Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perkara kecil si kakek

Tampubolon, 85, naik kasasi ke mahkamah agung dalam perkara kecelakaan lalu lintas. ada kesalahan penerapan hukum dalam mengadili kasus tampubolon. (hk)

29 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARANGKALI baru pertama kali initerjadi, perkara kecelakaan lalu lintas sampai ke tingkat kasasi. Dan, jelas, baru kali ini terjadi Mahkamah Agung memerintahkan pengadilan untuk memeriksa ulang sebuah perkara pelanggaran yang "bernilai" hanya Rp 5.000. Keputusan unik itu dikeluarkan majelis hakim agung, yang diketuai Adi Andojo Sutjipto, dalam perkara kecelakaan lalu lintas antara pengemudi truk Yaskur Dalmudji dan pengemudi sedan C.B. Tampubolon M.J. Persidangan yang dianggap salah oleh Mahkamah Agung itu dipimpin Hakim Nona Intan T.G. Harahap di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dua tahun lalu. Waktu itu, Intan memutuskan bahwa Tampubolon bersalah: tidak hati-hati, sehingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Sebab itu, Tampubolon, 85, dihukum denda Rp 5.000 dan ongkos perkara Rp 2.500. Namun, yang hampiI tidak pernah terjadi dalam perkara lalu lintas. Tampubolon naik banding atas putusan itu. Tapi pengadilan tinggimenolak bandingnya dan menguatkan putusan peradilan tingkat pertama. Dan, Tampubolon pun melakukan hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya: ia kasasi ke Mahkamah Agung. Di tingkat kasasi, keputusan-keputusan pengadilan sebelumnya itu dianggap Majelis Hakim Agung tidak sah. Sebab, katanya, Hakim Intan telah melakukan kesalahan dalam menerapkan hukum acara pidana yang berlaku. Menurut KUHAP, kata Majelis, seharusnya Intan memeriksa perkaraituberdasarkan acara khusus untuk kasus lalu lintas, yang disebut "persidangan cepat" (pasal 211 KUHAP). Tapi, ternyata, Hakim Intan menggunakan acara peradilan singkat sebagaimana diatur pasal 204 KUHAP, tanpa persetujuan terdakwa, seperti disyaratkan undang-undang itu. Akhir Agustus lalu, ketua Pengadilan Neeri Jakarta Timur, Sunu Wahadi, menerima kembali perkara itu. Sunu menunjuk Hakim Nyonya Syeifulina untuk melakukan pemeriksaan ulang: Tapi, sampai pekan lalu, Syeifulina belum menentukan jadwal persidangan ulang itu. Sebab, kabarnya, hakim wanita itu mengembalikan kasus kecelakaan itu ke kejaksaan. Pihak kejaksaan pun terpaksa meneruskan pengembalian perkara itu ke polisi. "Kini tergantung polisi, apakah bisa menemukan kembali berkas perkara itu. Jika tidak, perkara itu tidak dapat disidangkan," ujar sumber TEMPO di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Bertele-tele? Padahal, perkara yang mondar-mandir di berbagai instansi itu hanyalah kecelakaan kecil. Awal Oktober 1981, C.B. Tampubolon M.J., pemilik bengkel Garuda Motor di Kebayoran dan bengkel Tampubolon di Padang, mengendarai Toyota Corolla DX di Jalan D.I. Panjaitan, Jakarta Timur. Tiba-tiba mobil kakek 35 cucu itu diserempet sebuah truk gandengan yang dikemudikan Yaskur Dalmudji. Akibatnva. Tovota si Kakek rusak berat. "Karena itu, saya mengadu.Tapi kok malah saya yang menjadi terdakwa," ujar Tampubolon. Di persidangan, Hakim Intan menganggap Tampubolon bersalah. "Perkara itu diputarbalikkan, dan Hakim hanya mendengar keterangan sepihak," kata Tampubolon. Ia juga menyesali Hakim Intan yang dianggapnya tidak teliti. Misalnya, di berkas putusan disebut bahwa terdakwa memasuki ruangan sidang dengan belenggu, yang sebenarnya tidak pernah terjadi. "Apa saya ini orang jahat?" ujar Tampubolon, yang berniat meneruskan perkara itu sampai tuntas. Keputusan Mahkamah Agung itu mengagetkan pihak Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Hakim Intan, kata seorang hakim, sampai menangis. "Kami menjadi heran, kok Mahkamah Agung begitu telitinya," ujar hakim itu. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Sunu Wahadi, tidak bersedia mengomentari perkara itu. Ketua Majelis Hakim Agung, yang juga ketua muda Mahkamah Agung, Adi Andojo Sutjipto, menolak anggapan bahwa perkara yang diputuskannya itu "kecil". "Dalam undang-undang, tidak ada istilah 'kecil', yang ada 'ringan'. Sekecil apa pun suatu kasus mungkin saja menyimpan masalah hukum yang besar," kata Adi Andojo. Dalam kasus Tampubolon menurut hakim agung itu, jelas terjadi kesalahan penerapan hukum. "Jika tidak diluruskan, bisa menimbuikan ketidakpastian hukum, dan merugikan kepentingan hukum terdakwa," katanya lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus