Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGUMUMAN resmi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di pengujung Desember 2020 tentang rencana investasi LG Energy Solution Ltd menjadi angin segar bagi ambisi pemerintah membangun ekosistem kendaraan listrik kelas dunia di Tanah Air. Tapi, di mata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, yang mengikuti jalannya negosiasi setahun terakhir, komitmen investasi senilai US$ 9,8 miliar atau sekitar Rp 142 triliun untuk pembangunan pusat produksi sel baterai mobil listrik tersebut tak dicapai dengan mudah. “Saya sampai lima kali datang ke Korea Selatan membahas ini,” tutur Bahlil kepada Retno Sulistyowati, Khairul Anam, dan Aisha Shaidra dari Tempo, Kamis, 7 Januari lalu.
Berapa lama waktu pembahasan rencana investasi LG itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Negosiasi untuk memorandum of understanding (MOU) setahun ada. Kami yang bikin (draf) MOU-nya, sampai ada 22 kali perubahan, beberapa kali deadlock. Tim BKPM yang melakukan negosiasi, tidak pakai konsultan mana pun, karena yang tahu regulasi dan perintah Presiden adalah orang di Republik Indonesia ini. Saya juga dibantu Kementerian Luar Negeri, Kedutaan Besar RI di Korea Selatan. Juga Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Pak Erick Thohir dan Pak Budi Gunadi Sadikin—saat menjabat Wakil Menteri BUMN. Kami betul-betul tim negosiasi yang luar biasa sekali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengapa begitu lama?
Negosiasi alot karena kami ingin dari hulu ke hilir terjadi di Indonesia. Dari mulut tambang dan smelter di Maluku Utara hingga pabrik katoda prekursor, termasuk sel baterai, di Batang, Jawa Tengah. Sedangkan pabrik mobilnya di Deltamas, Cikarang, Jawa Barat, yang sekarang dibangun oleh Hyundai. Bahkan pembahasannya sampai proses daur ulang baterai. Ini yang pertama di dunia, karena dari hulu ke hilir. Yang lain cuma sel baterai.
Akhirnya kesepakatan diteken 18 Desember 2020?
Ya. Sempat batal berangkat sehari karena ada poin yang wajib dimasukkan ke MOU. Saya juga minta keterlibatan pengusaha lokal, harus masuk, bukan cuma BUMN. Swasta harus bisa masuk. Perintah Presiden, setiap investasi yang masuk, selain menciptakan lapangan pekerjaan, harus punya multiplier effect. Ekonomi di daerah maju, pengusaha daerah juga maju.
Bagaimana skema kerja samanya?
Investasi ini menggabungkan antara LG dan konsorsium BUMN di induknya. Semua terlibat, dari tambangnya ada PT Aneka Tambang Tbk, sampai smelternya, prekursor katoda, sel baterai, dan battery pack, juga melibatkan BUMN.
Jadi perjanjian juga diteken antara LG dan BUMN?
Jadi ada dua. MOU antara LG dan BKPM berbicara tentang ruang lingkup dari apa yang akan negara berikan kepada mereka. Sebaliknya, mereka juga harus mengikuti aturan. Kedua, heads of agreement business-to-business (B2B) merujuk pada apa yang sudah disepakati. Enggak boleh ada tambahan lagi. Karena insentif dari negara, perizinan di negara, cadangan nikelnya juga punya negara. Kami ingin BUMN kuat.
Pembicaraan B2B sudah berjalan?
B2B sudah, kami paralel.
Kapan diteken?
Kami targetkan secepatnya, paling lambat seharusnya Januari ini. Kalau kami enggak bisa berangkat, LG yang akan ke sini Januari ini. Saat ini pembahasan tinggal mengenai keterlibatan BUMN dalam penempatan tenaga ahli di semua bagian bisnis.
Bagaimana soal kepemilikan sahamnya kelak?
Ada empat tahap, yakni tambang, smelter, prekursor katoda, dan sel baterai. Di empat tahap itu ada yang BUMN mayoritas, ada yang minoritas. Begitu pula LG. Bagi saya, bukan persoalan siapa yang punya banyak, tapi bagaimana kolaborasi ini penting. Di tambang, misalnya, pasti BUMN lebih besar. Tapi, di sel baterai, LG lebih besar karena teknologi dan pasar punya mereka. Silakan saja. BKPM akan menjadi wasit yang baik. Deal ini sangat transparan.
Kenapa pabrik baterai tidak dibangun dekat area tambang supaya efisien?
Di hulu itu smelternya. Pabrik ore nikel dibangun di Maluku Utara. Hasil dari smelter itu dibawa ke Batang untuk diproduksi menjadi prekursor katoda. Di Batang ini yang menghubungkan dengan logistik lain, termasuk aspek teknologi. Pasokan listriknya dari energi baru-terbarukan.
Mengapa Kawasan Industri Terpadu Batang yang dipilih?
Batang ini kawasan industri yang didorong, sudah diresmikan Presiden, yang harga tanahnya paling murah. Kompetitif. Salah satu yang membuat kita kalah oleh Vietnam adalah harga tanah. Harga tanah di kawasan industri di Jawa bisa sampai Rp 3-4 juta per meter persegi. Di Vietnam paling tinggi Rp 1,2 juta. Nah, negara harus hadir untuk menarik investor. Caranya, menyelesaikan masalah perizinan dan tanah.
LG akan mendapat tanah gratis?
Bukan hanya LG, semua, lima tahun pertama kami kasih gratis. Kalau Panasonic atau Tesla mau di Batang, alhamdulillah. Tidak ada perlakuan istimewa terhadap salah satu investor. Semuanya rata. Di sana ada 4.300 hektare. Saya ingin ini penuh.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo