Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Prioritas Publik, Tidak bagi Pemerintah

Pemerintah tidak memprioritaskan pembahasan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik. Padahal, DPR memprioritaskannya.

8 Agustus 2005 | 00.00 WIB

Prioritas Publik, Tidak bagi Pemerintah
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tiga pekan silam, sebuah berita pahit diterima Agus Sudibyo, Koordinator Koalisi Kebebasan Informasi, dari Djoko Susilo, anggota Komisi I DPR. Wakil rakyat ini mengabarkan pemerintah baru akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebebasan Memperoleh Informasi Publik sekitar tujuh tahun lagi. ”Jika benar, ini semakin mengindikasikan ketidakseriusan pemerintah membahas undang-undang yang memberi akses luas masyarakat atas informasi publik,” ujarnya, tampak kecewa.

Koalisi Kebebasan Informasi, gabungan dari 56 lembaga swadaya masyarakat seluruh Indonesia, pantas gundah. Sebab, RUU Kebebasan Memperoleh Informasi ini terbilang telah lama mengendap di DPR, sejak 1999, yang diusulkan oleh berbagai kelompok masyarakat. Baru pada 2003 DPR mengajukannya sebagai hak inisiatif dan kemudian membentuk panitia khusus pada 18 Februari 2003.

Setahun kemudian, DPR mengirimkan surat kepada Presiden Megawati agar mengeluarkan amanat presiden berisi penunjukan menteri yang akan bersama DPR membahas rancangan tersebut. Tapi, hingga Megawati turun dari kursi presiden, amanat yang ditunggu-tunggu itu tak kunjung muncul.

Salah satu penyebab mandeknya pembahasan RUU ini adalah adanya perbedaan pandangan antara DPR dan pemerintah. Pemerintah ingin RUU Kebebasan Memperoleh Informasi dibahas dalam satu panitia khusus dengan RUU Intelijen dan RUU Rahasia Negara. Tapi, toh kenyataannya ini pun luput. Hingga akhir Maret 2003, baru RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik yang dirampungkan DPR.

Anggota Komisi I DPR, Cyprianus Aoer, tak menampik adanya kendala politik yang membuat pembahasan RUU tersebut mogok. ”Pemerintah kan tak mau rahasianya terbongkar,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan ini. Jika undang-undang ini berlaku, kata dia, kelak masyarakat berhak mempertanyakan banyak hal perihal kinerja badan publik, termasuk anggarannya.

Badan publik yang dimaksud RUU ini memang luas. Mereka adalah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Baik di pusat maupun daerah, termasuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, organisasi nonpemerintah yang mendapat anggaran negara atau daerah, serta usaha swasta yang bekerja sama dengan badan publik. ”Undang-undang ini bisa menjadi penangkal korupsi,” kata Agus Sudibyo.

Kendati pernah dibahas anggota DPR periode sebelumnya, menurut Cyprianus, DPR akan membahas RUU ini dari awal lagi. Menurut Cyprianus, tiga hari setelah rapat paripurna Juli lalu, lembaga itu mengirimkan surat kepada presiden agar segera mengeluarkan amanat presiden. ”RUU ini prioritas kami dan kami berharap parlemen dan pemerintah bisa mulai membahas RUU ini setelah berakhirnya masa reses pertengahan bulan ini,” ujarnya.

Tapi, harapan DPR ini tampaknya bisa tak tercapai. Rabu lalu, kepada Tempo, Menteri Komunikasi Sofyan Djalil mengakui pihaknya tak memprioritaskan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi. ”Kami melihat prioritasnya tidak begitu tinggi,” kata Sofyan. Saat ini, kata Sofyan, kementeriannya memberi prioritas pembahasan RUU Transaksi Elektronik.

Sofyan memiliki alasan kenapa pihaknya tak tergesa-gesa membahas RUU tersebut. Menurut dia, untuk ”menyambut” undang-undang itu, diperlukan kesiapan semua badan publik dan masyarakat. Sebab, jika undang-undang ini berlaku, semua lembaga yang menerima dana publik harus transparan. ”Di Inggris, undang-undang ini menjadi wacana publik hampir 20 tahun, sebelum diterapkan,” ujarnya.

Perihal isi RUU itu, pemerintah agaknya sudah menyiapkan ”draf tandingan”. Ada beberapa perbedaan yang menonjol antara draf RUU Kebebasan Memperoleh Informasi versi DPR dan versi pemerintah. Salah satunya tentang Komisi Informasi. Dalam draf DPR, Komisi Informasi hanya akan ada di pusat dan provinsi. Fungsi Komisi adalah menjadi ”pengadilan” jika terjadi sengketa antara masyarakat dan badan publik mengenai informasi.

Pada versi pemerintah, Komisi Informasi tak ada. Jika terjadi keberatan atas pelayanan pejabat dokumentasi dan informasi, misalnya, setiap orang bisa mengajukan keberatan kepada pejabat tersebut. Jika belum puas, bisa banding kepada atasannya. Ini berbeda dengan versi DPR. Draf DPR menyatakan pengajuan keberatan ditujukan langsung kepada atasannya. Jika tetap tak puas, bisa banding ke Komisi Informasi, yang keputusannya final dan mengikat.

Cyprianus menduga, tak adanya Komisi Informasi dalam draf pemerintah disebabkan adanya kekhawatiran Komisi akan mengambil peran pemerintah. Dalam draf pemerintah sendiri, sedikitnya ada empat hal yang akan diatur lewat PP. Itu adalah tata cara pengumuman informasi oleh badan publik, klasifikasi dan pengelolaan informasi publik yang dikecualikan, tata cara permintaan informasi kepada badan publik, serta penetapan pemungutan biaya untuk permintaan informasi. ”Peraturan pemerintah ini bisa hanya menguntungkan pemerintah,” kata Cyprianus.

Tapi, menurut Agus, hal-hal semacam itu kelak bisa dibicarakan di DPR. Yang penting, katanya, publik kini harus meyakinkan presiden dan pemerintah bahwa pembahasan RUU tersebut adalah bagian dari komitmen untuk memberantas korupsi.

Abdul Manan/LRB


Antara DPR dan Pemerintah

Sejumlah perbedaan pada isi draf RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (versi DPR) dan RUU Informasi Publik (versi pemerintah).

RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik 34 pasal

Mekanisme untuk memperoleh informasi Setiap orang berhak meminta informasi publik, baik tertulis maupun tidak tertulis. Paling lambat 10 hari setelah ada permintaan informasi, badan publik wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai antara lain informasi yang diminta, biaya, serta cara pembayaran, dan penerimaan atau penolakan yang disertai alasan.

Jumlah informasi yang dikecualikan Ada tujuh hal, meliputi informasi yang bila dibuka dapat: menghambat proses penegakan hukum; mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual, rahasia dagang, dan persaingan usaha tidak sehat; merugikan strategi pertahanan dan keamanan nasional; mengungkapkan kekayaan alam Indonesia; merugikan ketahanan ekonomi nasional dan kepentingan hubungan luar negeri; mengungkapkan isi otentik yang bersifat pribadi; dan mengungkap kerahasiaan pribadi yang tertutup.

Sanksi Dua jenis sanksi, yaitu pidana penjara dan atau denda. Denda mulai Rp 1 juta sampai Rp 500 juta. Sanksi yang diberikan kepada badan publik yang tidak menjalankan tugasnya lebih besar dibanding terhadap pengguna informasi.

RUU Informasi Publik 59 pasal

Mekanisme untuk memperoleh informasi Setiap orang berhak meminta informasi publik, baik tertulis maupun tidak tertulis. Tata cara permintaan informasi diatur tersendiri dalam peraturan pemerintah.

Jumlah informasi yang dikecualikan Ada 10 hal, meliputi informasi yang bila dibuka dapat: menghambat proses penegakan hukum; merugikan strategi pertahanan negara; merugikan kepentingan hubungan luar negeri; mengungkapkan persandian negara; mengungkapkan sistem intelijen negara; merugikan kepentingan negara dalam mengelola kekayaan alam; merugikan stabilitas dan atau ketahanan ekonomi nasional; merugikan kepentingan hak atas kekayaan intelektual, rahasia dagang, dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; mengungkapkan isi otentik yang bersifat pribadi; dan mengungkap kerahasiaan pribadi yang tertutup.

Sanksi Dua jenis sanksi, yaitu denda dan penjara. Denda mulai Rp 1 juta sampai Rp 500 juta. Sanksi pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun hanya untuk pengguna informasi yang melanggar larangan.

Sumber draf versi DPR dan pemerintah yang dimiliki Koalisi Kebebasan Informasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus