Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis

Phang Whai Ing, grosir emas di Solo, yang terbukti menipu rekan dagangnya milyaran rupiah, diperberat hukumannya, karena kumpul kebo dengan Daryanti, bekas baby sitternya. (hk)

21 September 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"KUMPUL kebo" bukan hanya dosa kepada Tuhan. Hakim Setya Harsoyo mempertimbangkan dosa semacam itu sebagai faktor yang memberatkan hukuman bagi pesakitan yang diadilinya. Sabtu, dua pekan lalu, hakim itu memvonis Phang Whai Ing 3 tahun 6 bulan penjara karena tuduhan menipu rekannya berdagang Rp 1,6 milyar. Salah satu faktor yang memberatkan terhukum, menurut Hakim, adalah Phang, yang sudah beristri dan beranak empat, masih hidup bersama tanpa nikah dengan wanita lain. Wanita yang dimaksud Hakim, Ninuk Daryanti, 23. Wanita itu semula adalah baby sitter keluarga Phang Whai Ing. Berkulit sawo matang, berkaca mata berambut pendek, Ninuk hidup tergolong berkecukupan di Kampung Dawung, Serengan, di pinggir Kota Solo. Rumahnya tembok, berlantai tegel teraso, dan berpagar besi. Dari rumah itulah polisi menyita emas 1 kg, sebuah video, dan sebuah televisi warna. Ninuk pernah pula mengaku pada polisi bahwa ia saban bulan diberi jaminan hidup Rp 500 ribu oleh Phang Whai Ing. Ia juga pernah diberi uang Rp 5 juta untuk memperbaiki rumah. Semua itu bukan mustahil dilakukan Phang Whai Ing terhadap Ninuk. Sebab, Phang Whai Ing, 35, semula adalah grosir emas yang beken di Solo. Kecuali berjual-beli emas, ia juga melayani pinjam-meminjam uang dan emas dengan bunga 3% sebulan. Usaha Phang mulai miring ketika ia turut berjudi di bursa komoditi emas di Jakarta sejak 1978. Sampai 1984, ia konon kalah Rp 3 milyar. Akibatnya, ia tak mampu menyerahkan emas permintaan para relasinya, padahal uang sudah diterima. Di pengadilan, Phang Whai Ing terbukti melakukan penipuan 23 kg emas dan pembayaran palsu lewat cek kosong. Kecuali itu, di pengadilan juga terungkap, Phang Whai Ing hidup kumpul kebo dengan Ninuk Daryanti, yang juga saksi dalam perkara penipuan itu. Bahkan, menurut Majelis Hakim, adalah jelas bahwa sebagian hasil penipuan terdakwa digunakan pula membiayai hidup pasangan kumpul kebonya. "Atau, setidaknya, perbuatan kumpul kebo itu salah satu yang mendorong terdakwa melakukan kejahatan," kata Hakim Ketua Setya Harsoyo. Jadi, kumpul kebo di sini bukan kumpul kebo biasa. "Tapi kumpul kebo yang menjadi faktor terdakwa melakukan kejahatan sehingga kami masukkan sebagai unsur yang memberatkan hukuman," ujar Setya Harsoyo. Jasmin Siswoseputro, salah seorang pembela Phang Whai Ing, bisa menerima sikap majelis itu. "Uang milik relasi Phang Whai Ing itu memang sebagian dipakai untuk hidup kumpul kebo," kata Jasmin. Persoalan ialah: Bisakah faktor kumpul kebo ini turut menentukan besarnya hukuman? "Ini memang subyektif," jawab Setya Harsoyo. Unsur memberatkan dan meringankan hukuman, menurut Setya Harsoyo, merupakan kembang-kembang saja dalam kasus pidana. Maka, tanpa unsur pemberat kumpul kebo itu, "Tak bisa lantas diartikan, hukuman menjadi berkurang," katanya. Sebaliknya, meski Phang Whai Ing terbukti kumpul kebo, jika tindak pidana yang dituduhkan tidak terbukti, "maka terdakwa bebas dari hukuman," tambah Setya. Saur Hutabarat Laporan Syahril Chili (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus