Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PESTA ulang tahun dan peluncuran buku kesaksian Nurraudahputri bungsu Abdullah Putehtentang tsunami belum usai ketika kabar itu menyelusup ke kediaman gubernur nonaktif Aceh itu, Rabu pekan lalu. Teuku Syaifuddin Popon, satu di antara pengacara Puteh, tertangkap tangan menyerahkan uang Rp 250 juta kepada panitera Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi.
Popon ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di ruang Ramadhan Rizal, wakil panitera pengadilan tinggi. KPK, yang mengendus rencana pertemuan itu lewat sebuah pesan singkat (SMS) yang mampir di telepon genggam seorang penyidik beberapa jam sebelumnya, yakin uang itu untuk mempengaruhi putusan banding perkara korupsi pengadaan helikopter milik Pemda Aceh.
Ketika disergap, Popon membantah membawa uang. Belakangan, duit itu, yang dimasukkan ke sebuah tas, menyembul dari bawah meja Rizal. "Ketika dia naik, saya sempat melihat Popon menjinjing tas hitam," kata Khaidir Ramli, penyidik KPK yang mengintai "transaksi perkara" ini. Popon dan Rizal pun digelandang ke kantor KPK.
Dari pemeriksaan inilah muncul nama Muhammad Soleh, panitera lain yang diduga ikut main. Soleh sempat keluar ruangan ketika tim KPK datang. Ketiganya kini ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat Pasal 5 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, pasal penyuapan. "Popon mengaku uang itu untuk memuluskan perkara Puteh di tingkat banding," ujar Tumpak Hatorangan Panggabean, Wakil Ketua KPK.
Popon menjadi pengacara Puteh sejak kasus Puteh naik ke tingkat banding. Sebelumnya, 11 April lalu, majelis hakim korupsi menghukum Puteh 10 tahun penjara. Sehari setelah kasus penyuapan itu terbongkar, putusan banding Puteh keluar. Majelis hakim yang dipimpin Busaini Andin Kasim tetap menghukum Puteh 10 tahun penjara.
Menurut Busaini, kesepakatan putusan itu keluar beberapa jam sebelum Popon ditangkap. "Sebelumnya, pada rapat 13 Juni, suara lima anggota hakim pecah," katanya. Ada yang minta ditahan 12 tahun, 8 tahun, dan 6 tahun. Bagaimana KPK bisa mengendus penyuapan ini? Menurut sumber Tempo, sebetulnya KPK sudah mencium rencana penyuapan itu beberapa hari sebelum putusan banding diteken.
Ketika itu, menurut sumber ini, KPK menyadap komunikasi lewat SMS dari telepon genggam bernomor 08116519xx ke telepon genggam Rizal. Ada enam SMS menanyakan putusan banding Puteh. Disenggol pula nama seorang hakim yang ikut menangani perkara banding Puteh.
Satu SMS yang dikirim pada 14 Junisehari sebelum penangkapanpukul 16:37 WIB berbunyi, "Pak Rizal, alhamdulillah saya dan pengacara AP sudah ketemu beliau-beliau malam ini , di satu tempat yang dirahasiakan. Mohon doa restu semoga perjuangan kita berhasil." Pengirim SMS itu disebut-sebut kerabat Puteh bernama Said Salim, yang kini menjabat wakil panitera di Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, Medan.
Rizal, dalam pengakuannya ke penyidik, mengaku bertemu Said di Jakarta awal Mei lalu, lewat Soleh. Uang yang dibawa Popon dikatakan berasal dari Said. Ketika Tempo mencoba mengontak nomor telepon itu, di seberang memang terdengar suara yang mengaku bernama Said Salim.
Awalnya, Said membantah mengirim SMS ke Rizal. Namun, ketika ditanya berapa kali mengirim SMS ke Rizal, ia berujar, "Saya tidak ingat persisnya berapa kali." Said membantah keras uang itu dari dia. Ia mengaku telah menjelaskan hal itu ketika diperiksa KPK, Kamis malam pekan lalu. Tapi, kepada Tempo, Tumpak Panggabean membantah KPK pernah memeriksa Said.
Salah satu pengacara Rizal, Petrus Bala Pattyona, menolak berkomentar perihal pesan singkat itu. Menurut Petrus, SMS tidak bisa dijadikan barang bukti di pengadilan. "Saya belum melihat ada bukti permulaan Rizal menyalahgunakan jabatannya," ujarnya. Petrus menyatakan tak tahu asal-muasal uang Rp 250 juta itu.
Muhammad Soleh sendiri bungkam ketika dicegat dan ditanya Tempo perihal duit itu. Tiga pengacara Puteh lainnya, Deni Ramon Siregar, Muhammad Rusli, dan Ramli, juga mengaku tidak tahu-menahu soal uang itu. "Kami tahu soal penyerahan uang itu dari siaran radio. Dia (Popon) tidak berkomunikasi dengan kami soal itu," ujar Ramon.
Tempo, yang mendatangi rumah Puteh beberapa jam setelah Popon ditangkap, hanya menemukan sisa-sisa pesta ulang tahun. Sebuah papan ucapan selamat ulang tahun masih terpacak di halaman rumah. "Bapak tidak di rumah, sudah ke rumah sakit sejak tadi sore," ujar seorang penjaga.
Yuswardi A. Suud
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo