Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini Zulher, Sekretaris Daerah Kampar, tak lagi tidur di rumahnya yang dibangun di atas tanah seluas sekitar 2.500 meter persegi di kompleks perumahan mewah di Jalan A. Yani, Bangkinang, Kabupaten Kampar, Riau. Sejak 28 Januari lalu, ayah dua anak itu menginap di sel tahanan Kepolisian Daerah Riau. Ia dibelit kasus dugaan korupsi dana di pos Sekda Kampar, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar ratusan miliar rupiah.
Penyelewengan uang itu awalnya diungkapkan oleh Jefri Noer, Bupati Kampar yang pernah didemo ribuan guru pada Februari 2004. Para guru, ketika itu, tersinggung oleh ucapan Jefri yang dinilai arogan. Jefri marah kepada para kepala sekolah yang mempertanyakan anggaran pendidikan yang cuma enam persen dari ABPD Kampar yang besarnya Rp 135 miliar.
Akibat demo itu, Menteri Dalam Negeri M. Ma’ruf pun menonaktifkan Jefri selama setahun. Gubernur Riau, Rusli Zainal, ditunjuk sebagai pelaksana tugas Bupati Kampar, dan Zulher sebagai sekretaris daerah otomatis yang mengendalikan kegiatan keseharian daerah itu.
Pada September 2005, Jefri aktif kembali. Ia pun memerintahkan Badan Pengawas Daerah Kampar untuk memeriksa perjalanan keuangan, khususnya di sekretariat daerah. ”Benar saya memberi perintah. Ini hal standar dalam pemerintahan daerah,” kata Jefri.
Setelah hampir sebulan bekerja, Badan Pengawas menengarai ketidakberesan pengelolaan dana di Pos Sekda Kampar. Jumlahnya sekitar Rp 53 miliar. ”Kami hanya memeriksa yang ada saja,” kata Retno Susilowati, anggota tim Badan Pengawas.
Yang juga mengejutkan, kucuran dana dari kas Kampar itu ternyata juga merembet ke sejumlah lembaga penting baik di Riau sendiri maupun di Jakarta. Nilainya mencapai Rp 14,3 miliar. Uang ini mengalir ke 22 instansi lewat 536 kali transaksi.
Tapi, sejumlah juru bicara lembaga yang dilaporkan mendapat kucuran dana itu menolak berkomentar, misalnya Kejaksaan Tinggi Riau yang, menurut data Badan Pengawas, mendapat kucuran dana sebesar Rp 110 juta. ”Kasus ini kan sedang ditangani polisi, kami belum bisa komentar. Soal pemberian dana itu no comment,” kata Anto D. Holyman, juru bicara Kejaksaan Tinggi Riau.
Demikian pula Ketua DPRD Kampar, Masnur. ”Tunggu saja hasil pemeriksaan pihak berwajib. Kami belum bisa memberi penjelasan,” kata Masnur tentang data yang ada di tangan Badan Pengawas, yang menyebutkan lembaganya menerima Rp 1,4 miliar.
Laporan Badan Pengawas itu agaknya klop dengan temuan tim Inspektorat jenderal Departemen Dalam Negeri. Dari hasil temuan dua lembaga inilah, polisi menetapkan tiga tersangka. Selain Zulher, dua tersangka lainnya adalah Basril, pemegang kas, dan Muhammad Ali, pelaksana tugas kepala bagian keuangan.
Kepada polisi, Zulher membantah telah menyelewengkan uang negara. Dia menjelaskan, uang itu dikeluarkan untuk kepentingan daerah Kampar. Zulher menegaskan, yang dilakukannya adalah mengelola anggaran yang telah disahkan DPRD. ”Anggaran dan peruntukannya itu adalah usulan yang sudah disetujui dan disahkan DPRD Kampar,” kata Zulher kepada seorang penyidik di Polda Riau. ”Secara pribadi saya tak menikmati uang itu.”
Pengacara Zulher, Yahmin, juga yakin kliennya tak melakukan penyelewengan. ”Kita lihat nanti. Saat ini, kami belum bisa memberi keterangan detail,” katanya. Yahmin kini sedang berupaya agar kliennya bisa ditahan di luar dan tidak meringkuk di tahanan polisi.
Bisa jadi karena kasus ini bakal menabrak ke sana kemari, termasuk para pejabat penting, polisi Riau tampaknya sangat berhatihati menjawab beberapa pertanyaan wartawan. ”Kami belum bisa memberikan keterangan secara detail. Yang jelas, dia dijadikan tersangka, itu artinya sudah cukup bukti,” kata Ajun Komisaris Besar, Hasyim Gani, juru bicara Polda Riau.
Menurut Ribut Susanto, seorang aktivis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Riau, kasus ini memang bakal menyeret banyak pihak, termasuk aparat Polda Riau. Ribut sendiri tak yakin jika Zulher ”bermain” sendiri karena, ketika mengelola pos keuangan sekretaris daerah, ia berada di bawah Gubernur Riau, Rusli Zainal. ”Jadi, sungguh mustahil jika uang dikeluarkan tanpa sepengetahuan Rusli,” kata Ribut.
Nurlis E. Meuko dan Jupernalis Samosir (Pekanbaru)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo