Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perceraian Dominasi Kasus di Mahkamah Syariah Aceh

Perkara gugat cerai di Aceh pada sepanjang 2020 sebanyak 1.737 kasus dari total perkara perceraian sebanyak 2.397.

11 Juni 2020 | 07.39 WIB

Personel Wilayatul Hisbah (polisi syariat) dan petugas medis mengangkat terpidana pelanggar peraturan daerah (Qanun) Syariat Islam yang pingsan saat menjalani hukuman cambuk di halaman Masjid Rukoh, Banda Aceh, Aceh, 27 Februari 2017. Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh menjatuhkan hukuman tujuh hingga 22 kali cambuk terhadap delapan terpidana kasus ikhtilath dan khalwat. ANTARA/Irwansyah Putra
Perbesar
Personel Wilayatul Hisbah (polisi syariat) dan petugas medis mengangkat terpidana pelanggar peraturan daerah (Qanun) Syariat Islam yang pingsan saat menjalani hukuman cambuk di halaman Masjid Rukoh, Banda Aceh, Aceh, 27 Februari 2017. Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh menjatuhkan hukuman tujuh hingga 22 kali cambuk terhadap delapan terpidana kasus ikhtilath dan khalwat. ANTARA/Irwansyah Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Syariah Provinsi Aceh menyebutkan perkara gugat cerai yang ditangani lembaga tersebut sebanyak 1.737 kasus dari total 2.397 perkara.

Panitera Muda Mahkamah Syariah Aceh Abdul Latif menyebutkan sejak Januari hingga Mei 2020, kasus perceraian di Aceh mencapai 2.397 yang terdiri dari cerai talak 660 perkara, dan cerai gugat 1.737 perkara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Yang sudah kita putuskan ada sekitar 2.108 perkara, sisanya ada yang masih dalam proses dan ada juga beberapa kasus perceraian yang berhasil damai," katanya di Banda Aceh, Rabu, 10 Juni 2020.

Kendati demikian, menurut dia, selama pandemi Corona kasus perceraian di Aceh mengalami sedikit penurunan.

Selain kasus perceraian, Abdul Latif menjelaskan, perkara yang ditangani Mahkamah Syariah Aceh antara lain isbat nikah sebanyak 828 perkara, dispensasi kawin (323), serta penetapan ahli waris (300).

"Total jumlah perkara yang kami terima pada Januari sampai Mei 2020 sebanyak  4.043," katanya.

Menurut Abdul Latif, dari 23 kabupaten/kota di Aceh, angka perceraian tertinggi ditempati Aceh Utara sebanyak 280 perkara, Bireuen 200 perkara, Aceh Timur 167 perkara, dan Aceh Tamiang 152 perkara.

Faktor utama penyebab retaknya rumah tangga yang berujung pada perceraian dalam sebuah rumah tangga dipicu pertengkaran secara terus-menerus atau adanya perselisihan dan meninggalkan salah satu pihak.

"Yang meninggalkan salah satu pihak ini bukan hanya dari pihak suami ya, ada beberapa kasus juga yang kita temui bahwa pihak istri yang pergi, baru disusul oleh faktor ekonomi dan KDRT," katanya.

Ia berpesan kepada masyarakat, jika misalnya ada masalah di dalam bahtera rumah tangga sebaiknya jangan langsung mengajukan perceraian ke pengadilan.

"Ada baiknya, coba diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu seperti melibatkan keluarga dari kedua belah pihak atau perangkat desa yang mungkin bisa mendapatkan solusi lain selain perceraian," ujarnya.

ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus