SERAUT muka Kusmayadi, 57 tahun, sejenak berkerut tegang. Matanya berkaca-kaca dan tampak merah begitu mendengar penetapan penahanan atas dirinva. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, yang diketuai Ny. Syaefulina, memerintahkan Jaksa M. Manoi untuk menahan staf Menteri Keuangan itu selama 30 hari. "Guna kepentingan pemeriksaan, dan menjaga kemungkinan terdakwa melarikan diri," ujar Ny. Syaefulina membacakan penetapan itu, Senin pekan ini. Penetapan tersebut demikian mendadak. Hasan Basyari, anggota tim penasihat hukum terdakwa, langsung meraih corong pengeras suara. "Tidak ada alasan terdakwa akan melarikan diri," ujar Hasan Basyari mengajukan protes. "Terdakwa dengan tertib melaporkan diri, dan selalu menghadiri persidangan," ujarnya lagi. Protes ditanggapi hakim dengan menyatakan perkara Kusmayadi adalah korupsi, sensitif. Ditambah lagi, sebelumnya jaksa tidak menahan terdakwa. Apalagi, "Lody Rumambie -- bawahan Kamarijoen dulu -- sebagai saksi agaknya mau kabur," kata Ny. Syaefulina. Kembali Hasan Basyari memprotes, "Orang lain tidak bisa disamakan dengan terdakwa." Ny. Syaefulina mengatakan sidang sudah ditutup. Tapi Gani Djemat, ketua tim penasihat hukum, menandaskan lagi keberatan koleganya itu. Sambil menambahkan akan adanya pernikahan salah seorang putra terdakwa di pertengahan bulan depan. "Sampai saat ini," kata Gani Djemat, "belum ada satu pun saksi yang memberatkan terdakwa." Tentu saja hal ini membuat Jaksa M. Manoi ikut protes lantaran keberatan itu sudah menjurus ke arah materi perkara. Akhirnya, hakim memberikan kesempatan pada penasihat hukum untuk mengajukan keberatan tertulis. Hingga sidang usai, Kusmayadi, yang mengenakan kostum abu-abu, tampak masih tegang, tak menyangka akan secepat itu penahanan berlaku. Sempat mencium seorang puteranya, yang menghadiri sidang, Kusmayadi di luar ruang sidang melontarkan kekesalannya dengan mengentakkan kepalan tangan ke depan wajah Lukman Kartaprawira, Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang mengawalnya. Hari itu juga, staf ahli Menteri Keuangan itu masuk ke Rutan Salemba. Kusmayadi diseret ke pengadilan akibat buntut kasus korupsi Rp 3,1 milyar di Ditjen Bea Cukai. Namanya, ketika menjabat Sekretaris Ditjen -- juga Soeharnomo dan Abdul Masis ketika menempati posisi yang sama -- disebut terus sewaktu Kamarijoen yang menjadi bawahannya sebagai Kabag Keuangan antara tahun 1979 dan 1981 diadili. Kamarijoen sendiri diganjar hukuman 14 tahun penjara oleh Majelis Hakim yang dipimpin Gde Sudharta. Sampai di tingkat kasasi, hukuman itu susut menjadi 10 tahun. Sebagai atasan langsung Kamarijoen, Kusmayadi dituduh tak pernah melakukan pengontrolan pengeluaran keuangan Ditjen. Dengan mudahnya, ia menyetujui berbagai pengeluaran yang disodorkan Kamarijoen baik dalam bentuk cek, giro bilyet, pendepositoan uang negara, maupun pentransferan rekening milik Ditjen ke rekening pribadi Kamarijoen. Ia juga tidak mengawasi uang hasil penjualan blanko PPUD, sehingga jatuh ke tangan Kamarijoen. Seharusnya, uang Rp 1,1 milyar lebih itu tak lepas dari pengawasan Kusmayadi selaku pengelola keuangan. Cek senilai hampir Rp 600 juta masuk ke kantung Kamarijoen. Padahal, "dananya untuk pengeluaran itu fiktif," kata M. Manoi, membacakan dakwaannya, akhir bulan lalu. Setidaknya, Kusmayadi memberikan kesempatan dan daya upaya pada Kamarijoen dan dua anak buahnya -- almarhumah Rasidah dan Lody Rumambie -- untuk memanfaatkan uang tersebut. Di persidangan, Kusmayadi membenarkan telah menandatangani giro bilyet bernilai sekitar Rp 145 juta. Memang pada kolom penerimaannya masih kosong, tapi, "pada waktu itu saya nggak tahu," kata lelaki yang pernah menyandang pangkat kapten (AL) itu, dengan suara mantap. Atau bisa juga, "Saking percayanya, justru Pak Kus yang dikibuli bawahannya," ujar Soetarno Soedja, anggota tim penasihat hukumnya. Di dalam dakwaan, juga pengakuan Kamarijoen, semua uang itu digunakan Kamarijoen dan Lody. "Tak ada imbalan dalam bentuk apa pun yang diterima terdakwa," kata Hasan Basyari. Happy Sulistyadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini