Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh Kapolres Ngada non-aktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja menuai kecaman dari berbagai kalangan masyarakat. Hal ini karena selain melakukan serangan seksual, ia juga memvideokan kejahatannya lalu mengirimkannya ke situs porno di Australia pada tahun 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menilai tindakan Kapolres Ngada sebagai perbuatan pidana serius. Bahkan menurut Ai, hal ini sebagai bentuk baru dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini jelas perbuatan pidana yang sangat serius apalagi eksploitasi dan membuat konten untuk menghasilkan uang, dan ini artinya salah satu bentuk baru atau lain tindakan pidana perdagangan orang," kata Ai Maryati Solihah dilansir dari Antara, Senin, 10 Maret 2025.
Dia pun menilai perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui apakah pelaku hanya mengunggah konten di situs tertentu di luar negeri atau memiliki jaringan khusus dalam pembuatan konten pelecehan seksual terhadap anak.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam, menilai penanganan kasus dugaan kejahatan yang melibatkan Kapolres Ngada harus dipercepat, baik dari sisi etik maupun pidana. Menurut dia, semakin cepat kasus ini dibawa ke sidang etik, semakin baik.
Menurutnya, semakin lama kasus ini berjalan, semakin problematik karena bisa memunculkan kecurigaan terhadap proses yang dilakukan. “Publik juga bertanya-tanya kenapa kok prosesnya memakan waktu yang lama,” ujarnya.
Sejumlah kalangan pun mengusulkan berbagai ancaman hukuman yang dinilai pantas didapatkan oleh Kapolres Ngada non-aktif tersebut. Lebih lanjut, berikut rangkuman informasi selengkapnya.
Pengamat Kepolisian Minta AKBP Fajar Dipecat
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menegaskan bahwa Kapolres Ngada yang terlibat dalam kasus dugaan kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur harus segera dipecat dan diproses pidana. “Satu kata: pecat! Dan proses pidana," kata Bambang kepada Tempo saat dihubungi Selasa, 11 Maret 2025.
Menurut Bambang, dugaan tindak kejahatan ini telah mencoreng nama baik institusi penegak hukum dan negara. Ia menekankan bahwa kejahatan seksual terhadap anak tergolong sebagai extraordinary crime serta the most serious crime. Oleh karena itu, ia mendesak agar Polri menangani kasus ini dengan serius, menggunakan dakwaan berlapis, termasuk pasal tentang kejahatan seksual terhadap anak, pornografi, serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Proses pidana harus dilakukan secara transparan, bukan hanya berhenti pada sidang etik profesi saja,” ujarnya. Ia juga mendorong agar sidang etik dipercepat dan dilakukan bersamaan dengan proses hukum, guna menghindari anggapan bahwa kasus ini hanya diselesaikan secara internal tanpa sanksi pidana yang tegas.
Anggota DPR Usulkan Hukuman Mati
Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina mendesak kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan AKBP Fajar, diusut tuntas dan pelaku dihukum maksimal. Menurutnya, sebagai seorang Kapolres, Fajar seharusnya memberikan contoh yang baik, bukan malah merenggut masa depan anaknya sendiri. “Benar-benar perbuatan biadab," kata Selly di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025, seperti dikutip Antara.
Wakil rakyat di komisi bidang agama, sosial, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak itu mengatakan bahwa AKBP Fajar tidak cukup dihukum pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) di lingkungan Polri. Namun, harus dituntut berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Menurut dia, jeratan Pasal 13 UU TPKS bisa diberikan kepada yang bersangkutan dengan hukuman 15 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar. Namun, karena pelaku adalah pejabat daerah, hukumannya bisa diperberat sepertiga atau tambahan 5 tahun serta perekaman yang membuat dirinya bisa dituntut tambahan 4 tahun. Fajar, yang juga disebut menggunakan narkoba jenis sabu, sehingga melanggar Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika.
"Artinya bila di-juncto-kan, serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Akan tetapi, karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas," kata Selly Andriany Gantina.
Yudono Yanuar, Alif Ilham Fajriadi, Intan Setiawanty berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Kapolres Ngada Cabuli 3 Anak di Bawah Umur dan Jual Video Pornonya Ke Situs Australia