Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPK menemukan penyelewengan dalam proyek perbaikan seribu rumah tidak layak huni di Kabupaten Jember.
Penyelidik memeriksa orang dekat Bupati Jember.
Pendamping penerima bantuan ternyata bekas anggota tim sukses.
PENYELIDIKAN yang tadinya berlangsung tertutup itu kini telanjur terbuka. Setelah pengumpulan bukti dari lapangan di Desa Sukowono di Jember, Jawa Timur, gagal, Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil satu per satu saksi ke Jakarta sejak akhir Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah seorang di antaranya Kepala Desa Sukowono Kholifah. Ia datang ke gedung KPK pada 26 Februari lalu. Menurut Kholifah, penyelidik bertanya soal program renovasi rumah tidak layak huni (RTLH) yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Jember 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Desa Sukowono mendapat jatah perbaikan 165 unit rumah. “Saya ditanyai soal program yang turun ke desa apa saja. Salah satunya RTLH itu,” kata Kholifah, Kamis, 26 Maret lalu.
Bupati Jember Faida mencanangkan program bantuan rehabilitasi 1.150 rumah penduduk yang dianggap belum layak huni. Nilai proyeknya mencapai Rp 20 miliar. Tiap kepala keluarga mendapatkan jatah Rp 17,5 juta untuk membeli bahan bangunan dan membayar ongkos tukang.
Dua anggota staf Pemerintah Kabupaten Jember mengatakan terjadi penyelewengan di hampir semua proyek pembangunan rumah. Misalnya, untuk menjalankan proyek ini, pemerintah membentuk tim fasilitator lapangan RTLH. Dalam praktiknya, peran tim digantikan orang-orang yang dulu membantu Faida pada pemilihan kepala daerah 2016. Salah satunya Faisal Amir, bekas koordinator “relawan”.
Faisal semestinya menjadi pendamping penerima bantuan di Kecamatan Sukowono, tapi ia justru diduga berperan sebagai kontraktor. Dokumen yang diperoleh Tempo menyebutkan Faisal berhubungan langsung dengan pemilik toko material bangunan. Rekanan Faisal dalam proyek ini membenarkan informasi tersebut. “Dia belanja di toko ini senilai Rp 4,5 miliar,” ujar Rosiyanto, pemilik toko material “Anyar”.
Faisal juga disangka menarik bantuan Rp 17,5 juta yang sudah dikirimkan kepada warga desa. Ia kemudian mengumpulkan duit itu di rekening pribadinya. Seharusnya warga penerima bantuan bisa langsung menerima uang dan membelanjakannya dengan didampingi tim fasilitator lapangan.
Dihubungi lewat sambungan telepon, Faisal membenarkan menjabat salah satu koordinator relawan program RTLH. Ia menolak disebut sebagai “relawan” Faida. “Relawan rakyat,” katanya. Dua nomor telepon selulernya tak aktif lagi ketika ia hendak dimintai konfirmasi soal perannya dalam proyek RTLH pada kesempatan berbeda.
KPK sudah mengambil keterangan Faisal di Jakarta. Penyelidik juga memanggil dua pemilik toko material dan dua pejabat setingkat kepala dinas yang diduga mengetahui program RTLH.
Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan penyelidik memang sudah memanggil sejumlah saksi dan masih akan bertambah. “Prosesnya masih berlanjut,” ujar Ali, Kamis, 26 Maret lalu.
Adapun Bupati Faida tak kunjung membalas permintaan wawancara. Tempo mencoba menemui dia saat berada di Pendapa Kabupaten Jember pada Kamis, 26 Maret lalu. Faida menolak ditemui. Melalui Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Jember Gatot Triyono, Faida mengatakan tidak berkenan diwawancarai kecuali soal penanganan virus corona.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo