Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pria Seberang di Teror Keenam

Wajah penyidik KPK, Novel Baswedan, disiram air keras. Jokowi didesak membentuk tim pencari fakta.

17 April 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOLEKSI foto itu menjadi petunjuk penting bagi polisi dalam mengungkap pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan. Polisi menerima foto tersebut ketika memeriksa tetangga Novel beberapa jam setelah terjadi teror, Selasa pekan lalu.

Menurut Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan, foto itu menampilkan wajah orang-orang yang mengintai Novel di sekitar rumahnya di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pengintai "tertangkap" kamera telepon seluler tetangga Novel dua pekan sebelum kejadian. "Mereka sempat duduk-duduk di depan rumah korban," kata Iriawan, Kamis pekan lalu.

Tempo memperoleh dua foto orang yang diduga mengintai penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi ini. Salah satu foto memotret wajah pria yang tengah duduk di samping rumah tak jauh dari kediaman Novel. Mengenakan kaus jumper abu-abu lengan panjang dan celana jins biru pendek, pria itu tampak mengamati ponselnya. Dari tampangnya, dia diduga berasal dari wilayah timur Indonesia.

Foto kedua menampilkan pria yang tengah duduk di atas sepeda motor matic putih dengan pelat nomor Jakarta. Ia nongkrong di sekitar Jalan Deposito tak jauh dari rumah Novel. Memasang earphone putih di telinganya, pria ini memakai kaus jumper abu-abu lengan panjang serta mengenakan topi kombinasi hijau dan hitam. Tapi mukanya terhalang spion sepeda motor.

Selasa pekan lalu, ketika berjalan sendiri seusai salat subuh di Masjid Jami Al-Ihsan, Novel disiram air keras oleh dua orang yang menunggang sepeda motor matic hitam. Jarak masjid dengan rumah Novel sekitar 30 meter. Ketika itu, Novel baru berjalan sekitar 15 meter dari masjid. Lima meter di depannya, ada tetangga, Sumarni Supandi, yang juga baru pulang dari masjid.

Pelaku menyiramkan asam sulfat ketika Novel menoleh ke belakang karena mendengar suara sepeda motor membuntutinya. Setelah air keras itu mengenai wajahnya, calon Direktur Pengawasan Internal KPK tersebut berteriak keras sambil menutupi wajahnya. Ia kemudian berlari kembali menuju masjid untuk mencari air guna membasuh mukanya. Tapi nahas, kepala Novel membentur pohon nangka di depan rumah tetangganya.

Sumarni sempat mendengar teriakan Novel yang wajahnya terkena siraman air keras. Ketika balik badan, Sumarni dikejutkan sebuah sepeda motor yang melintas dari arah Novel. Sepintas ia melihat penunggang motor itu dua orang berbadan besar memakai jaket gelap dan helm yang menutup seluruh kepala. Mereka memacu sepeda motornya ke arah Jalan Taska tembus ke Jalan Bellyra. "Yang di depan sempat nengok ke arah saya," kata perempuan 67 tahun ini.

Tidak lama kemudian datang Iman, tukang bangunan yang bekerja di salah satu rumah dekat lokasi kejadian. Dibantu Iman, Novel menuju tempat wudu masjid. Jemaah yang masih berada di masjid terkejut dengan kedatangan Novel yang dipapah Iman. "Kami langsung membantu membasuh mukanya sambil meneriakkan Allahu Akbar," ujar imam Masjid Al-Ihsan, Abdul Rahim Hasan. "Kami tahu itu teror."

Salah seorang anggota jemaah masjid bergegas memberi tahu istri Novel, Rina Emilda. Novel segera dibawa ke Rumah Sakit Mitra Kelapa Gading, Jakarta Utara. Rumah sakit ini mendeteksi kornea mata Novel terluka, terutama bagian kiri. Setiap beberapa menit, perawat meneteskan obat kepada kedua mata Novel untuk membantu pemulihan. Adapun dahi Novel benjol karena terantuk pohon nangka.

Untuk mempercepat pemulihan matanya, sore hari itu juga Novel dipindahkan ke rumah sakit Jakarta Eye Centre, Menteng, Jakarta Pusat. Ia dipindahkan dengan kondisi sebagian kepala dibalut perban. Karena air keras yang mengenai matanya berkadar kepekatan rendah, mata Novel berangsur-angsur pulih. Penglihatan mata kanan yang semula hanya 5 persen sudah membaik menjadi 30 persen. Atas permintaan keluarga, Rabu pekan lalu, Novel kemudian menjalani perawatan di rumah sakit Singapura untuk menjalani terapi khusus.

Pelbagai lapisan masyarakat mengutuk teror ini dan meminta pelakunya diusut. Ratusan mahasiswa, akademikus, dan tokoh antikorupsi mendatangi gedung KPK. Mereka membawa poster dukungan, "Kami Melawan Bersama Novel Baswedan". Di Istana Negara, Presiden Joko Widodo juga mengutuk aksi teror dan meminta Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menangkap pelakunya. "Ini tindakan brutal," ujar Jokowi.

Tito membentuk tim khusus yang dipimpin Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rudy Heriyanto. Anggotanya gabungan personel Kepolisian Sektor Kelapa Gading dan Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara.

Polisi sudah empat kali melakukan olah tempat kejadian perkara. Polisi memeriksa 16 saksi mata, sebagian besar tetangga Novel. Dari lokasi kejadian, polisi menemukan cangkir melamin warna hijau untuk membawa air keras. Polisi juga merekonstruksi kejadian di Jalan Bellyra karena sepeda motor pelaku sempat terjerembap di sekitar selokan ketika kabur setelah menyiram Novel.

Penyidik polisi juga sudah menganalisis rekaman closed-circuit television (CCTV) di rumah Novel. Setelah dianalisis, menurut Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan, rekaman CCTV itu tidak memperlihatkan wajah pelaku karena waktu kejadian di luar masih gelap. Sejauh ini baru rekaman CCTV itu yang dikantongi polisi. "Karena memang pagi, ada motor juga cepat sekali lewat," katanya.

Petunjuk penting yang mengarah ke pelaku, menurut Iriawan, adalah koleksi foto pengintai Novel. Sejumlah saksi mata menyatakan ada kemiripan ciri-ciri fisik penyiram air keras dengan orang yang ada di foto-foto tersebut.

Salah satunya kesaksian Eko Julianto, tetangga Novel. Sebelum teror terjadi, Eko keluar mendahului Novel seusai salat subuh di Masjid Jami Al-Ihsan. Menurut Eko, ketika pulang menuju rumahnya, ia melihat dua orang tidak dikenal di sudut perempatan yang jaraknya sekitar sepuluh langkah dari masjid.

Salah satu dari kedua orang itu, menurut Eko, berdiri di samping sepeda motor Yamaha Matic N-Max hitam. Ia mengenakan helm dan jaket gelap dengan perawakan tinggi dan kurus. Sepintas Eko melihat orang ini sedang memperhatikan pintu keluar masjid. Satu orang lagi ciri-cirinya lebih jelas karena tidak mengenakan helm. Posisinya sedang duduk di kursi keramik. "Orang ini mukanya sangar, seperti orang seberang," ujarnya.

Imam Masjid Al-Ihsan, Abdul Rahim Hasan, juga melihat orang asing yang mondar-mandir pada Senin subuh, sehari sebelum teror menimpa Novel. Wajah orang ini, kata dia, sama persis seperti yang ada di foto yang ditunjukkan penyidik. "Polisi harus mengejar orang ini," tuturnya.

Di tengah pengusutan kasus ini oleh polisi, sejumlah kalangan menuntut Jokowi membentuk tim pencari fakta. Mereka antara lain mantan komisioner KPK, Wadah Pegawai KPK, dan sejumlah organisasi antikorupsi. Menurut mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas, tim gabungan kepolisian, penegak hukum lain, dan masyarakat sipil ini diperlukan karena kasus teror terhadap pegawai KPK tidak pernah diusut tuntas. "Negara tidak bisa lagi sekadar basa-basi," ujarnya.

l l l

PENYIRAMAN air keras ini menjadi teror keenam bagi Novel Baswedan. Teror selalu datang tatkala Novel tengah memimpin tim yang mengusut kasus yang melibatkan nama-nama besar di negeri ini.

Pada 2012, ketika memimpin pengusutan kasus dugaan korupsi proyek simulator yang melibatkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo, Novel ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan pencuri burung walet di Bengkulu. Kala itu, Novel memang berdinas di sana. Tapi sejumlah saksi mengatakan Novel tidak melakukan yang dituduhkan.

Setelah dihentikan atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kasus Bengkulu "dihidupkan" lagi ketika KPK mengusut kasus dugaan rekening gendut Komisaris Jenderal Budi Gunawan, kini Kepala Badan Intelijen Negara. Kasus Budi Gunawan belakangan dilimpahkan ke Polri dan dihentikan atas dasar putusan praperadilan.

Adapun teror penyiraman air keras terjadi ketika Novel tengah memimpin kasus megakorupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik dengan kerugian negara Rp 2,3 triliun. Dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, sedang menjalani sidang kasus ini. Di tahap penyidikan, KPK terus mengembangkan kasus ini dengan menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka, akhir Maret lalu.

Senin pekan lalu, penyidik KPK meminta Direktorat Jenderal Imigrasi melarang Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto ke luar negeri. Menurut dokumen persidangan Irman, melalui Andi Narogong, Setya diduga mengatur proyek ini sejak awal. Sejumlah pejabat Kementerian Dalam Negeri, pimpinan dan anggota DPR 2009-2014, serta sejumlah rekanan disebut menerima duit. Setya dan Andi disebut-sebut menerima Rp 574 miliar. Setya berkali-kali membantah soal ini. "Demi Allah saya tak terima," katanya.

Sebelum teror air keras, Novel juga baru mendapatkan surat peringatan dari Ketua KPK Agus Rahardjo. Surat itu diberikan karena Novel menentang usul Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Aris Budiman yang hendak menarik perwira menengah kepolisian, terutama yang pernah bertugas di KPK, untuk mengisi posisi kepala satuan tugas penanganan kasus. Novel menyampaikan penolakan melalui surat elektronik. Sejumlah penyidik dari kepolisian melaporkan Novel ke pengawas internal KPK sehingga ia menerima surat peringatan. Mendapat reaksi dari dalam dan luar KPK, surat peringatan untuk Novel akhirnya dicabut.

Sejumlah mantan penyidik KPK yang telah kembali ke kepolisian pun geram atas penolakan Novel. Di grup WhatsApp alumnus KPK yang diberi nama "Alumni C1 dan Teman2", barisan perwira menengah polisi itu terang-terangan mengkritik Novel.

Menurut seorang penegak hukum, Novel juga beberapa kali diadukan ke petinggi kepolisian dengan tuduhan akan mengusut keterlibatan polisi dalam kasus suap yang melibatkan pengusaha daging Basuki Hariman. Basuki ditahan karena menyuap hakim konstitusi Patrialis Akbar. "Ini semacam fitnah untuk menyingkirkan Bang Novel," ujarnya.

Tempo sempat meminta konfirmasi soal ini ke Novel, tapi ia menolak berkomentar. "Tanya pimpinan saja," kata Novel. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan lembaganya solid dan tidak terpecah. "Teror ke penyidik terkait dengan kasus itu salah sasaran," ucapnya. "Pimpinanlah yang bertanggung jawab."

Anton Aprianto, Linda Trianita, Inge Klara Safitri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus