Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Satgasus Mahkamah Agung Mulai Mengawasi 4 Peradilan di Jakarta

Satuan Tugas Khusus Mahkamah Agung akan mulai menjalankan tugasnya di empat peradilan di Jakarta.

15 April 2025 | 10.31 WIB

Juru bicara Mahkamah Agung RI Yanto (tengah), Kepala Biro Hukum dan Humas Sobandi (kanan) memberikan keterangan pers dugaan suap atau gratifikasi tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Mahkamah Agung, Jakarta, 14 April 2025. Tempo/Intan Setiawanty
material-symbols:fullscreenPerbesar
Juru bicara Mahkamah Agung RI Yanto (tengah), Kepala Biro Hukum dan Humas Sobandi (kanan) memberikan keterangan pers dugaan suap atau gratifikasi tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Mahkamah Agung, Jakarta, 14 April 2025. Tempo/Intan Setiawanty

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung membentuk Satuan Tugas Khusus atau Satgasus di bawah Badan Pengawasan (Bawas) untuk memperketat pengawasan etik dan kedisiplinan hakim. Juru Bicara MA, Yanto, mengatakan, Satgas ini akan beroperasi di empat lingkungan peradilan di wilayah hukum DKI Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Mulai besok Satgas sudah turun ke PN-PN. Bisa dikenali dari seragamnya,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi dalam konferensi pers di Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin, 14 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menjelaskan, Satgasus akan mengevaluasi kepatuhan hakim dan aparatur pengadilan terhadap kode etik dan pedoman perilaku. MA menyatakan pembentukan tim ini sebagai respons atas dugaan suap dalam putusan lepas tiga korporasi sawit di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Selain Satgasus, MA juga tengah merevisi aturan promosi dan mutasi hakim. “Rekomendasi Bawas dan personal garansi kini jadi syarat jadi pimpinan pengadilan,” ujar Sobandi.

MA menegaskan proses etik akan berjalan paralel dengan proses hukum yang kini ditangani Kejaksaan Agung. Jika hakim terbukti secara hukum, otomatis mereka juga dinilai melanggar etik.

“Kalau terbukti di persidangan, ya otomatis kode etik juga dilanggar,” kata Yanto.

Langkah pengawasan diperkuat setelah Ketua PN Jakarta Selatan dan majelis hakim Tipikor Jakarta Pusat ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Dugaan suap terhadap majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat berawal dari perkara besar korupsi ekspor crude palm oil (CPO) yang menjerat tiga korporasi raksasa: Permata Hijau Grup, Wilmar Grup, dan Musim Mas Grup. Jaksa mendakwa ketiganya melakukan korupsi dalam pemberian izin ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya.

Namun pada 19 Maret 2025, majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memutus para terdakwa bersalah melakukan perbuatan seperti dalam dakwaan, tapi menyatakan perbuatan itu bukan tindak pidana. Putusan yang dikenal dengan istilah onslag van alle recht vervolging ini langsung memantik sorotan publik.

Kejaksaan Agung tak tinggal diam. Tim penyidik Tindak Pidana Khusus melakukan pengembangan perkara dan, pada 13 April 2025, menetapkan tiga hakim sebagai tersangka: Djuyamto selaku ketua majelis, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom selaku anggota. Penetapan tersangka diumumkan dini hari, 14 April 2025.

Penyidikan Kejagung membongkar alur suap bernilai total Rp 60 miliar. Modusnya: korporasi melalui pengacaranya, Ariyanto (AR), menyuap panitera Wahyu Gunawan (WG) agar perkara diputus lepas. WG lalu menyampaikan permintaan itu kepada Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang saat perkara ini disidangkan menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

Permintaan dikabulkan. Namun nilai imbalan yang diminta melonjak: dari Rp 20 miliar menjadi Rp 60 miliar untuk tiga perkara. Uang dalam bentuk dolar AS itu kemudian diserahkan AR ke WG dan diteruskan ke MAN. WG mendapat bagian US$ 50 ribu sebagai perantara.

Setelah sidang ditetapkan, MAN memanggil Djuyamto dan Agam. Ia menyerahkan uang dalam goodie bag senilai Rp 4,5 miliar untuk dibagi bertiga—termasuk untuk hakim ad hoc, Ali Muhtarom. Pada kesempatan terpisah, MAN kembali memberikan uang senilai Rp 18 miliar, juga dalam bentuk dolar, yang kembali dibagi tiga.

Total suap yang dibagikan ke majelis hakim mencapai Rp 22,5 miliar. Uang itu diberikan dengan alasan “uang baca berkas” dan agar perkara diberi atensi khusus.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan para tersangka dijerat pasal berlapis dalam Undang-Undang Tipikor, antara lain Pasal 12 huruf c dan Pasal 6 ayat (2), serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dengan ditetapkannya tiga hakim sebagai tersangka, jumlah total tersangka dalam perkara ini menjadi tujuh orang. Selain hakim, Kejagung telah lebih dulu menetapkan Ketua PN Jaksel MAN, pengacara Marcella Santoso, panitera Wahyu Gunawan, dan Ariyanto.

 

Intan Setiawanty

Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2023. Alumni Program Studi Sastra Prancis Universitas Indonesia ini menulis berita hiburan, khususnya musik dan selebritas, pendidikan, dan hukum kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus