Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga elang laut melayang-layang mengitari Pulau Janda Berhias, Batam, Kamis dua pekan lalu. Sejurus kemudian, burung pemangsa ikan itu serempak bertengger di tiga pucuk tiang dari sembilan tiang yang menancap tak beraturan. Siang itu, tak ada kehidupan lain di lahan seluas 75 hektare yang dibatasi umbul-umbul kuning bertulisan ¡±West Point¡± tersebut. Di lahan proyek kilang minyak yang mangkrak itu, ilalang pun sekarat dibakar panas matahari.
Pengelola West Point berkantor di Pelabuhan Sekupang, Batam, sekitar 15 menit perjalanan dengan speedboat. Dari pulau, Tempo lantas menyambangi kantor PT West Point Terminal yang tanpa papan nama itu. Di sebuah ruangan di lantai dua, hanya ada seorang petugas keamanan dan resepsionis. "Tak ada pimpinan," kata Okta, si resepsionis. Ketika ditanya ihwal pembangunan West Point yang terbengkalai, Okta tak mau menjelaskan. "Nanti saya sampaikan ke pimpinan."
PT West Point Terminal merupakan perusahaan patungan antara Sinomart Development Limited dan PT Mas Capital Trust. Sinomart, anak perusahaan Grup Sinopec milik negara Cina, menguasai 95 persen saham PT West Point. Sisanya milik PT Mas Capital sebagai mitra lokal. Sinomart menyetor modal US$ 95 juta atau sekitar Rp 917,1 miliar. Adapun Mas Capital hanya menyetor US$ 5 juta atau setara dengan Rp 48,2 miliar.
Perusahaan patungan ini semula berencana membangun depo minyak mentah dengan investasi US$ 738 juta atau sekitar Rp 11,5 triliun di Pulau Janda Berhias. Proyek di kawasan perdagangan bebas itu dijadwalkan mulai dibangun pada 2013 dan rampung pada 2016. Namun proyek itu telantar gara-gara konflik internal perusahaan.
Puncaknya pada akhir Februari lalu, ketika Interpol menerbitkan red notice atau surat permintaan pelacakan terhadap Direktur Utama West Point Feng Zhigang dan Direktur Keuangan Zhang Jun. Sehari kemudian, Interpol kembali mengeluarkan nota merah untuk Komisaris West Point Ye Zhijun.
Penerbitan nota merah itu atas permintaan Kepolisian RI. Sebelumnya, pada 21 Februari lalu, Markas Besar Polri menerima permohonan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kepulauan Riau.
Ketiga petinggi West Point dicari-cari karena tak pernah memenuhi panggilan penyidik Polda Riau. "Mereka diduga terlibat kasus tipu-gelap dalam jabatan," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar. Menurut Boy, kerugian yang dialami perusahaan Indonesia dalam patungan itu sebesar US$ 1,58 juta atau sekitar Rp 20 miliar.
Penyidik Polda Kepulauan Riau mengusut kasus ini atas laporan dari Direktur Sumber Daya Manusia PT West Point Terminal Bowie Yonathan pada 3 November 2015. Bowie satu-satunya direktur di PT West Point yang berasal dari PT Mas Capital.
Kemelut perusahaan patungan ini bermula dari penunjukan Sinopec Engineering sebagai kontraktor untuk membangun depo minyak di Batam. Kebijakan itu ditentang PT Mas Capital. "Penunjukannya tidak transparan," kata kuasa hukum PT Mas Capital, Defrizal Djamaris.
Berdasarkan perjanjian pemegang saham, penunjukan kontraktor fasilitas penyimpanan sebesar 2,6 juta ton di Batam itu harus melalui tender internasional. Namun, menurut Defrizal, pemegang saham Sinomart, SinopecKantons Holdings Limited, melakukan hal sebaliknya.
Dalam laporan kepada Hong Kong Stock Exchange pada 18 November 2013, Sinopec Kantons menyebutkan berhak menunjuk langsung anak usahanya, Sinopec Engineering, sebagai kontraktor utama proyek senilai US$ 738 juta itu. Padahal, menurut Defrizal, 13 kontraktor internasional dari enam negara mengajukan penawaran yang jauh lebih rendah. Kontraktor asal Indonesia, Singapura, Malaysia, Australia, Korea Selatan, dan Belanda itu rata-rata mengajukan penawaran US$ 582,7 juta atau sekitar Rp 7,7 triliun.
Tak ada titik temu, pembangunan depo pun terhenti. "Kami dispute soal itu. Belum ada penyelesaian," ujar Defrizal.
Soal lain, Sinomart akan membiayai pembangunan kilang minyak melalui dana pasar modal dengan peminjam atas nama PT West Point Terminal. "Itu akan jadi tanggung jawab kami juga," kata Defrizal.
Di tengah kebuntuan, pada 2014 keluar hasil audit. Ketika membaca laporan audit itu, Bowie menemukan transaksi keuangan US$ 1,56 juta atau sekitar Rp 20 miliar. Pengeluaran itu tak didukung dokumen transaksi yang memadai. Padahal dalam akta rapat umum pemegang saham luar biasa disebutkan penggunaan uang di atas US$ 100 ribu harus mendapat persetujuan dewan komisaris.
Salah seorang anggota Dewan Komisaris PT West Point, Bang Hawana, berkali-kali meminta penjelasan kepada Zhang Jun tentang dokumen pengeluaran US$ 1,56 juta itu. Namun Zhang tak memberi jawaban pasti. "Mereka bilang itu service agreement yang under table." Padahal, kata Defrizal, "Semua perizinan kami yang mengurus."
Atas dasar temuan audit itulah PT Mas Capital melaporkan Zhang Jun ke Polda Riau. Dalam pengembangan penyidikan, tim Polda Riau menemukan jejak transfer uang dari PT West Point kepada Sinopec Century Bright Capital di Hong Kong. Transfer itu melalui rekening perseroan di Bank ICBC Cabang Batam.
Pemindahan buku sebanyak tiga kali itu atas perintah Zhang Jun dan Ye Zhijun. Padahal, menurut Defrizal, uang di rekening PT West Point bukan sepenuhnya milik Sinomart. Sebab, PT Mas Capital juga telah menyetor modal dan menjadi pemilik saham, meski hanya 5 persen. "Tindakan Zhang Jun dan Ye Zhijun berpotensi dikategorikan pidana pencucian uang," ujar Defrizal. Karena itulah perwakilan PT Mas Capital melaporkan lagi Feng Zhigang dan Ye Zhijun ke Polda Kepulauan Riau.
Perwakilan Sinomart di Batam, Osman Hasyim, membantah telah melanggar perjanjian dengan PT Mas Capital, baik dalam penunjukan kontraktor maupun dalam pemindahan uang. "Sesuai dengan porsi saham, otoritas Sinomart berhak menunjuk kontraktor," kata Osman.
Menurut perwakilan lain dari Sinomart, Zhang Jun, Feng Zhigang, dan Ye Zhijun telah meninggalkan Batam pada Desember 2016. Tiga warga negara Cina itu kebingungan karena persoalan internal perusahaan diseret ke jalur hukum pidana. "Apalagi sejumlah polisi mulai keluar-masuk kantor perusahaan untuk memeriksa berkas-berkas," ujar perwakilan Sinomart yang tak mau disebut namanya itu.
Sumber ini menambahkan, direksi Sinomart memindahkan uang ke perusahaan lain karena ingin menyelamatkan uang Sinopecyang sudah masuk ke rekening PT West Point. "Lagi pula belum ada pekerjaan apa pun," tuturnya berdalih.
Direktur Kriminal Umum Polda Kepulauan Riau Komisaris Besar Eko Puji Nugroho mengatakan polisi mengusut dugaan penggelapan ini setelah menerima laporan dari masyarakat. "Polisi tak berhak menolak laporan," ujar Eko. Menurut dia, kasus proyek di Pulau Janda Berhias masih dalam proses penyidikan. "Kami hanya melaksanakan tugas sebagai polisi," katanya.
Linda Trianita, Nurlis Meuko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo