Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jaringan terorisme dinilai tak akan habis meski pemerintah menangkap para petingginya.
Strategi kontraterorisme yang merangkul dinilai bisa membuahkan hasil.
BNPT mengklaim sejumlah program deradikalisasi sudah mulai menampakkan hasil.
JAKARTA — Penangkapan 10 orang terduga teroris di wilayah Jawa Tengah pada Kamis dan Sabtu lalu membuktikan bahwa jaringan kelompok radikal masih belum habis. Padahal Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sudah menangkap total 146 orang pada tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan narapidana kasus terorisme Khairul Ghazali mengungkapkan bahwa aksi teror tidak akan pernah padam. Karena, menurut dia, ideologi atau paham yang ditanamkan kepada para kelompok terorisme ini soal hukum agama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mereka sebuah ideologi yang tidak praktis. Yang mau mereka tegakkan produk (hukum) dari langit, dari Allah,” kata Khairul saat dihubungi Tempo, Ahad, 28 Januari 2024.
Khairul mengatakan jaringan terorisme akan terus tumbuh dan berkembang selama tuntutan mereka belum terpenuhi, yaitu menerapkan syariat Islam dalam produk hukum di sebuah negara. Selain itu, dia menyatakan, kondisi sebuah negara bisa menjadi alasan kenapa jaringan teroris tumbuh subur di sana.
“Selama ketidakadilan, pemerataan ekonomi, korupsi, kemaksiatan, dan lain sebagainya masih merajalela. Selama itulah ideologi jihadis akan eksis di dunia ini,” ujarnya.
Penangkapan terhadap para pemimpin jaringan, menurut dia, tak bisa menjadi tolok ukur keberhasilan pemberantasan terorisme karena akan muncul pemimpin-pemimpin baru. Selain itu, menurut dia, saat ini masih terdapat banyak sel kecil jaringan teroris lama yang terus bergerak. Mereka, menurut Khairul, terkadang bahkan tak lagi terkoneksi dengan jaringan yang ada di atasnya.
“JI (Jamaah Islamiyah), JAD (Jamaah Ansharud Daulah), MIT (Mujahidin Indonesia Timur), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), NII (Negara Islam Indonesia), DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia), dan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Jadi, ada sel-sel kecil yang silent dan sewaktu-waktu melakukan aksi tanpa adanya hubungan dengan komando pusat yang disebut dengan jihad individu,” kata dia.
Meski demikian, Khairul menilai ada cara untuk meredam jaringan terorisme dengan menerapkan strategi kontraterorisme secara tepat. Dia meminta pemerintah merangkul para anggota kelompok teroris ini.
“Pola pendekatan kepada kelompok-kelompok radikal ini harus diubah. Jadi, kelompok-kelompok ini harus diajak, jangan dijauhi, diajak berunding, berdialog, dikasih pekerjaan, diperbaiki ekonominya, diperbaiki rumah tangganya,” kata Khairul. “Ini termasuk trik untuk mengatasi berkembangnya paham-paham radikal dan terorisme.”
Kepala BNPT Komjen Rycko Amelza Dahniel saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 4 September 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun menyatakan sudah merancang program seperti yang disarankan oleh Khairul. Kepala BNPT Komisaris Jenderal Mohammed Rycko Amelza Dahniel pada November 2023 menyatakan sedang memaksimalkan program deradikalisasi dengan memberikan pekerjaan kepada para anggota jaringan teroris di bidang perkebunan.
“Program ini tidak hanya memberikan pekerjaan kepada mitra deradikalisasi, tapi juga untuk membangun reintegrasi dalam menghadapi kehidupan yang sebenarnya,” kata Rycko saat itu.
Dengan program ini, Rycko berharap para anggota jaringan terorisme nantinya berubah pola pikirnya. Selain itu, program ini bisa menjauhkan mereka dari jangkauan jaringan yang merekrut mereka sebelumnya.
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigadir Jenderal R. Ahmad Nurwakhid pun mengklaim program deradikalisasi yang dilakukan pihaknya saat ini sudah mulai memperlihatkan hasilnya. Dia mencontohkan mantan Pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) sekaligus pendiri Jamaah Islamiyah, Abu Bakar Ba’asyir, yang mulai ikut aktif pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Itu artinya dia (Ba’asyir) sudah tidak lagi mengkafirkan atau mengharamkan demokrasi. Minimal dia sudah berkurang kadar radikalismenya, ya, kita hormati,” ujar Ahmad, Jumat, 26 Januari 2024.
Kuasa hukum pasangan capres Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan), mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir (tengah).
Pada November 2023, Abu Bakar Ba’asyir sempat mengirim surat kepada tiga calon presiden yang akan bertarung dalam Pemilu 2024. Ia sempat menyatakan memberikan nasihat kepada tiga calon presiden tersebut. "Saya berusaha menyampaikan nasihat kepada kepala negara. Itu kewajiban. Kewajiban saya dalam agama, selalu menyampaikan nasihat kepada kepala negara," kata Ba’asyir saat itu.
Ba’asyir pun berharap keberhasilan itu akan terus berjalan untuk membentuk pola pikir para anggota jaringan teroris menjadi lebih moderat. Indikatornya, menurut Ahmad, para anggota jaringan teroris itu bisa menerima Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konsensus nasional.
“Jika sudah moderat, artinya pembinaannya sudah berhasil. Maka mereka akan ikut dan mengakui demokrasi itu,” kata dia.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | SEPTIA RYANTHIE (Solo) | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo