Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kalau Begitu Menyuap Siapa

Mulyana W. Kusumah mulai disidang. Mempertanyakan sanksi penerima suap.

20 Juni 2005 | 00.00 WIB

Kalau Begitu Menyuap Siapa
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

DULU nyaris tak terbayangkan Mulyana W. Kusumah, "orang perjuangan" itu, duduk teronggok di kursi terdakwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Berkemeja biru dan berjas warna gelap, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu menyimak dengan cermat dakwaan kasus penyuapannya terhadap anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Khairiansyah Salman, Kamis pekan lalu.

Pengunjung berjubel memenuhi gedung pengadilan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, itu. Tiga jaksa, Suwarji, Chatarina Muliana, dan Muhibuddin, menceritakan kronologi kejadian. Jaksa memulainya dari pertemuan Mulyana dengan Sussongko Suhardjo, Wakil Sekjen KPU yang juga penanggung jawab kontrak pengadaan kotak suara, Januari lalu. Mulyana adalah Ketua Panitia Pengadaan Kotak Suara Pemilu 2004.

Pertemuan itu, kata Jaksa, membahas kekhawatiran akan kemungkinan hasil laporan pemeriksaan Subtim Pemeriksaan Investigasi BPK tentang pengadaan kotak suara, yang mengindikasikan adanya KKN. Pada 3 Februari 2005, Mulyana, bersama Sekretaris Panitia Pengadaan Kotak Suara, Richard Manusun Purba, bertemu Khairiansyah di kantor KPU.

Dalam pertemuan itu Mulyana berjanji memenuhi permintaan Subtim untuk menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan proses pengadaan kotak suara. Tiga belas hari kemudian Mulyana, Purba, beserta anggota panitia lainnya kembali bertemu dengan Subtim BPK. Dalam pertemuan itu Mulyana berjanji memberikan keterangan tertulis setelah Subtim mengajukan sejumlah pertanyaan soal kualifikasi dan evaluasi teknis.

Pada 10 Maret, terjadi pertemuan antara Khairiansyah, Mulyana, Mubari, dan Sussongko di Hotel Borobudur. Pada pertemuan itulah, ujar Jaksa, Mubari meminta Khairiansyah membantu menghilangkan temuan indikasi penyimpangan pengadaan kotak suara. Mubari berjanji akan memberi imbalan Rp 200 juta- Rp 300 juta. "Pertemuan itu sudah dalam pengawasan KPK," kata Jaksa Suwarji.

Pada 31 Maret, Mulyana menghubungi Khairiansyah lewat pesan pendek (SMS), memberi tahu uang akan diberikan dua kali karena baru ada separuhnya. Kabar ini disampaikan Khairiansyah kepada Hasan Basri, atasannya di BPK. Khairiansyah membalas SMS itu, menyatakan bersedia bertemu 3 April, pukul 19.30 WIB di Hotel Ibis Slipi, Jakarta. Kamarnya kemudian ditentukan: 709.

Mulyana datang sepuluh menit lebih awal. Ia menyerahkan segepok amplop berisi uang Rp 150 juta. Transaksi ini dimonitor KPK. Sehari setelah pertemuan itu, kata Jaksa, Mulyana memberi tahu Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin dan Sussongko perihal kekurangan Rp 150 juta. Sussongko menyatakan akan mengecek soal dana itu kepada Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan KPU.

Inilah yang membuat Mulyana mengirim SMS ke Nazaruddin: "Saya memerlukan dananya sekarang." SMS itu, kata Jaksa Suwarji, diteruskan Nazaruddin kepada Sussongko, yang akhirnya meneruskannya lagi ke Hamdani. Hari itu juga Hamdani mengeluarkan empat lembar travelers' cheque Bank Mandiri, masing-masing Rp 25 juta. Kekurangannya, Rp 50 juta, didapat dari Mubari pada 6 April.

Mulyana lalu membuat janji dengan Khairiansyah. Disepakatilah pertemuan di Hotel Ibis Slipi, kamar 609. Mulyana datang membawa amplop berisi uang Rp 150 juta. Menurut Jaksa, ketika itu Khairiansyah mengatakan ini penyuapan dan Mulyana menganggukkan kepala sambil berkata, "Ya, ini memang suap." Keduanya pun masuk kamar, dan seterusnya.

Jaksa membidik Mulyana dengan Pasal 5 Undang-Undang No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut pasal ini, terdakwa bisa dikenai hukuman satu hingga lima tahun, plus denda Rp 250 juta. Tapi pengacara Mulyana, Firman Wijaya, menilai dakwaan tak jelas. Firman mempertanyakan kategori Mulyana dalam kasus, sesuai dengan Pasal 55 KUHP. "Apakah dia ini orang yang memberi imbalan, menerima, atau membantu?" katanya.

Jika kliennya melakukan penyuapan, katanya, tentu ada pihak penerimanya. "Nah, menurut Undang-Undang Antikorupsi, dalam hal ini keduanya mendapat sanksi." Mulyana enggan mengomentari persidangannya. Ketika ditanya perihal SMS-nya ke Nazaruddin, yang mengindikasikan Ketua KPU itu mengetahui penyuapan ini, ia hanya diam. "Tunggu saja eksepsi saya," ujarnya.

Abdul Manan, Arief Kuswardono, Yuswardi, Jojo Raharjo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus