PENGADILAN Negeri Surabaya kebobolan. Dalam suatu sidang perkara pembunuhan, Rabu dua pekan lalu seorang saksi bernama Acang alias Ambon muncul di depan majelis hakim. Padahal, bulan lalu, majelis yang diketuai Yahya Wijaya telah mendengarkan kesaksian seseorang yang juga mengaku saksi Acang. "Tapi ini Acang yang asli, Pak Hakim. Acang yang dulu itu palsu," ujar Pengacara Toni Kartono, yang membawa "Acang Asli" itu. Hakim Yahya Wijaya tentu saja kaget. Ia segera memeriksa identitas Acang yang mengaku asli itu. Ternyata, data-data di berita acara cocok dengan KTP orang itu. Tanda tangan Acang Asli pun persis dengan yang ada di berita acara pemeriksaan polisi. Polisi yang membuat berita acara, Sersan Siswadji, juga membenarkan bahwa orang yang diperiksanya dulu adalah Acang yang hari itu hadir di sidang. Tertegun sejenak, Hakim Yahya kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. Saat itu juga hakim memerintahkan jaksa untuk meneliti dan menjelaskan ikhwal pengajuan saksi palsu itu. Jaksa Warya W.P., yang menghadapkan "Acang Palsu" ke sidang, mengaku tidak tahu mana Acang yang asli dan yang palsu. "Saya tidak kenal dia, tapl saya akan mengecek petugas kejaksaan yang mengantarkan surat panggilan untuk saksi itu," ujar Warya. Di persidangan bulan lalu, menariknya, Acang Palsu berlagak seakan-akan saksi sebenarnya. Setelah disumpah, ia segera menuding terdakwa, Mohamad Faton, sambil berkata, "Ya, ini orangnya, Pak Hakim. Dia yang membacok Mukram." Katanya, ia melihat sendiri ketika tengah malam itu Faton membabat Mukram dengan sebilah pedang di Jalan Simpang Dukuh, Surabaya, 8 Mei 1982. Keterangan itu mengagetkan pengunjung sidang, yang kebetulan penduduk sekitar tempat tinggal terdakwa, korban, dan Acang. Begitu orang itu meninggalkan sidang, penonton ribut. "Orang itu Acang Palsu, yang asli kepalanya gundul," begitu penonton memprotes Pengacara Toni Kartono. TONI mengusut soal itu. Ia kemudian menemui Acang yang pernah diperiksa polisi. Di luar pengetahuan jaksa dan hakim, tiba-tiba Acang Asli dimunculkan Pengacara itu di ruang sidang. Berbeda dengan keterangan Acang Palsu, yang asli ini mengaku tidak melihat sendiri Faton membabat lawannya. Ia hanya mengaku, ketika sampai di tempat kejadian, Mukram sudah terkapar berlumuran darah. "Tapi saya tidak tahu siapa yang membunuh. Saya hanya melihat seorang tinggl besar membawa pedang. Karena takut, saya terus pergi," katanya, sambil melirik kakak Faton - Sutjipto yang bertubuh tinggi besar. Kini, benar atau tidaknya Faton membunuh Mukram, majelis hakim yang akan memutuskannya. Faton sendiri membantah. Hanya saja dua orang yang membawa korban ke rumah sakit, Suparman dan Nurleman, bersaksi bahwa Faton dan Sutjipto yang menghabisi Mukram. Keluarga Mukram, yang sempat mendengar pesan korban menjelang aia di rumah sakit, juga menuduh kedua kakak beradik itu. "Saya digasak dari muka dan belakang oleh Faton dan Sutjipto," ujar ibu Mukram, mengulangi kata-kata almarhum anaknya Tapi, belakangan, keaksaan mengembahkan berkas polisi yang mencantumkan SutJipto dan Faton sebagal terdakwa. Kejaksaan, dalam suratnya Februari lalu, meminta polisi mengubah berita acara, sehingga hanya Faton yang menjadi terdakwa. Kasus pembunuhan itu semakin rumit dengan munculnya saksi palsu. Menurut polisi, Acang Palsu itu kini kabur ke Jakarta. Jaksa Warya, yang berjanji akan melacak soal itu, ketika dihubungi TEMPO menolak memberi penjelasan. "Saya tidak tahu . . . tidak tahu," katanya. Hakim Yahya pun mengaku belum tahu duduk soalnya. "Cuma petugas kejaksaan yang tahu," kata Yahya, pekan lalu. Berapa banyak Acan-Acang Palsu yang telah menyesatkan peradilan ? "Jangan bicara tentang jumlah, meskipun tidak mustahil hal itu terjadi. Bahkan terdakwa palsu boleh jadi pernah ada," ujar Yahya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini