DI tengah berkecamuknya Perang Teluk, para pialang di lantai Bursa Efek Jakarta lemas. Bukan karena harga saham tiba-tiba anjlok, tapi karena tak disangka mereka "dipecundangi" oleh rekan sesama pialang Ali alias Hadi, bos perusahaan pialang PT Wira Unggul Sekuritas (PT WUS). Hanya dengan modal cek-cek kosong, Ali meraup saham-saham para pialang itu senilai Rp 1 milyar lebih. Setelah menjual kembali kertas berharga itu dengan harga miring, Ali lenyap dari peredaran dan kabur. Ali memang tampaknya penipu yang punya penciuman tajam melihat pasar. Tokoh yang terhitung baru di dunia bursa itu memilih aksinya di saat perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta lesu. Pada Senin dua pekan lalu, PT WUS mendadak memborong saham. Perusahaan pialang yang belum seminggu masuk lantai bursa itu membeli saham Astra International, Inco, Semen Cibinong, Indah Kiat, dan beberapa saham likuid lainnya -- semuanya dengan cek. Pada hari itu juga, PT WUS "melego" saham-saham itu dengan harga agak miring. Saham Inco yang dibeli Rp 7.750, misalnya, dijual Rp 4.600 per saham. Astra International yang dibeli Rp 17.950 dilepas Rp 17.800. Para pialang tentu saja berebut membeli saham yang dijual PT WUS itu. Baru pada hari keempat, para pialang yang menerima cek PT WUS curiga. Wim Ansory, pialang PT Srikandi Sekuritas Invesindo, misalnya, terkejut ketika mencairkan cek itu senilai Rp 40,7 juta di BCA Cabang Jalan Sabang. Cek itu ternyata kosong. Wim yang kesal memutuskan membawa masalah ini ke Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Namun, kata Wim, orang-orang PT WUS menahannya. "Mereka berjanji akan segera menyelesaikan," kata Wim. Tak lama kemudian, PT Srikandi menerima telepon dari bos PT WUS, Ali -- yang kadang-kadang mengaku bernama Hadi, atau Tjay atau Sutrisno -- berjanji akan melunasi utangnya. Ali pun setuju mengganti cek Wim dengan yang baru. Namun, esoknya, lagi-lagi Wim dibuat berang, cek dari Ali itu ternyata kosong lagi. Wim tak sabar. Senin pekan lalu secara tertulis, Wim melaporkan kasus itu ke Bapepam. Saat itulah lantai bursa bergoyang. Ternyata, pada saat itu bukan hanya PT Srikandi yang kebobolan, tapi juga PT Lumbung Persada Katulistiwa, misalnya, sebesar Rp 43,3 juta, Bhakti Investama senilai Rp 9,5 juta. Daftar pialang yang kebobolan itu semakin hari semakin panjang saja. Hingga Senin lalu, tercatat 36 perusahaan pialang telah melapor mendapat cek kosong dari PT WUS. Jumlah total kerugian para korban sekitar 215.000 lembar atau senilai Rp 1,4 milyar. Jika dihitung dengan saham yang beredar di pasar gelap, menurut Wim, diperkirakan PT WUS menggondol Rp 5 milyar -- termasuk kerugian puluhan dan mungkin ratusan nasabah. Kerugian terbesar diderita Sucorinvest Central Gani sebesar Rp 194,5 juta, menyusul Nomura Indonesia Rp 107,2 juta dan Dhanatunggal Utama Rp 90 juta. "Jumlah itu belum termasuk yang dijual di bawah tangan," kata Ketua Jakarta Securities Broker's Club Sani Permana. Begitu mendapat laporan, Ketua Bapepam Marzuki Usman mengeluarkan edaran melarang PT WUS melakukan transaksi di dalam maupun di luar bursa. Sementara ini Bapepam mulai lebih hati-hati. "Screen ini kami akan lebih ketat," kata Marzuki mantap. Selanjutnya, Bapepam membatalkan semua transaksi saham yang pernah lewat PT WUS. Saham-saham yang sudah berpindah tangan dianggap saham "sengketa" dan dilarang ditransaksikan. Bapepam juga membentuk tim untuk meneliti saham-saham yang melewati PT WUS. Pekerjaan ini, kata Wim, tak mudah. Mereka yang pernah menjual saham kepada WUS, seperti PT Srikandi, harus mengejar ke mana larinya saham-saham mereka. "Soalnya, ada kemungkinan saham itu sudah dijual di bursa Surabaya," katanya. Keputusan Bapepam itu ternyata juga mengundang reaksi baru. Kerugian kini membayangi tak hanya mereka yang sahamnya dibeli PT WUS dengan cek kosong, melainkan juga perusahaan yang telah membeli saham-saham dari perusahaan pialang PT WUS. Penipuan PT WUS itu, agaknya, sudah disiapkan secara rapi. Pada saat mengajukan perizinan, PT WUS muncul dengan pemilik Arief Wicaksono. Setelah izin turun, PT WUS dibeli Ali. Padahal, menurut aturan bursa, jual beli semacam itu diharamkan. Entah mengapa, Ali bisa dan kemudian menobatkan Durajad sebagai direkturnya. Pada tanggal 7 Januari lalu, PT WUS terjun ke lantai bursa. Menurut aturan, mestinya mereka baru bisa melakukan transaksi setelah melalui proses magang selama seminggu. Tapi, aneh, hanya tiga hari setelah turun, PT WUS sudah boleh mengadakan transaksi. Ketika PT WUS mulai melakukan aksi, Sani Permana mengaku sempat kaget. "Mereka melakukan pembelian tanpa motif," katanya. Artinya, para pialang menghitung dengan cermat untung rugi dan naik turunnya pergerakan harga saham, sebaliknya mereka menyabet semua saham. Belakangan Durajad mengaku semua transaksi diatur Ali. "Ali memerintahkan sapu bersih. Ali akan marah-marah jika kami tak mendapat saham," katanya. Ke mana si Ali? Orang yang dituding paling bertanggung jawab itu kini tak diketahui lagi rimbanya. Alamat-alamat yang selama ini digunakannya ternyata hanyalah tanah kosong, rumah RT, atau rumah kos yang sudah ditinggalkan. Polres Jakarta Pusat, yang dilapori kasus itu, kabarnya, sempat menahan Ny. Sumilah Liana -- konon, istri simpanan Ali -- tapi belakangan dilepas. Tinggallah pialang yang menjadi korban gigit jari. Gatot Triyanto dan Dwi S. Irawanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini