Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bagaimana Bisa PLTU Dahlan Iskan Terlilit Utang dan Penggelapan

Proyek PLTU batu bara milik Dahlan Iskan diterpa masalah utang dan penggelapan. Orang dekat menjadi pelaku.

15 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPUCUK surat dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mendarat di kantor Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Timur pada awal Januari 2024. Isinya: permintaan mengaudit keuangan PT Cahaya Fajar Kaltim, pengembang dalam proyek Independent Power Producer Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Embalut berbahan bakar batu bara. Lokasinya berada di Desa Tanjung Batu, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, sekitar 20 kilometer dari Kota Samarinda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perusahaan Daerah PT Ketenagalistrikan Kalimantan Timur berkongsi dengan PT Kaltim Electrik Power untuk mendirikan PT Cahaya Fajar. Adapun PT Kaltim Electrik milik mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan. Berdasarkan akta terakhir perusahaan pada Agustus 2024, PT Ketenagalistrikan Kalimantan Timur dan PT Kaltim Electrik masing-masing memiliki 17 persen dan 78,5 persen saham di PT Cahaya Fajar. Saham Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengalami delusi dari semula 80 persen. Sementara itu, Dahlan turut menguasai langsung 4,4 persen saham PT Cahaya Fajar atau sebanyak 25 juta lembar saham.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Guncangan mulai dialami keuangan PT Cahaya Fajar pada 2023 atau 20 tahun sejak berdiri pada 2003. Perusahaan itu menghadapi proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya. PT Ketenagalistrikan terimbas lantaran keran dividen dari PT Cahaya Fajar terhenti. Inilah yang menjadi pemicu terbitnya surat Pemerintah Provinsi. Tapi, “Permintaan tersebut tidak dapat kami penuhi,” kata Kepala Perwakilan BPKP Kalimantan Timur Felix Joni Darjoko kepada Tempo, Jumat, 13 September 2024.

Felix beralasan PT Ketenagalistrikan hanya pemilik saham minoritas PT Cahaya Fajar, yakni 17 persen. Pemerintah daerah tidak bisa melakukan audit sepihak terhadap PT Cahaya Fajar dengan bantuan BPKP. Audit baru bisa dilakukan setelah ada kesepakatan bersama dengan pemegang saham lain melalui rapat umum pemegang saham. Felix menjelaskan, kalaupun pemerintah daerah membutuhkan audit untuk memberikan opini atas laporan keuangan PT Cahaya Fajar, domainnya ada di akuntan publik.

Zainal Muttaqin (kiri) di Pengadilan Negeri Balikpapan, 12 September 2023. (Antara/Novi Abdi)

Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Timur, yang membidangi keuangan daerah, pernah memanggil PT Cahaya Fajar pada Agustus 2023. Ketua Komisi saat itu, Nidya Listiyono, yang mendesak Pemerintah Provinsi menggelar audit. Desakan terus datang dari Dewan hingga pertengahan 2024 lantaran urusan dividen ini membuat gaji karyawan hingga jajaran direksi tertunggak. Asisten II Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur Ujang Rachmad tak kunjung memberikan penjelasan rinci hingga Jumat, 13 September 2024, ketika dimintai konfirmasi perihal masalah tersebut.

Sementara itu, kuasa hukum PT Kaltim Electrik Power dan Dahlan Iskan, Johanes Dipa Widjaja, mengatakan para kreditor telah menyetujui proposal perdamaian yang diajukan dalam proses PKPU dan telah ditetapkan adanya homologasi pada 7 Agustus 2023. Mekanisme pembayaran kewajiban kepada para kreditor diatur dalam perjanjian perdamaian. “Sementara ini sudah kami laksanakan dengan baik,” tuturnya.

Perjanjian perdamaian dalam proses PKPU ini tak hanya terjadi pada PT Cahaya Fajar, tapi juga PT Indonesia Energi Dinamika yang mengelola PLTU Batu Bara Kaltim 4. Lokasinya bersebelahan dengan PLTU Embalut. Sebanyak 55 persen saham di perusahaan ini dimiliki PT Kaltim Electrik Power dan 45 persen oleh PT Jawa Pos. Untuk diketahui, saat ini 49 persen saham PT Jawa Pos dikantongi PT Grafiti Pers, perusahaan pemegang saham PT Tempo Inti Media Tbk. Untuk saham perseorangan, sebanyak 7,2 persen dimiliki Goenawan Soesatyo Mohammad, pendiri majalah Tempo, dan 3,8 persen oleh Dahlan Iskan.

Perjanjian perdamaian juga terjadi di PT Lombok Energy Dynamics yang mengelola PLTU Batu Bara Lombok Timur di Nusa Tenggara Barat. Sebanyak 80 persen saham dikuasai PT Kaltim Electrik Power dan 20 persen oleh PT Temprina Media Grafika, bagian dari Jawa Pos Group. Ketiga PLTU inilah yang mengikat kerja sama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN lewat perjanjian jual-beli tenaga listrik (power purchase agreement) pada tahun yang berbeda-beda.

Di atas kertas, perjanjian di tiga PLTU memberikan kepastian bisnis bagi investor. Nyatanya, keuangan perusahaan kembang-kempis. Johanes Dipa Widjaja mengklaim perusahaan menghadapi kesulitan bahan baku batu bara lantaran pemasok memilih mengekspornya karena harga yang lebih tinggi. Seorang sumber yang mengetahui persoalan di PT Cahaya Fajar memang membenarkan alasan tersebut. Namun kesalahan pengelolaan PLTU adalah penyebab kinerja perusahaan makin mandek.

Mesin-mesin di PLTU ini sejatinya dirancang untuk mengolah batu bara dengan kualitas hingga 6.000 kilokalori per kilogram. Tapi perusahaan hanya membeli batu bara dengan kualitas lebih rendah, sekitar 3.000 kkal/kg. Konsekuensinya, perusahaan harus membeli lebih banyak batu bara yang harganya sedang mahal. Mantan direktur utama di ketiga perusahaan itu, Zainal Muttaqin, ditengarai paling bertanggung jawab atas keputusan tersebut. Sebab, pada 2023, semua PLTU itu kompak masuk PKPU.

Rupanya, yang terjadi bukan sekadar salah kelola, tapi sudah menjurus perbuatan pidana. Akhirnya, di tahun yang sama, tepatnya April 2023, Zainal ditetapkan sebagai tersangka kasus penggelapan oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI setelah adanya laporan dari PT Jawa Pos, salah satu pemilik PT Indonesia Energi Dinamika. Tindak tanduk Zainal di PLTU ini terbongkar. Ia terbukti menggelapkan tanah milik PT Jawa Pos sebagai jaminan kredit Rp 4 triliun di Bank Mandiri.

Executive Vice President Komunikasi Korporat PT PLN Gregorius Adi Trianto tak merinci dampak yang ditanggung perusahaan akibat pelbagai masalah piutang dan hukum di ketiga PLTU tersebut. Menurut dia, kerja sama dengan perusahaan pembangkit swasta tetap mengacu pada power purchase agreement yang sudah diteken. “Kami berkomitmen memastikan operasional listrik ke masyarakat berjalan baik,” ujarnya.

•••

RERUMPUTAN liar tumbuh subur di tanah seluas 37 ribu meter persegi lebih di seberang Rumah Sakit Umum Daerah Kanujoso Djatiwibowo, Balikpapan, Kalimantan Timur. Di sampingnya berdiri rumah kayu dengan atap yang sudah rusak. Pada Jumat siang, 13 September 2024, seorang pemuda terlihat sibuk menata kayu-kayu yang tergeletak di sana.

Ia menyebutkan kayu-kayu tersebut akan dikirim untuk dijadikan bahan bakar pembangkit listrik. Tapi ia tak menyebutkan lokasinya. Sementara itu, ketua rukun tetangga di wilayah tersebut, Bambang, telah mengetahui kabar bahwa lahan tersebut milik PT Duta Manuntung yang sempat disengketakan. “Saya mendengar selentingan begitu,” ucapnya.

Zainal Muttaqin menjabat Direktur Utama PT Duta Manuntung pada 1997-2013. PT Duta Manuntung juga bagian dari PT Jawa Pos. Pada akhir Desember 2016, PT Indonesia Energi Dinamika yang juga dipimpin Zainal mendapat kucuran kredit hampir Rp 4 triliun dari Bank Mandiri. Di sinilah persoalan muncul. Sebab, tanah yang dijaminkan tersebut ternyata atas nama Zainal. Padahal tanah itu aset PT Jawa Pos.

Zainal akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan dijatuhi hukuman satu setengah tahun penjara pada 20 November 2023. Zainal sempat divonis bebas di tingkat banding, sebelum dianulir oleh putusan kasasi Mahkamah Agung pada 31 Juli 2024. Pengacara Zainal, Sugeng Teguh Santoso, yang juga Ketua Indonesia Police Watch, enggan menjelaskan perkara ini karena ia tak lagi menjadi kuasa hukum Zainal.

Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan, , di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu, 3 Juli 2024. Foto : TEMPO/Imam Sukamto

Bank Mandiri belum merespons surat permohonan konfirmasi yang diajukan Tempo. Namun dua pihak yang mengetahui persoalan ini menyebutkan Bank Mandiri juga menjadi korban karena pencairan kredit sebetulnya sudah dilakukan sesuai dengan aturan. Di tangan Zainal, PT Indonesia Energi Dinamika pun ditengarai dikelola secara buruk. “Mulai beroperasi komersial pada Mei 2020, Maret 2021 sudah kehabisan dana membeli batu bara. Kacau sekali,” tutur kedua sumber itu.

Belakangan, rupanya bukan hanya Zainal Muttaqin yang bermasalah. Orang dekat Dahlan Iskan lain juga terjerat kasus penggelapan, yaitu Yudi Utomo Imardjoko, ahli nuklir dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang pernah menjadi direktur utama di PT Energi Sterila Higiena. Perusahaan yang didirikan Dahlan ini bergerak di bidang jasa sterilisasi dan dekontaminasi. Zainal juga pernah menjadi komisaris di perusahaan yang berkantor di Surabaya, Jawa Timur, ini.

Kongsi keduanya kandas setelah PT Energi Sterila melaporkan Yudi ke Kepolisian Daerah Jawa Timur atas kasus penggelapan uang perusahaan. Johanes Dipa, yang juga kuasa hukum PT Energi Sterila, menyebutkan pelaporan ini tidak ada sangkut-pautnya dengan Dahlan. “Tidak ada arahan. Di samping itu, beliau bukan pengurus perseroan,” ujarnya.

Tapi lagi-lagi perkara Yudi ini kemudian menyerempet dugaan penyaluran kredit yang bermasalah. Lewat kuasa hukum pertama Yudi, R. Adi Prakoso, kliennya mengaku masalah berawal ketika PT Energi Sterila mendapat kucuran kredit sebesar Rp 100 miliar dari Panin Bank. Yudi kemudian mengaku diminta oleh orang dekat Dahlan memberikan Rp 10 miliar dari kredit tersebut kepada anak Mu'min Ali Gunawan, pendiri Panin Bank, sebagai tanda terima kasih.

Kemudian Rp 40 miliar dipotong dari dana tersebut untuk menyelesaikan kredit di perusahaan Dahlan yang macet di perbankan lain, bukan untuk kegiatan operasional PT Energi Sterila. Yudi akhirnya meminta kembali dana tersebut agar keuangan perusahaan membaik. Namun Yudi justru mengaku dipaksa mengakui adanya utang Rp 9,2 miliar. Yudi kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi dalam kasus penggelapan dan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 9,2 miliar tersebut.

Tempo mengirimkan surat permintaan konfirmasi ke kantor Panin Bank dan Sekretaris Perusahaan Jasman Ginting, tapi belum direspons hingga Jumat, 13 September 2024. Sementara itu, kuasa hukum Dahlan Iskan, Johanes Dipa Widjaja, menyebutkan sampai hari ini tidak ada laporan kepada pihak yang berwajib soal tanda terima kasih Rp 10 miliar untuk Panin Bank tersebut. “Informasi tersebut dapat dianggap fitnah jika tidak dapat dibuktikan kebenarannya,” tutur Johanes.

Belakangan, polisi memasukkan Yudi ke daftar buron. Sedangkan menurut pengacara teranyar Yudi, Brian Andries, kliennya masih menjalani pengobatan di Amerika Serikat. Ini pula yang membuat rencana mengajukan gugatan praperadilan tertunda. Ia mengklaim kliennya tidak akan kabur dari proses hukum dan mengupayakan restorative justice. “Kami juga meminta penyidik melakukan audit ulang,” ucapnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Mohammad Khory Alfarizi, Nur Hadi, dan Surya Aditya dari Balikpapan berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Buron Proyek Pembangkit Listrik"

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus