Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti kebanyakan hakim, Ketua Mahkamah Agung Muhammad Hatta Ali hati-hati ketika berbicara, apalagi terkait dengan lembaganya. "Berita-berita selalu menyudutkan," katanya, lantas tersenyum.
Setelah kasus tertangkapnya bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam kasus suap, publik memang semakin skeptis terhadap lembaga penegak hukum. Sorotan menajam ketika para pejabat Mahkamah Agung mengadakan kegiatan pembinaan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, beberapa waktu lalu-memakai pesawat carteran.
Belakangan, Indonesia Corruption Watch juga mengkritik hakim MA. Pasalnya, dari 22 kasus tindak pidana korupsi yang ditangani MA, hanya 2 yang diputus bersalah. Sisanya dibebaskan. Hatta pun geram. Sebab, angkanya jauh berbeda dengan data yang dia miliki.
Hatta memang menghadapi tantangan besar terkait dengan pemotongan anggaran Rp 900 miliar lebih dan tentu saja perbaikan citra lembaganya sendiri-terkait dengan isu tak sedap yang mengerubunginya. Tapi mengutuk situasi saat ini, ujar dia, adalah bagian yang mudah. Menurut Hatta, bagian sulitnya adalah pembuktian. Dan, kata dia, lembaganya sudah membuktikan.
Selama wawancara dengan Heru Triyono, Singgih Soares, dan fotografer Dian Tri Yuli Handoko, Hatta banyak berbicara tentang berbagai topik, termasuk sepak bola Kolombia dan Juventus. Kami mewawancarainya dua kali. Pertama pada pertengahan bulan puasa, kemudian pada Rabu malam tiga pekan lalu-setelah ia menonton laga Juventus melawan ISL Stars di Gelora Bung Karno-melalui sambungan telepon.
Indonesia Corruption Watch baru-baru ini mengkritik hakim Mahkamah Agung karena, dari 22 kasus tindak pidana korupsi yang ditangani, hanya 2 yang diputus bersalah (kasus korupsi pada semester pertama 2014).
Data itu dari mana? Tidak mungkin benar.
Lalu yang benar?
Perkara korupsi semester pertama 2014 di MA, mulai Januari sampai Juli, tidak ada yang diputus bebas. Semuanya diputus dihukum. Pada 2013, bahkan dari 732 perkara korupsi tidak ada yang dibebaskan MA. Itu perkara kasasi. Kalau yang peninjauan kembali memang ada yang dikabulkan (dibebaskan), hanya persentasenya kecil sekali.
Anda barusan mengatakan, mulai Januari hingga Juli 2014, MA tak pernah memutus bebas kasus korupsi. Tapi, Juni lalu, MA membebaskan Direktur PDAM Kota Jambi Mashudi dan Yulianto dalam kasus korupsi. MA juga membebaskan Robert Jeffrey Lumampouw dalam kasus korupsi hak guna bangunan Hotel Hilton....
Lihat konteks putusannya dulu. Saya tidak bisa komentari putusan hakim. Yang pasti, hakim agung akan mempertimbangkan setiap putusannya dengan baik.
Putusan bebas itu beberapa kali dikeluarkan hakim Timur P. Manurung, yang juga berpendapat bahwa pengedar narkoba Hillary K. Chimezie tidak bersalah. Hillary, yang awalnya dituntut hukuman mati, akhirnya dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.
Itu masalah independensi hakim. Putusan jangan diintervensi. Hakim pasti punya pertimbangan kuat.
Tentu orang luar tidak bisa mengintervensi putusan hakim. Tapi Anda kan bisa melihat kejanggalan jika hakim agung terindikasi "bermain"?
Tidak. Jangan berpikir seperti itu. Kalau bermasalah, apalagi korup, pasti saya beri sanksi. Saya bekas pemeriksa di Inspektorat Jenderal Departemen Kehakiman, jadi tahu bagaimana hakim bermain. Di bawah saya, pengawasan terhadap hakim dilakukan secara ketat.
Sistem pengawasan di lembaga Anda untuk mencegah hakim "bermain"?Pengawasan bersifat internal. Check dan recheck dilakukan terus.
Itu prosedur standar. Hasilnya?Dari statistik penjatuhan sanksi terhadap hakim beserta semua aparat pengadilan-panitera, panitera pengganti, juru sita, dan sebagainya-ada kecenderungan meningkat. Tapi laporan yang masuk semakin menurun. Jadi laporan menurun, tapi yang kena sanksi meningkat.
Hal ini menunjukkan bahwa banyak hakim yang terjerat sanksi?
Memang tidak bagus dengan peningkatan jumlah yang terkena sanksi itu. Tapi, di lain sisi, ini menunjukkan kinerja yang dilakukan pengawas berjalan.
Pelanggaran-pelanggaran apa saja yang ditemukan pengawas?
Banyak macamnya. Ada pelanggaran unprofessional conduct (tindakan tidak profesional), seperti hukum acara yang tidak sepenuhnya diikuti hakim, perselingkuhan, dan masalah suap.
Apa sanksi hakim yang menerima suap?
Sanksi yang paling berat dipecat. Sudah banyak hakim yang dipecat.
Berapa banyak?
Jumlahnya saya tidak tahu pasti. Ada belasan. Tahun ini ada juga. Saya pernah memecat Ketua Pengadilan Negeri Banjarmasin ketika dulu menjadi Ketua Majelis Kehormatan Hakim.
Komisi Yudisial mempermasalahkan lembaga Anda soal pemutihan perilaku hakim. Misalnya pengangkatan hakim Chaidir menjadi kepala Pengadilan Tinggi Banda Aceh oleh MA padahal dia terbukti meminta sejumlah uang kepada terpidana kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan....
Chaidir tidak pernah menerima uang. Hanya pembicaraan di telepon. Itu juga sudah diperiksa dan tidak ada buktinya. Dan, ingat, dia orang Aceh, sehingga penerimaan terhadap dia di sana baik. Kami sudah mempertimbangkan semuanya.
Sebenarnya kriteria pemutihan untuk hakim oleh MA bagaimana prosesnya?
Pemutihan apa? Saya tidak kenal istilah itu. Kami menempatkan orang dengan menilai kemampuan dan riwayatnya. Dilihat juga kesalahannya apa. Kalau kecil tapi pakai teori tiada maaf bagimu terus, habis nanti hakim kita.
Kesalahan apa saja yang bisa dimaafkan?
Hakim rata-rata pernah punya salah. Misalnya kena tegur, secara lisan dan tertulis. Itu kesalahan minimal, yang masih bisa dibina. Kalau itu juga tidak bisa diampuni, habis hakim kita yang akan menjadi pemimpin.
Kabarnya Anda ingin membentuk badan penyelesaian sengketa pemilihan umum untuk menyidangkan perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah atau sengketa pilkada.
Belum tahu. Yang pasti, kami sudah rapat konsultasi dengan Komisi II dan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat. Didapati, kalau semua wilayah dan daerah mengajukan sengketa pemilihan kepala daerah baik ke pengadilan tinggi maupun ke kami (MA), maka akan menumpuk. Apalagi batas penyelesaian kasus dibatasi maksimal 14 hari-sudah harus putus semuanya. Saya masih mikir bagaimana menyelesaikannya nanti.
Anda sudah membicarakannya dengan pihak Mahkamah Konstitusi, yang memutuskan tidak berwenang lagi menyidangkan sengketa pemilihan daerah?
Belum. Itulah yang merepotkan. Padahal sekarang ini kami mau berfokus menyelesaikan perkara yang merupakan kewenangan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya. Saat ini kami memecahkan rekor. Kami berhasil memutus perkara sebanyak 16.034 kasus pada medio 2014 ini.
Sisa perkara?
Berhasil ditekan hingga berjumlah 6.415 perkara. Padahal, pada tahun sebelumnya, pada pertengahan tahun sisa perkara berada di angka 10.112 perkara.
Percepatan ini karena perubahan sistem atau apa?
Pada September, saya mengeluarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 119 Tahun 2013, yang menetapkan bahwa putusan keluar maksimal tiga bulan. Pembacaan berkas juga dilakukan secara serentak-dibagikan kepada semua hakim. Kalau dulu bergilir, mulai P1 (berkas tahap pertama), P2, sampai P3. Sistem yang lama ini memakan waktu. Semua proses pengiriman berkas juga beralih menjadi sistem elektronik.
Presiden mengurangi anggaran MA sebesar Rp 973 miliar. Berarti MA kehilangan 10,9 persen anggarannya dari Rp 7,2 triliun….
Semua lembaga dipotong anggarannya, termasuk kami. Bagaimana pandai-pandainya kita saja memprioritaskan program. Kami mengalihkan ke program yang harus dilakukan sesegera mungkin.
Dengan puluhan ribu perkara yang harus ditangani, apakah jumlah hakim di lembaga Anda ideal?
Begini. Jumlah hakim di MA sekarang 47 orang. Tahun ini ada 3 yang pensiun, berarti sisa 44 hakim. Tahun depan ada 4 hakim yang juga pensiun-sehingga sisa 40 hakim. Dua tahun berikutnya akan ada banyak lagi yang pensiun, terutama para hakim agung untuk kamar pidana dan perdata. Ya, masih kurang.
Ini menunjukkan seleksi hakim agung di Komisi Yudisial tidak berjalan?
Sekarang sedang berlangsung, tapi ada pemotongan anggaran, sehingga mandek sementara.
Komisi Yudisial sedang mencari 10 hakim agung. Apakah Mahkamah Agung ingin menambah kuota?
Kami sudah minta. Ada ketentuan, enam bulan sebelum hakim pensiun, informasinya harus sudah disampaikan ke KY. Jumlahnya sekitar sebelas, sudah kami serahkan ke KY.
Menurut Anda, hakim agung saat ini merdeka?
Jelas, dong. Hakim tidak lagi tunduk pada Kementerian Hukum dan HAM, baik dari segi personel, administratif, maupun finansialnya. Dulu bos kami dua, menteri dan Ketua Mahkamah Agung. Kalau ada perkara pemerintah sulit, karena kami bagian dari pemerintah. Politis jadinya. Kalau sekarang kan tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo