DEWI, milyuner kaget yang menggaet uang Singapore Airlines (SIA)
Medan US$ 5,4 juta atau sekitar Rp 5 milyar, kini tak hanya
dicari polisi. Banyak 'pemburu' amatir yang diam-diam juga
mencari tahu, di mana kira-kira dia berada. Hadiah yang
disediakan untuk si penemu, memang menggiurkan.
Lewat iklan di suratkabar Medan dan Jakarta, pekan lalu, SIA
mengumumkan sayembara. Perusahaan penerbangan itu menjanjikan
hadiah US$ 100 ribu atau sekitar Rp 100 juta, bagi siapa saja
yang bisa memberi informasi, yang memungkinkan tertangkapnya
Dewi alias Susana Limijati alias Lim Lie Tjin alias Ah Hoon.
Manajer Penjualan SIA untuk Indonesia, Philip Madhavan, bahkan
menjanjikan hadiah tambahan, yang katanya, "cukup menarik". Ia
belum mau menjelaskan hadiah tambahan apa yang menarik tersebut.
Sejak 26 Maret lalu Dewi, 29 tahun, bendaharawati SIA di Medan
itu, menghilang dari kantor. Itu terjadi setelah bosnya, Wilson
Tan, menanyakan di mana uang US$ 5,4 juta yang menjadi tanggung
jawabnya. Uang sebanyak itu, adalah setoran penjualan tiket dan
kargo dari para agen, sejak Mei 1982-Maret 1983. (TEMPO 16 Juli
1983).
Sebelum kejadian itu, menurut Philip, Dewi sebenarnya sudah
beberapa kali "melipat" uang dari beberapa agen yang mestinya
disetorkan ke Bank Bumi Daya Medan. Caranya, ia menyisihkan
sebagian uang setoran itu dan dialihkan ke kantung sendiri. Dia
juga pernah kedapatan memalsukan angka-angka uang yang
disetorkan ke kantor pusat SIA di Singapura. Tapi, karena yang
disabet itu masih kecil-kecilan, apalagi karena Dewi kemudian
menutupnya, persoalan lalu dianggap selesai.
Dewi, memang, cukup berpengaruh di kantornya. Wanita peranakan
Cina bertubuh kecil -- tinggi 145 cm -- itu dikenal cekatan dan
gesit bekerja. Baru dua tahun bekerja, sejak 1979, ia sudah
diserahi kepercayaan mengurus keuangan yang berjumlah milyaran
rupiah. Tapi, ternyata, ia menyalahgunakan kepercayaan itu. "Rp
5 milyar -- bayangkan! Itu bukan jumlah yang sedikit," kata
Philip di Jakarta, dengan nada jengkel.
Itu sebabnya SIA sangat berharap agar wanita tersebut ditemukan.
Dan untuk menjaring kekayaan Dewi yang "sengaja" ditinggalkan,
SIA kini mengajukan gugatan perdata lewat Pengadilan Negeri
Medan. Kabarnya Dewi mempunyai sebuah rumah di Jalan Sauh dan
sebuah mobil. Tapi, konon, rumah yang cukupan besarnya itu bukan
atas nama Dewi.
SIA, lewat kuasa hukumnya, Lee A Weng pekan lalu juga mengajukan
ultimatum kepada biro perjalanan Satsaco, milik Denny alias
Kajin yang selama ini dikenal sebagai suami" Dewi. Dalam
suratnya, SIA meminta agar Denny membayar tunggakannya yang
hampir Rp 400 juta. Bila dalam tempo satu minggu tunggakan belum
dibayar, Lee mengancam akan meneruskannya lewat saluran hukum.
Soalnya Denny dinilai sudah terlalu lama menahan uang yang
mestinya sudah disetorkan.
Denny sendiri selalu mengelak bila hendak ditemui, meski
kantornya di Jalan A. Yani, Medan, masih berjalan seperti biasa.
Barangkali ia khawatir namanya disangkutkan dengan Dewi. Ia
memang sudah dimintai keterangan oleh polisi. Namun, karena
dianggap tak ada bukti keterlibatannya dalam kasus manipulasi
itu, ia tak ditahan.
Hanya saja, ia jelas tahu banyak tentang Dewi, karena selama
beberapa tahun hidup bersama -- meski tidak kawin secara sah.
Dua hari setelah Dewi tak masuk kantor, 28 Maret, konon ada yang
melihat ia mengantarkan teman hidupnya itu ke lapangan terbang.
Dewi, begitu sebuah sumber mengungkapkan, hari itu seorang diri
naik pesawat menuju Jakarta. Namun tim Kapten J. Sinaga dari
Kodak II Sumatera Utara, yang melacak dua alamat di Jakarta --
juga ke kantor Satsaco perwakilan Jakarta -- tak menemukan yang
dicari.
Meski begit, kuat dugaan, Dewi masih berada di Indonesia. Pihak
Imigrasi, menurut Kepolisian Medan, sudah dihubungi agar menahan
kepergian wanita itu. Entah kalau dia bisa menerobos lewat
penyamaran dan menggunakan paspor palsu Yang jelas, di mana pun
wanita itu berada, ia harus berhati-hati. Sampai pekan lalu,
sejak suratkabar memuat iklan tentang dirinya, sudah ada delapan
orang menemui polisi di Medan untuk memberi informasi. Hanya
sayang, kata petugas, keterangan yang diberikan masih
mengambang.
Dan di Jakarta, kantor SIA di Hotel Sahid Jaya lantai III, juga
kedatangan seorang tamu. Ia mengaku sebagai dukun dan menyatakan
sanggup menemukan si pelarian. Tapi kesediaannya itu terpaksa
ditolak, sebab, "belum apa-apa dia sudah minta duit duluan,"
kata seorang pejabat di kantor tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini