PADA akhir pekan lalu dan sepanjang pekan ini, agaknya tak ada orang yang paling gembira di Indonesia kecuali Jaksa Agung (non-aktif) Andi M. Ghalib. Setelah hampir dua bulan reputasinya tercemar—diduga menerima suap—dan juga setelah pihak pengacaranya menyerahkan rekening bank dari lima menteri kabinet Habibie ke DPR, Kamis pekan lalu, Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) Mayor Jenderal Djasri Marin mementahkan tuduhan terhadap Ghalib. Menurut Djasri, tuduhan suap ke alamat Andi Ghalib tidak terbukti. Ini berarti penyelidikan atas dirinya dihentikan dan ia dianggap bersih.
Djasri Marin, yang didampingi Kepala Badan Pembinaan Hukum—lembaga yang membela tertuduh militer—Mayor Jenderal Timor P. Manurung, juga menjelaskan bahwa sebuah rekening Letnan Jenderal Andi Ghalib di Bank Lippo Cabang Melawai, Jakarta, memang diperuntukkan bagi kepentingan Persatuan Gulat Seluruh Indonesia (PGSI), yang diketuai Ghalib. Saldo rekening itu pada 3 Juni 1999 bernilai sekitar Rp 1,5 miliar.
Kiriman uang dari beberapa pengusaha—di antaranya Prajogo Pangestu dan The Ning King—dimaksudkan sebagai sumbangan kepada PGSI, bukan untuk Andi Ghalib pribadi. Menurut Djasri lagi, kesimpulan itu diambil berdasarkan pemeriksaan atas 14 orang saksi dan hasil audit kantor akuntan publik Prasetio Utomo.
Kesimpulan senada tersirat pada kiriman uang Rp 375 juta yang diduga dilakukan pengusaha bernama Ganda. Seperti kata Djasri, baik Ghalib maupun Ganda mengaku tak saling kenal. Ganda mengaku tak mengirim uang ke rekening Ghalib, sementara Ghalib mengaku tak pernah menerima uang tersebut.
Empat belas rekening lain yang juga milik Ghalib—semuanya 16 rekening; beberapa rekening diduga dananya sudah kosong—belum diperiksa. Alasan Djasri, belum ada bukti awal untuk menjadikan Ghalib sebagai tersangka, sehingga tameng kerahasiaan bank tak bisa ditembus.
Djasri tak lupa menyinggung posisi Indonesian Corruption Watch (ICW) selaku pelapor kasus suap Ghalib. Katanya, ICW tak berstatus pelapor karena ia bukan korban, tak mengalami, melihat, ataupun menyaksikan kasus tersebut. Laporan ICW dianggap bersifat informasi lantaran ICW tak menandatangani laporan itu dan enggan diperiksa sebagai saksi.
Pembebasan Ghalib dari kasus yang mengakibatkan Prajogo dan The menjadi tersangka itu mengundang reaksi negatif dari ICW. "Pusat Polisi Militer bertindak seperti pembela Ghalib. Setidaknya instansi itu menjadi bagian dari konspirasi untuk melindungi tindak pidana korupsi," kata Ketua Dewan Etik ICW, Bambang Widjojanto.
Bambang menganggap pendapat polisi militer tentang status laporan ICW cuma dalih formal. Yang lebih memprihatinkan, kata Bambang, adalah cara pembuktiannya. Bila polisi militer benar-benar berniat mengusut kasus Ghalib, seharusnya ke-16 rekening Ghalib diperiksa, bukan cuma satu, dan hasil auditnya diumumkan kepada khalayak—sesuatu yang memang tidak dilakukan oleh Puspom. Bahwa pihak auditor Prasetio Utomo mengusulkan agar rekening Ghalib diperiksakan ke laboratorium di luar negeri—untuk mengecek apakah rekening tersebut autentik atau tidak—itu pun tidak disinggung.
Pemeriksaan atas mereka yang terlibat kasus tersebut, kata Bambang, mestinya juga dilakukan oleh instansi penyidik militer. "Ghalib harus membuktikan asal-usul uangnya yang miliaran. Uang haramkah itu? Kalau yang menyuap ditanya apa benar ngasih duit, tak akan ada yang mau mengaku," ujarnya pasti.
Orang pun lantas menghubungkan konspirasi politik yang disinyalir Bambang dengan gencarnya upaya Ghalib menemui beberapa petinggi. Ghalib dikabarkan melobi Djasri Marin, Menteri-Sekretaris Negara, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Menteri Koordinator Pengawasan Pembangunan, Panglima TNI, serta Presiden.
Namun, Djasri membantah sinyalemen itu. "Penyelidikan kasus itu sama sekali tak dipengaruhi siapa pun. Panglima TNI juga sudah menyerahkannya kepada polisi militer," katanya. Ia pun wanti-wanti, bila nanti ada bukti baru, tak mustahil pengusutan kasus Ghalib bisa dilanjutkan.
Lalu, apa kata Andi Ghalib? "Setelah saya dizalimi dan dihukum tanpa melalui pengadilan, akhirnya fitnah itu tidak terbukti," ujar Ghalib sewaktu menyelenggarakan syukuran di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Jumat lalu. Sedangkan pengacaranya, Hotma Sitompoel, mengaku salut terhadap keberanian polisi militer yang telah memberikan kepastian hukum pada Ghalib. Sebaliknya, pelapor seperti ICW—dituduh oleh Hotma telah menyebarkan fitnah—sepatutnya dihukum, "Supaya tak muncul korban Andi Ghalib-Andi Ghalib berikutnya," kata sang pengacara yang tak mau kalah dengan ICW dan sempat memancing heboh kecil ketika menyerahkan salinan rekening lima menteri kepada anggota DPR Aisyah Amini, S.H.
Happy Sulistyadi, Arif A. Kuswardono, dan Edy Budiyarso
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini