Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berita Tempo Plus

Jika Sumpah Advokat Dibekukan, Bisakah Pengacara Menjadi Kuasa Hukum di Pengadilan?

Tak ada regulasi yang mengatur pembekuan sumpah advokat. Dugaan penghinaan terhadap lembaga peradilan tetap diproses.

20 Februari 2025 | 12.00 WIB

Banner
Perbesar
Banner

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • M. Firdaus Oiwobo muncul di persidangan di Pengadilan Negeri Depok setelah berita sumpah advokatnya dicabut.

  • Pembekuan sumpah advokat menjadi polemik karena tidak ada regulasi yang mengaturnya.

  • Polisi tetap memproses tindakan Firdaus atas tuduhan penghinaan terhadap lembaga peradilan karena menginjak meja sidang.

KEHADIRAN M. Firdaus Oiwobo dalam sebuah persidangan di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, pada Selasa, 19 Februari 2025, membuat pengunjung sidang tersenyum kecut ke arahnya. Sepekan sebelumnya, Mahkamah Agung mengumumkan bahwa Firdaus, bersama Razman Arif Nasution, tidak bisa lagi berpraktik sebagai advokat setelah berita acara sumpah (BAS) advokat mereka dibekukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pembekuan BAS advokat Firdaus ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Banten melalui surat bernomor 52/KPT.W29/HM.1.1.1/ll/2025. Sedangkan pembekuan BAS advokat Razman didasarkan pada penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 44/KPT.W27-U/HM.1.1.1/II/2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dalam surat penetapan itu, hakim Pengadilan Tinggi menilai Firdaus dan Razman terbukti melanggar kode etik advokat Indonesia. Khususnya tentang poin melanggar sumpah menjaga tingkah laku dan menjalankan kewajiban sesuai dengan kehormatan, martabat, serta tanggung jawab sebagai advokat.

Pembekuan sumpah advokat itu merupakan buntut kegaduhan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis, 6 Februari 2025. Saat itu mereka baru saja mengikuti persidangan dugaan tuduhan pencemaran nama pengacara Hotman Paris Hutapea. Razman datang sebagai terdakwa, sedangkan Firdaus menjadi pengacaranya.  

Untuk meredam spekulasi, Pengadilan Negeri Depok buru-buru mengklarifikasi tentang kehadiran Firdaus dalam sidang gugatan lahan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) pada Selasa, 18 Februari 2025. Kepala Hubungan Masyarakat PN Depok Andry Eswin Sugandhi mengatakan, dalam persidangan itu, Firdaus berdiri sebagai penggugat, bukan sebagai pengacara atau kuasa hukum.

Sidang perkara perdata tersebut terdaftar dengan Nomor 285, PDG 2024, dan PNDPK dengan tergugat, antara lain, eks Menteri Agraria dan Tata Ruang, Agus Harimurti Yudhoyono; mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas; serta penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Mahmudin. Wakil Ketua PN Depok Bambang Setyawan menegaskan, dalam persidangan ini, Firdaus membela kepentingannya sendiri dan bukan sedang beracara untuk membela klien.

Firdaus Oiwobo memberikan keterangan di Polres Jakarta Pusat, 20 November 2023. Dok. Tempo/Aisyah Amira Wakang

Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Rumah Bersama Advokat Luhut M.P. Pangaribuan mengatakan advokat wajib memiliki kartu tanda advokat (KTA) dan BAS advokat untuk beracara di pengadilan. Kartu tanda advokat diterbitkan oleh masing-masing organisasi profesi untuk sarjana hukum yang telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan organisasi.

Sedangkan BAS advokat dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi sesuai dengan domisili advokat tersebut. Pengajuan BAS advokat ke Pengadilan Tinggi tidak bisa dilakukan secara perorangan, melainkan harus lewat organisasi profesi. “Karena Undang-Undang Advokat mengatur bahwa setiap advokat harus menjadi anggota organisasi advokat,” kata Luhut.

Seorang pengacara pemegang KTA tetap disebut advokat meski belum mengantongi BAS. Hanya, kewenangan dalam menangani perkara sebatas nonlitigasi atau di luar persidangan. Misalnya membuat legal opinion, mendirikan perusahaan, atau membuat perjanjian yang tidak mengharuskan beracara di pengadilan. “Karena advokat dibagi dua, yakni litigasi dan nonlitigasi,” ujar Luhut.

Sebelum UU Advokat Tahun 2003 diberlakukan, di Indonesia hanya ada satu organisasi advokat, yakni Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Sekarang, setelah undang-undang itu berlaku, jumlah organisasi advokat tidak kurang dari 50.

Luhut menjelaskan, seseorang yang telah diangkat sebagai advokat oleh organisasi profesi tidak secara otomatis bisa beracara di pengadilan. Organisasi harus mengajukan nama advokat itu ke Pengadilan Tinggi agar bisa mendapatkan BAS advokat. “Bentuknya nanti bukan surat keputusan, melainkan pernyataan untuk memenuhi syarat undang-undang,” ujarnya. 

Belakangan, kata Luhut, muncul perdebatan ketika Pengadilan Tinggi membekukan BAS advokat. Sebab, ketentuan tentang pembekuan tersebut tidak ada dalam regulasi. “Tapi dalam prinsip hukum disebutkan, siapa yang berwenang mengeluarkan sesuatu, dia jugalah yang berwenang mencabutnya."

Secara pribadi Luhut menilai langkah Pengadilan Tinggi Ambon dan Banten untuk membekukan BAS advokat Firdaus dan Razman sudah tepat. Sebab, Kongres Advokat Indonesia (KAI), organisasi yang menaungi Razman dan Firdaus, sudah mencabut keanggotaan keduanya. Jadi, bisa dikatakan, langkah Pengadilan Tinggi tersebut untuk menindaklanjuti putusan dari organisasi profesi. Langkah ini penting agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.  

Ketentuan tentang Advokat  

Menurut Undang-Undang Advokat tahun 2003, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi seorang advokat agar bisa beracara di pengadilan di Indonesia, yakni:

  • Berstatus warga negara Indonesia dan lulus sarjana dengan latar belakang pendidikan tinggi hukum,
  • Setelah mengantongi ijazah sarjana hukum, calon advokat harus mengikuti pendidikan khusus profesi advokat,
  • Lulus ujian yang diadakan oleh organisasi advokat,
  • Menjalani magang minimal dua tahun di kantor advokat,
  • Tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara atau lebih.
  • Memiliki kartu tanda advokat yang dikeluarkan oleh organisasi profesi,
  • Memiliki berita acara sumpah di pengadilan tinggi wilayah domisili hukumnya.

Pengangkatan Advokat

  • Pasal 2 UU Advokat Tahun 2003 menyatakan pengangkatan advokat dilakukan oleh organisasi advokat.

Penindakan Advokat

  • Pasal 7 UU Advokat Tahun 2003 menyatakan penindakan terhadap advokat yang terbukti melanggar kode etik profesi dilakukan oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Bentuk penindakan itu, antara lain: Teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara dari profesinya selama 3-12 bulan, pemberhentian tetap dari profesinya.

Advokat terkena sanksi jika:  

  • Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya,
  • Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya,
  • Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan,
  • Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya,
  • Melanggar peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela,
  • Melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik profesi advokat.

Sekretaris Jenderal Peradi Suara Advokat Indonesia (SAI) Patra M. Zen mengatakan, berdasarkan Pasal 16 ayat 4 Kode Etik Advokat Indonesia Tahun 2002, seorang advokat dipecat dari keanggotaan organisasi profesi apabila melanggar kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kehormatan profesi advokat.

Namun, kata Patra, penerapan regulasi itu akan efektif bila organisasi profesi hanya satu. Sementara itu, saat ini, ada puluhan organisasi advokat. Maka, pembekuan BAS advokat oleh Pengadilan Tinggi menimbulkan polemik. “Untuk saat ini, anggap saja itu menjadi langkah sementara penerapan sanksi kepada advokat. Ke depan, UU Advokat perlu direvisi.”

Sejumlah organisasi advokat, ucap Patra, saat ini tengah membentuk Dewan Advokat Nasional dan Majelis Kehormatan Bersama. “Agar putusan Dewan Kehormatan di satu organisasi advokat bisa mengikat terhadap organisasi yang lain." 

Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Maryono melaporkan pengacara Razman Nasution ke Bareskrim Polri, Jakarta,11 Februari 2025. Tempo/Nandito Putra

Ahli hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, dengan tegas menyatakan bahwa BAS advokat tidak bisa dibekukan dengan alasan apa pun. “Karena tidak ada aturan pembekuan. Dasarnya apa?” tuturnya. Ia menegaskan, baik dalam UU Advokat maupun peraturan Mahkamah Agung tidak ada yang mengatur soal pembekuan, melainkan hanya mengatur pembacaan sumpah. 

Karena itu, kata Chudry, pembekuan BAS advokat ini bisa digugat secara perdata di pengadilan umum. Ketua Pengadilan Tinggi bisa dianggap melakukan perbuatan melawan hukum karena mengeluarkan penetapan yang tidak memiliki dasar hukum. Penggugat bisa melawan menggunakan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. “Jadi, meski pembekuan tidak dilarang, bukan berarti bisa dilakukan. Itu perlu diuji lagi.”  

Di luar polemik pembekuan sumpah advokat Firdaus dan Razman, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara Ibrahim Palino telah melaporkan sejumlah orang atas dugaan penghinaan terhadap lembaga peradilan (contempt of court). Laporan tersebut tercatat dengan nomor LP/B/70/II/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI. “Laporannya sudah kami terima,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro.

Djuhandhani membenarkan bahwa salah satu pengacara yang dilaporkan adalah Razman Arif Nasution. Namun dia tidak bersedia menyebutkan nama-nama lain yang ikut dilaporkan. Adapun pasal yang digunakan untuk menjerat para terlapor adalah Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 207 KUHP tentang penghinaan badan hukum, dan Pasal 217 KUHP tentang membuat kegaduhan di ruang sidang. 

Ricky Juliansyah dari Depok berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Jihan Ristiyanti

Jihan Ristiyanti

Lulusan Universitas Islam Negeri Surabaya pada 2020 , mulai bergabung dengan Tempo pada 2022. Kini meliput isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus