Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Trimulja D. Soerjadi
(pengacara)
KEPUTUSAN itu tidak benar, karena masalah yang ditangani tidak mengandung conflict of interest. Departemen Keuangan telah menerbitkan surat bahwa tak ada benturan kepentingan dan tidak berkeberatan Todung Mulya Lubis menjadi kuasa hukum Anthoni Salim. Hotman Paris Hutapea, ketika mengadu, kapasitasnya sebagai pribadi, bukan lawyer dari kliennya. Jadi kepentingannya apa? Kalau dia sebagai pribadi, lalu apa yang dirugikan?
Juan Felix Tampubolon
(pengacara)
ADA conflict of interest. Ini keterlaluan. Lawyer berpengalaman semestinya patuh pada kode etik, bukan malah melanggar. Dia (Todung Mulya Lubis) tahu soal itu. Tapi, menurut saya, sanksi yang diberikan terlalu berat. Saya pikir hukuman skors sudah cukup. Selain itu, dalam menjatuhkan sanksi, apakah sudah ada peringatan atau belum? Kalau ada dan ternyata diabaikan oleh yang bersangkutan, misalnya, keputusan itu masuk akal. Sebaliknya, kalau tidak ada peringatan, itu aneh.
J.E. Sahetapy
(pakar hukum)
SAYA pikir hukuman yang dijatuhkan tidak pantas. Terlalu berat. Membunuh karakter, istilah zaman sekarang. Saya melihat ada conflict of interest di antara semua pihak, baik dari Todung Mulya Lubis maupun Hotman Paris Hutapea. Ada kompetisi memotong leher. Ini soal isi perut. Todung pengacara besar, Hotman pengacara besar. Supaya peradilan sengketa pengacara fair, jangan diputuskan oleh advokat. Serahkan kepada orang luar. Kalangan pendidik, misalnya. Walaupun saya akui, sekarang banyak akademisi pendapatnya bergantung pada pendapatannya.
O.C. Kaligis
(pengacara)
WALAUPUN Todung Mulya Lubis sering menyerang saya, terhadap putusan yang menimpa dia, saya tidak setuju. Karena yang memeriksa adalah orang-orang yang tak punya sikap obyektif. Seperti Jack Sidabutar, bekas asisten gua. Saya tahu jalan pikiran dia. Dengan demikian, keputusan Majelis Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia tidak fair. Kalau orang kotor memeriksa orang kotor, bagaimana? Semestinya yang mengadu Departemen Keuangan, kalau memang ada benturan kepentingan, bukan Hotman Paris Hutapea. Saya prihatin terhadap kejadian ini. Jangan dimatikan Todung. Ini akibat Perhimpunan Advokat Indonesia yang tidak becus, sudah bermain-main politik.
Bintang Utoro
(pengacara)
MENURUT saya, keputusan itu sesuai, sudah benar, dengan semangat kode etik advokat. Biarkan proses berlanjut. Todung masih punya hak banding. Seharusnya dia mengerti. Departemen Keuangan boleh mengatakan tidak apa-apa. Tapi, secara etika, tidak dibenarkan karena ada konflik kepentingan. Hotman Paris Hutapea punya kepentingan dalam mengadukan Todung. Pengaduannya bukan masalah pribadi. Todung seorang pengacara senior, seharusnya sudah tahu. Apabila benturan kepentingan ini tidak diselesaikan, justru akan menjadi preseden di kemudian hari.
M. Assegaf
(pengacara)
PUTUSAN Majelis Kehormatan sangat tidak bermutu. Mereka yang memvonis Todung Mulya Lubis bersalah bukan orang pilihan. Kualifikasi sebagai pengawal etika advokat tidak ada. Mereka hanya kelengkapan organisasi. Anggota Majelis semestinya pengacara yang tak punya cacat, peka terhadap rasa keadilan. Kriteria ini sama sekali tak tampak dalam diri Majelis. Mereka muncul karena ditunjuk, yang penunjukannya pun tidak transparan.
Elik Susanto, Yugha Erlangga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo