Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ratu Atut Chosiyah Keluar Penjara, Apa Itu Remisi?

Ratu Atut menjadi salah satu koruptor yang mendapat remisi HUT RI ke-77

7 September 2022 | 15.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah (tengah) didampingi puteranya yang juga mantan Wagub Andika Hazrumi (kiri) dan petugas Lapas menyapa wartawan usai memenuhi wajib lapor di Kantor Badan Pemasyarakatan (Bapas) Serang, Banten, Selasa, 6 September 2022. Setelah menjalani hukuman tujuh tahun penjara dalam kasus suap terhadap Hakim MK, Ratu Atut Chosiyah dinyatakan bebas bersyarat dan wajib lapor hingga 8 Juli 2026 dan bisa dicabut kebebasannya bila Atut kembali melakukan tindak pidana, pelanggaran umum maupun khusus. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakat IIA Tangerang pada Selasa, 6 September 2022. Ratu Atut menjadi salah satu koruptor yang mendapat remisi HUT RI ke-77. Hukumannya dipangkas 3 bulan. Setelah bebas, Ratu Atut Chosiyah wajib mengikuti bimbingan dari Balai Pemasyarakatan Serang sampai 8 Juli 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ratu Atut Chosiyah divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan pada 1 September 2014. Ratu Atut terbukti menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sebanyak Rp 1 miliar terkait penanganan sengketa Pilkada Lebak, Banten. Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman itu menjadi 7 tahun penjara pada 2015.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ratu Atut juga divonis 5 tahun 6 bulan penjara, terbukti korupsi pengadaan alat kesehatan di rumah sakit rujukan Pemerintah Banten. Ia memeras anak buahnya sebanyak Rp500 juta untuk biaya istigasah.

Apa itu remisi?

Mengutip publikasi Pemberian Remisi Terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, remisi hak narapidana untuk mendapat pengurangan pidana apabila selama menjalani pembinaan berkelakuan baik. Remisi proses pembinaan narapidana di luar Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya dua per tiga masa pidana. Itu dengan ketentuan dua per tiga masa pidana minimal 9 bulan.

Dasar hukum pemberian remisi telah mengalami beberapa kali perubahan, bahkan telah dikeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999. Belum sempat diterapkan,  aturan itu dicabut kembali dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 174 Tahun 1999. 

Remisi diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 pasal 14 yang bunyinya, narapidana berhak mendapat pengurangan masa pidana atau remisi. Remisi dari segi pengertian secara luas, sudah dijelaskan dalam pasal ini.  Namun, masih diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang remisi. Misalnya, mengenai siapa yang berhak mendapat, syarat, dan lain-lainnya. 

Dalam undang-undang ini juga diatur beberapa kosakata pengertian dari beberapa unsur dalam remisi, misalnya pengertian narapidana, terpidana, Lembaga Pemasyarakatan, dan anak pidana.

Mengutip dari situs web Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman, remisi diberikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan beberapa pertimbangan, seperti kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat.

Pemberian remisi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Ketentuan Pasal 34 B ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Adapun Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang remisi.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus