleh KPK ketika itu yang hanya menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Wahyu Setiawan dan Agustina Tio ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Saeful Bahri dijerat sebagai pemberi suap. Wahyu, Tio, dan Saeful telah menjalani hukuman penjara. Wahyu divonis 6 tahun, Tio dihukum 4 tahun, dan Saeful dibui 1 tahun 8 bulan.


Bayang-bayang di Balik Jejak Harun Masiku

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan ada dua peran Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dalam kasus Harun Masiku yang berujung penetapan tersangka. Pertama, Hasto bersama-sama Harun sebagai pemberi suap. Kedua, Hasto sebagai aktor perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Selain menetapkan Hasto sebagai tersangka, KPK mencegah mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, bepergian ke luar negeri.

Hasto Kristiyanto

Yogyakarta, 7 Juli 1966

Jabatan: Sekretaris Jenderal PDIP

Status: Tersangka

Peran:

  • Menempatkan Harun Masiku di daerah pemilihan (dapil) 1 Sumatera Selatan, padahal dia berasal dari Toraja, Sulawesi Selatan.
  • Mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung pada 24 Juni 2019 untuk memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) Harun menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal.
  • Mengupayakan Riezky Aprilia, calon legislator yang seharusnya mendapat jatah PAW, mau mengundurkan diri untuk digantikan oleh Harun.
  • Memerintahkan Saeful Bahri menemui Riezky di Singapura dan memintanya mundur.
  • Menahan surat undangan pelantikan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat atas nama Riezky Aprilia dan memintanya mundur setelah pelantikan.
  • Bekerja sama dengan Harun, Saeful, dan Donny Tri Istiqomah melakukan upaya penyuapan kepada eks komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan; serta Agustiani Tio Fridelina.
  • Pada 31 Agustus 2019, Hasto menemui Wahyu meminta menjadikan Maria Lestari, dari dapil 1 Kalimantan Barat (Kalbar); dan Harun Masiku, dari dapil 1 Sumsel, sebagai anggota DPR. Namun hanya permintaan untuk Maria dari Kalbar yang berhasil.
  • Dalam proses perencanaan sampai penyerahan uang, Hasto mengatur dan mengendalikan Saeful serta Donny dalam memberikan suap kepada Wahyu.
  • Mengatur dan mengendalikan Donny untuk melobi Wahyu agar dapat menetapkan Harun sebagai anggota DPR terpilih dari dapil 1 Sumsel.
  • Mengatur dan mengendalikan Donny untuk aktif mengambil serta mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu melalui Agustiani.
  • Bersama-sama dengan Harun, Saeful, dan Donny menyuap Wahyu serta Agustiani sebesar S$ 19 ribu dan S$ 38.350 pada periode 16-23 Desember 2019.
     

Sebagai pihak perintang penyidikan, Hasto berperan:

  • Pada 8 Januari 2020, saat proses operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK, Hasto memerintahkan salah satu pegawainya, Nur Hasan, menelepon Harun Masiku supaya merendam telepon seluler dalam air dan segera melarikan diri.
  • Pada 6 Juni 2024, sebelum diperiksa sebagai saksi oleh KPK, Hasto memerintahkan salah satu pegawainya, Kusnadi, menenggelamkan ponsel yang dalam penguasaan Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.
  • Hasto mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun dan mengarahkan mereka memberikan doktrin serta menekankan agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya, tak melebar, dan tidak memberikan keterangan yang memojokkan pihak yang bersangkutan.


Yasonna Hamonangan Laoly 

Tapanuli Tengah, 27 Mei 1953

Jabatan: Menteri Hukum dan HAM periode 2014-2024

Status: Dicegah bepergian ke luar negeri

Yassona, yang saat itu menjabat Menteri Hukum dan HAM, memberikan keterangan janggal ihwal keberadaan Harun Masiku. Pada 16 Januari 2020, Yasonna menyebutkan Harun masih berada di luar negeri. Padahal berdasarkan rekaman yang diperoleh Tempo, Harun telah kembali ke Indonesia dari Singapura sehari sebelum OTT KPK. 


PDIP menyayangkan langkah KPK yang melarang Yasonna ke luar negeri serta menetapkan Hasto sebagai tersangka. "Tidak ada kejelasan. Keterlibatan Pak Yasonna juga sama sekali tidak dapat dijelaskan dalam kasus yang sedang berlangsung ini," kata juru bicara PDIP, Chico Hakim, lewat pesan suara kepada Tempo, Kamis, 26 Desember 2024.

Kuasa hukum Hasto, Alvon Kurnia Palma, mempertanyakan sikap KPK yang tiba-tiba menetapkan kliennya sebagai tersangka dalam dua kasus, yakni pemberi suap dan perintangan penyidikan kasus Harun. "Apakah dalam penetapan tersangka sudah sesuai dengan prinsip due process of law," ujar Alvon kepada Tempo saat dimintai konfirmasi, Ahad, 29 Desember 2024.

Meski begitu, Alvon tak mau tergesa-gesa mengambil langkah hukum guna menggugat prosedur penetapan tersangka terhadap Hasto oleh KPK tersebut lewat praperadilan. "Belum bisa saya utarakan, ya," ucapnya. Adapun Hasto menyatakan PDIP menghormati keputusan KPK. "Kami adalah warga negara yang taat hukum," tuturnya.

Menanggapi hal itu, Tessa Mahardhika mengatakan penyidik bekerja secara profesional dalam menangani setiap perkara, termasuk penetapan tersangka terhadap Hasto. "KPK menghargai setiap opini dan kritik yang muncul di publik. Namun KPK tidak akan masuk di ruang tersebut. Ada ruang lain yang dapat digunakan untuk menguji apakah alat bukti yang dimiliki KPK saat ini memang kuat atau tidak. Ruang itu adalah persidangan nanti," katanya.

Mantan penyidik KPK, Ronald Sinyal, mengatakan, sejak ditugaskan menjadi penyidik dalam kasus Harun, ia menemukan banyak indikasi keterlibatan Hasto dalam kasus tersebut. "Ada pesan percakapan melalui ponsel soal pembagian, berapa persen Harun dan berapa persen HK," ujarnya.

Ronald mengatakan pernah menyampaikan kepada pimpinan KPK era Firli Bahuri agar Hasto ditetapkan sebagai tersangka pada 2020. Namun terjadi penolakan saat itu. "Oh, tidak bisa kalau satu orang itu," tuturnya menirukan ucapan atasannya kala itu.

Selain menemukan indikasi keterlibatan Hasto Kristiyanto dari keterangan saksi ataupun tersangka, bukti catatan, rekaman video, dan percakapan telepon, Ronald serta penyidik lain mengalami hal yang janggal saat mencari keberadaan Harun Masiku. "Seperti soal Harun yang disebut berada di luar negeri, padahal kami mendapat bukti bahwa ia masih ada di Indonesia," ucap Ronald. "Kami juga kesulitan mengajukan red notice terhadap Harun kala itu."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Memulai karir jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menjadi reporter yang menulis isu hukum dan kriminal sejak Januari 2024. Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus