Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Lingkaran Setan Peredaran Narkoba dari Dalam Penjara

Peredaran narkoba dari dalam penjara dinilai tak lepas dari kesalahan sipir. Enam kasus terkuak dalam tiga bulan awal 2024.

21 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tangerang. Dok Tempo/JACKY RACHMANSYAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Enam kasus peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam penjara mencuat dalam tiga bulan ini.

  • Hal itu dinilai tak lepas dari peran serta penjaga penjara.

  • Pemerintah pun diminta mengubah UU Narkotika, terutama terkait dengan pemidanaan terhadap pengguna.

KASUS peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam penjara kembali terkuak. Dalam triwulan awal 2024 ini saja, tercatat terdapat enam kasus tersebut yang mencuat ke publik. Yang terbaru adalah peredaran narkoba yang dikendalikan oleh tiga narapidana di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Tangerang berinisial R, V, dan AH.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus ini terbongkar setelah Satuan Reserse Narkoba Polres Serang menangkap seorang pengedar berinisial MS pada Selasa, 20 Februari 2024. Berdasarkan pengembangan polisi, MS merupakan kaki tangan R yang sedang menjalani hukuman. "Kami datangi rutan dan R pun menyebut dua nama narapidana lain di tempat yang sama, yakni V dan AH," ujar Kepala Satuan Narkoba Polres Serang, Ajun Komisaris M. Ikhsan Rangga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bukan hanya MS, Polres Serang pun menemukan V dan AH juga mengendalikan jaringan narkoba di Tegal, Jawa Tengah; dan Jember, Jawa Timur. Dari kedua kota itu, polisi kembali menangkap tiga orang dengan bukti ratusan ribu pil koplo. Dalam mengendalikan jaringannya, V dan AH disebut menggunakan telepon seluler milik narapidana lainnya untuk berkomunikasi.

Center for Detention Studies (CDS) mengungkapkan, sejak April 2020 hingga April 2021, sedikitnya ada 60 kasus peredaran narkotika yang berhubungan dengan para narapidana di dalam penjara. Dari jumlah itu, 37 kasus pengendalian peredaran narkotika oleh narapidana yang ada di penjara, 8 kasus peredaran gelap di dalam penjara, dan 18 kasus penyelundupan barang dari luar ke dalam penjara.

Direktur CDS Ali Aranoval mengungkapkan, maraknya peredaran narkotika yang berhubungan dengan para narapidana disebabkan banyak faktor. Peredaran ponsel dalam penjara, menurut Ali, merupakan penyebab suburnya peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam penjara. Padahal ponsel merupakan salah satu barang yang dilarang masuk ke dalam penjara. Bukan hanya bagi penghuni, pengunjung pun tak diperbolehkan membawa alat komunikasi itu ke dalam.

Selain itu, dia mengkritik langkah mengumpulkan pengedar, pengguna, hingga bandar dalam satu penjara. Hal itu, menurut dia, membuat terciptanya mekanisme transaksi di dalam penjara. “Sehingga, kalau kami melihat ada supply and demand, pasarnya gede sekali di lapas itu,” kata Ali kepada Tempo melalui sambungan telepon, Rabu, 20 Maret 2024.

Kedua kondisi itu, Ali menuturkan, berhadapan dengan kondisi para petugas penjara yang sejauh ini masih kurang memiliki integritas. Uang peredaran narkoba yang fantastis, bahkan bisa melebihi 10 kali lipat gaji para sipir penjara, menurut dia, menjadi godaan besar. “Godaannya (petugas lapas), perputaran uangnya,” kata Ali.

Dia pun menilai Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) masih memiliki pekerjaan rumah besar di sisi ini. “Ini yang menjadi sorotan utama kami,” kata Ali. “Jadi, bagaimana ada sistem rekrutmen dan pelatihan berkala untuk menjaga integritas. Ini yang belum ada.”

Senada dengan Ali, Komisioner Ombdusman Johanes Widijantoro pun menyoroti kinerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham dalam membenahi tata kelola lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di Indonesia. Meskipun Kemenkumham selama ini mengklaim sudah banyak petugas nakal yang mendapatkan sanksi, menurut dia, hal itu tak menimbulkan efek jera bagi petugas lainnya untuk ikut tergoda terjerumus dalam lingkaran setan tersebut. “Jika melihat kasus demi kasus masih terjadi, dapat disimpulkan pengawasan dan sanksi tidak efektif,” kata Johanes saat dihubungi secara terpisah.

Menurut Johanes, Kemenkumham perlu lebih transparan dalam menindak setiap pelanggaran yang terjadi di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan. Selain agar publik dapat ikut mengawasi, menurut dia, hal itu juga diharapkan mampu memberikan efek jera bagi setiap petugas yang hendak berbuat nakal. “Harus konsisten dan lebih memperkuat lagi pengawasan dan penindakannya,” kata Johanes.

Komisioner Ombdusman Johanes Widijantoro. Dok. Ombudsman

Tempo telah mencoba menghubungi Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Inspektur Jenderal Reynhard S.P. Silitonga untuk meminta konfirmasi perihal masalah peredaran narkoba dari dalam penjara ini. Namun, hingga berita ini diturunkan, pesan singkat yang dilayangkan Tempo belum mendapat respons.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Girlie Lipsky Aneira, berpendapat bahwa maraknya peredaran narkoba dari dan di dalam penjara tak lepas dari kesalahan penegak hukum. Girlie mengkritik langkah kepolisian yang selama ini menangkap semua pelaku kejahatan narkoba, baik itu pengguna, pengedar, maupun bandar. “Kebijakan narkotika kita saat ini masih sangat punitif,” kata Girlie.

Hal itu, menurut dia, selain memperburuk kondisi kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan, menumbuhsuburkan praktik peredaran narkotika dari dalam. Berdasarkan pantauan ICJR, 70 persen penjara di Indonesia dihuni oleh narapidana kasus narkoba. “Ada kebutuhan juga bagi si pengguna (ketika sakau di penjara), akhirnya dijadikan sipir untuk ladang cari duit,” kata Girlie.

Untuk itu, Girlie menyarankan, pemerintah perlu mengubah sistem penegakan hukum di bidang narkoba. Aparat penegak hukum, menurut dia, seharusnya hanya mempidanakan para pengedar dan bandar. Bagi pengguna, kata Girlie, mulai dilakukan pendekatan kesehatan dengan melakukan rehabilitasi. “Ini terjadi di Portugal. Negara itu sudah mulai menggunakan pendekatan kesehatan,” ujarnya.

Petugas Lembaga Pemasyarakatan Tangerang memeriksa warga binaan dalam membantu kepolisian mengungkap pengendalian peredaran narkotika jenis sabu cair yang melibatkan salah satu warga binaan pemasyarakatan (WBP), 7 April 2023. Dok. Lapas Tangerang

Seseorang sebenarnya bisa lepas dari jerat hukum dikategorikan sebagai seorang pengguna atau penyalah guna narkoba. Syaratnya, barang bukti yang ditemukan polisi saat penangkapan kurang dari 1 gram. Hal itu tercantum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010. Namun penetapan tersebut harus berdasarkan putusan hakim yang kemudian akan memerintahkan pengguna itu untuk melakukan rehabilitasi.

Pasal 54 Undang-Undang Narkotika pun menyatakan pengguna dan penyalah guna wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Namun Pasal 127 undang-undang yang sama menyebutkan bahwa pengguna narkoba golongan I hingga III dapat dipenjara dengan ancaman 1 tahun penjara.

Tumpang tindih aturan itu, menurut Girlie, yang harus dibenahi pemerintah. “Jadi, intinya peran penegak hukum yang sangat besar diubah ke peran kesehatan,” katanya.

Girlie mengungkapkan, penggunaan pendekatan baru itu bukan hanya dapat mengurangi transaksional dari balik jeruji besi, tapi juga dapat mengubah paradigma aparat penegak hukum di Indonesia. “Ini akan berdampak aparat penegak hukum kita akan berfokus pada pengedar yang lebih besar,” kata Girlie.

Ali menambahkan, selain memisahkan antara pecandu dan pengguna narkotika dari pengedar dan bandar dari lembaga pemasyarakatan, mekanisme pelindungan whistleblower bagi petugas dan narapidana yang mau bekerja sama mengungkap kasus-kasus peredaran narkotika di lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan perlu ditingkatkan. “Mekanisme ini sebetulnya dapat mencegah intervensi pihak luar dan mengatasi adanya gesekan di antara jaringan narapidana yang dibina oleh petugas,” kata dia.

ADE RIDWAN YANDWIPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Memulai karir jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menjadi reporter yang menulis isu hukum dan kriminal sejak Januari 2024. Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus