Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
OPERASI penangkapan Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi pada Ahad malam pekan lalu dirancang serahasia mungkin. "Hanya kantor pusat yang tahu," kata seorang perwira polisi di Badan Narkotika Nasional yang ikut dalam penggerebekan di Sumatera Selatan itu, Kamis pekan lalu. "Kalau banyak yang terlibat, khawatir bocor."
Si perwira menuturkan, Nofiadi masuk radar BNN sejak tiga bulan lalu. Semula ada "laporan masyarakat" yang masuk ke BNN Provinsi Sumatera Selatan. Nofiadi, 28 tahun, diduga kerap memakai narkotik jenis sabu-sabu. Aduan tersebut diteruskan ke kantor pusat BNN di Cawang, Jakarta Timur. Sejak itu, pengintaian menjadi tanggung jawab BNN pusat.
Rangkaian operasi bermula pada penangkapan kilat Faizal Roche, Ahad pagi pekan lalu. Pegawai negeri Rumah Sakit Umum Daerah Ernaldi Bahar, Palembang, itu menyerah tanpa perlawanan. Ketika diinterogasi, ia terang-terangan mengaku sebagai pemasok sabu-sabu untuk si Bupati.
Pada malam harinya, sekitar pukul 19.00, sebanyak 30 anggota BNN dari Jakarta mengepung rumah Nofiadi di Jalan Musyawarah III, Karanganyar Gandus, Ogan Ilir. Rumah Nofiadi bersebelahan dengan rumah Faizal, hanya bersekat tembok setinggi tiga meter.
Penyergapan Nofiadi tak berjalan mulus. Tim BNN sempat dihadang ayah Nofiadi, Mawardi Yahya, dan penjaga rumah. Mereka menggembok gerbang rumah dan mengancam petugas BNN yang akan masuk. "Bapaknya menggertak mau lapor ke Kepala Polri dan Komisi III DPR," kata juru bicara BNN, Komisaris Besar Slamet Pribadi.
Kendala lain, pada malam itu, jaringan listrik di sekitar lokasi penangkapan ujuk-ujuk padam. Slamet tak mau berspekulasi apakah listrik sengaja dimatikan lebih dari dua jam atau tidak. Yang jelas, waktu penyidik terbuang begitu lama. Padahal waktu lima menit saja cukup untuk menghilangkan barang bukti.
Deputi Manajer Hukum dan Humas PTPLN Wilayah Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu Lilik Hendro Purnomo mengatakan malam itu tak ada pemadaman di sekitar Jalan Musyawarah III. Petugas PLN sudah mengecek ke lokasi dan tak menemukan kerusakan. "Semuanya menyala. Mungkin hanya di rumah bersangkutan yang mati," ujar Lilik.
Tak mau buruannya lepas, tim BNN dari Jakarta akhirnya meminta bantuan BNN Provinsi Sumatera Selatan. "Kami baru tahu ada penangkapan pada malam hari," kata Kepala Bidang Pemberantasan BNN Sumatera Selatan Ajun Komisaris Besar Minal Alkarhi. "Mereka meminta bantuan personel."
Ketika listrik menyala, tim BNN merangsek ke dalam rumah. Nofiadi ditemukan bersembunyi di halaman belakang. Bupati yang akan menikah pada April nanti itu digelandang ke luar rumah sekitar pukul 22.00.
Dua orang dekat Nofiadi, Murdani dan Juniansyah, turut digiring bersama seorang pegawai Dinas Kesehatan Ogan Komering Ulu Timur, Deny Afriansyah. Selain itu, BNN mengangkut Wakil Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam dan beberapa pejabat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Ogan Ilir. Malam itu mereka tengah berada di rumah Nofiadi. Namun Wakil Bupati dan pejabat DPRD akhirnya dilepas karena hasil tes urine mereka negatif narkotik.
Di rumah sang Bupati, tim BNN memang tak menemukan narkotik. Tapi, ketika dites urine, Nofiadi dan tiga kawannya positif menggunakan narkotik. Penyidik BNN menduga Nofiadi nyabu menjelang petang. Sebab, pada siang harinya, tim BNN mendapat informasi bahwa sabu-sabu masih tersimpan di seragam dinas Bupati.
Kepala BNN Komisaris Jenderal Budi Waseso mengatakan hasil tes laboratorium menunjukkan Nofiadi termasuk pengguna lama. "Karena di rambutnya ada sisa," katanya.
Hasil tes rambut itu klop dengan info yang diperoleh BNN sehari sebelum Nofiadi dilantik. Kala itu BNN mendapat informasi bahwa sang Bupati terpilih memakai sabu-sabu lagi. "Tapi kami tak buru-buru cokok dia karena perlu mendalami jaringannya," ujar seorang penyidik.
Setelah mempelajari gerak-gerik Nofiadi, tim BNN mengetahui bagaimana sang Bupati memperoleh barang haram itu. Ketika membeli sabu, misalnya, Nofiadi tak pernah bertatap muka dengan Faizal dan jaringannya. Faizal biasanya melemparkan sabu-sabu pesanan ke halaman belakang rumah Nofiadi.
Pengacara Nofiadi dkk, Febuar Rahman, membantah selentingan bahwa malam itu berlangsung pesta narkotik di rumah sang Bupati. Meski hasil tes urine Nofiadi dan tiga temannya positif narkotik, menurut Febuar, faktanya tak ada barang bukti di rumah kliennya. Pengacara ini juga menyangkal kabar bahwa keluarga dan penjaga rumah Nofiadi sempat menghalangi petugas BNN. "Waktu itu jaga-jaga saja karena keluarga tidak tahu siapa yang datang," katanya.
SEHARI setelah dicokok, Nofiadi diboyong ke kantor pusat BNN. Selama penerbangan dari Palembang menuju Jakarta, ia tak henti-henti meratapi nasib. "Habis sudah karier saya. Tak ada masa depan," ujar Komisaris Besar Slamet Pribadi, menirukan rengekan Nofiadi yang berulang kali menyinggung jabatan dia.
Nofiadi pertama kali terjun ke arena politik ketika menjadi anggota Komisi Pembangunan DPRD OganIlir periode 2014-2019. Ia dilantik sebagai legislator pada September 2014. Pada usianya yang masih 26 tahun, Nofiadi menduduki jabatan Ketua Fraksi Partai Golkar. Waktu itu ia baru menyelesaikan tugas skripsi.
Nofiadi kuliah selama tujuh tahun untuk meraih titel sarjana dari Jurusan Psikologi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Di kampus, ia mudah dikenali dengan kendaraan pribadinya. Sehari-hari, Nofiadi pergi ke kampus membawa Honda CR-V berpelat nomor cantik dengan buntut "OVI"—sapaan Nofiadi.
Rahmadi Djakfar, kolega Nofiadi di DPRD Ogan Ilir, mengatakan peran rekannya tidaklah menonjol. Nofiadi bahkan jarang datang ke rapat komisi. "Orangnya juga enggak kritis," kata politikus Partai Bulan Bintang ini, Kamis pekan lalu. "Orang milih karena dia anak Mawardi," ujar Rahmadi, yang sama-sama mewakili daerah pemilihan Muara Kuang-Rambang Kuang-Lubuk Keliat.
Menjelang pemilihan kepala daerah serentak pada Desember 2015, Nofiadi mundur dari Dewan untuk ikut perebutan kursi Bupati Ogan Ilir. Mawardi, yang masa tugasnya sebagai Bupati Ogan Ilir rampung pada Agustus 2015, mundur dua bulan sebelumnya untuk melapangkan jalan anaknya.
Nofiadi menggandeng Ilyas sebagai calon wakilnya. Dalam pemilihan, pasangan yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Golkar, Hanura, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Keadilan Sejahtera ini unggul. Pasangan Nofiadi-Ilyas mengalahkan pasangan Helmy Yahya-Muchendi Mahzareki dan Sobli-Taufik Toha. Pasangan terpilih dilantik pada 17 Februari 2016.
Di samping menelusuri jejaring pemasok narkotik, menurut Komisaris Jenderal Budi Waseso, BNN sedang meneliti rekening bank Nofiadi. Dari penelusuran sementara, BNN menemukan jejak transaksi tak wajar di rekeningnya. BNN menduga arus keluar-masuk duit tersebut berhubungan dengan pencucian uang hasil kejahatan.
Sebagai politikus belia, kekayaan Nofiadi terbilang fantastis. Dalam situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, ia tercatat memiliki harta senilai Rp 20,3 miliar. Sebagian besar hartanya berupa benda bergerak, seperti mobil Mercedes-Benz, Jeep Wrangler, Range Rover, dan Honda CR-V, dengan nilai total sekitar Rp 11,1 miliar.
Meski Undang-Undang Narkotika menyebutkan pengguna narkotik harus direhabilitasi, menurut Budi, BNN tak akan memberi toleransi untuk Nofiadi. Ia akan dijerat dengan Pasal 112 dan 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun. "Jadi pejabat itu harus memberi contoh yang baik," ucap Budi.
Karier politik Nofiadi pun tamat sudah. Kamis pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengirimkan surat pemecatan Nofiadi ke Komisi Pemilihan Umum Daerah Ogan Ilir. Jadilah Nofiadi pemecah rekor bupati dengan masa jabatan tersingkat karena terjegal kasus narkotik. Selanjutnya, Ilyas yang naik menjadi bupati. "Dengan catatan, dia tak terlibat narkotik," kata Tjahjo.
Syailendra Persada (Jakarta), Parliza Hendrawan (Ogan Ilir), Switzy Sabandar (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo