Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Saling Silang Soal Sita

5 Oktober 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIBA-tiba saja, rumah tua itu seperti terbangun dari tidur lelap saat seorang juru sita menapak ke atas pelatarannya menjelang tengah hari, pada Senin pekan lalu. Maher, juru sita dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur, mampir ke rumah milik Goenawan Mohamad itu, yang terletak di Jalan Tanah Mas, kawasan Kayu Putih, Jakarta Timur. Di situ Maher membacakan surat keputusan sita jaminan yang dikeluarkan Mabruq Nur, hakim yang memutuskan sita jaminan. Maka rumah tua itu pun dibeslah sebagai jaminan perkara dalam kasus pencemaran nama baik dengan Tomy Winata sebagai penggugat.

Si empunya rumah, yang tak berada di tempat saat pembeslahan dilangsungkan, mengatakan, ”Rumah saya itu soal kecil. Yang lebih besar adalah melawan ketakutan pers untuk berbicara tentang kebenaran,” ujar Goenawan. Di masyarakat sendiri, timbul aneka pro dan kontra terhadap peristiwa ini.

Berikut sebahagian dari komentar mereka.

Mabruq Nur, ketua majelis hakim—di Pengadilan Negeri Jakarta Timur—yang memutuskan sita jaminan:

”Ini berdasarkan kekhawatiran penggugat bahwa tergugat akan menghilangkan barang dengan maksud menghindarkan diri dari gugatan.”

Bagir Manan, Ketua Mahkamah Agung:

”Penyitaan merupakan hal biasa. Tapi, dalam mengabulkannya, semua hakim haruslah memiliki alasan dan sangkaan hukum. Misalnya, apakah harta itu akan dihilangkan. Hendaknya pengadilan jangan gegabah mengeluarkan sita jaminan.”

Andi Samsan Nganro, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat:

”Soal sita jaminan rumah Mas Gun itu, saya juga kaget. Hakim memang berhak melakukan penyitaan. Namun, dalam mengambil keputusan itu, dituntut adanya kedewasaan dan profesionalisme untuk memilah dalam hal apa suatu perkara bisa disita.”

Sjarnubi, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur:

”Hakim kami tidak ngawur. Kami berhak melakukan penyitaan terhadap semua gugatan perdata. Dan ini adalah suatu hal yang biasa.”

Syamsul Muarif, Menteri Negara Komunikasi dan Informasi:

”Saya tidak boleh berkomentar karena itu proses hukum walaupun saya prihatin.”

Abdurrahman Wahid, mantan Presiden Indonesia:

”Emangnya Tomy Winata itu siapa? Saya pernah memerintahkan untuk menangkapnya karena begini ini. Negeri ini jangan dibiarkan jatuh ke tangan preman. Akan datang waktunya Tomy Winata tidak bisa lagi mengintervensi negara ini. Ucapan saya mau dituntut, silakan saja.”

Mohammad Assegaf, praktisi hukum:

”Umumnya yang dikabulkan itu apabila ada kerugian nyata di pihak penggugat. Misalnya si tergugat nyata-nyata punya utang. Pencemaran nama baik itu adalah kerugian tidak nyata. Imaterial.”

Muladi, bekas Menteri Kehakiman:

”Kalau ada yang menggunakan cara-cara tidak benar untuk mempengaruhi pengadilan, ia harus digantung—bersama-sama dengan hakim-hakim itu. Namun, jika memang masih berada di koridor hukum, semua pihak tidak boleh melakukan tekanan terhadap pengadilan.”

Denny Kailimang, Ketua Asosiasi Advokat Indonesia kepada Detik.com:

”Majelis hakim kurang arif dan bijaksana dalam mengeluarkan sita jaminan atas rumah Goenawan Mohamad. Goenawan adalah budayawan nasional dan mempunyai kredibilitas tinggi untuk taat pada hukum.”

Hinca Panjaitan, anggota Dewan Pers:

”Kita akan meminta kepada Mahkamah Agung agar hakim sepakat untuk mengesampingkan KUHP dalam perkara yang menyangkut kerja jurnalistik.”

Adnan Buyung Nasution, advokat senior:

”Tindakan Pengadilan Negeri Jakarta Timur menetapkan sita jaminan untuk rumah pribadi Goenawan Mohamad dan kantor Koran Tempo seharusnya dilakukan setelah mendengarkan penjelasan pihak TEMPO. Tidak bijaksana kalau tak mendengarkan dulu.”

Hasan Mulachela, Ketua Partai Persatuan Pembangunan Solo:

”Jika semua gugatan terhadap pers di pengadilan disusul penetapan sita jaminan, saya tidak tahu masa depan kebebasan pers di negeri ini.”

Bangun Pahuruman Lubis, Sekretaris Jenderal Jaringan Jurnalis Sumatera:

”Kasus TEMPO adalah bagian dari proses pengebirian pers melalui tindakan premanisme.”

Sunaryo, Koordinator Aliansi Wartawan Malang Raya Anti-Premanisme

”Pengadilan kita semakin aneh dan berani mempertontonkan boroknya sendiri secara telanjang.”

Wens Manggut, Tempo News Room

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus