Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAHUN baru kali ini tak dinikmati Ahmad Sudardji dan Baharuddin bersama keluarganya. Sementara di langit Kota Palangkaraya terdengar ingar-bingar suara petasan dan kembang api, Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Seruyan yang masing-masing berasal dari PDI Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa itu meringkuk di sel tahanan Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah di Jalan Tjilikriwut, Palangkaraya.
Bukan hanya dua wakil rakyat Seruyan itu yang menghabiskan malam tahun baru di hotel prodeo. Nasib yang sama dialami empat rekan mereka: Totok Sugiarto, Eri Anshori, dan Suherlina dari PDIP serta Budiardi dari PKB. Hanya, tempatnya berbeda.
Totok, Eri, dan Budiardi mendekam di tahanan Kepolisian Resor Seruyan di Jalan Ahmad Yani, Kuala Pambuang, sekitar 400 kilometer dari Palangkaraya. Ketiganya berkumpul dalam satu sel seluas 3 x 4 meter. Adapun Suherlina di Kepolisian Sektor Seruyan Hilir.
Polisi menangkap mereka setelah pada Senin dua pekan lalu menggerebek Totok, yang saat itu tengah menerima uang dari orang suruhan Baharuddin. Menurut Kepala Polres Seruyan Ajun Komisaris Besar Heska Wahyu, dua kurir suruhan Baharuddin itu membawa uang Rp 2,08 miliar yang rencananya akan dibagikan kepada lima anggota DPRD Seruyan. Dari sini, kemudian polisi mencokok satu per satu wakil rakyat Seruyan itu.
Menurut Heska, awalnya pihaknya mendapat informasi ada dua orang kepercayaan Baharuddin, yakni M. Yamin dan M. Yusuf, akan menemui Totok menyetorkan sejumlah duit. Atas dasar informasi yang diyakininya benar itu, ia lantas memerintahkan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Seruyan Ajun Komisaris Abdul Aziz membuntuti dua kurir tersebut. Takut buruannya tak tertangkap, Abdul memerintahkan empat anak buahnya ketat "menempel" mereka. "Kami hanya mengandalkan informasi yang kami terima, tak pakai alat sadap apa pun," kata Heska.
Maka, Senin dua pekan lalu sekitar pukul 15.00, lima polisi menggunakan dua mobil menguntit Yamin dan Yusuf, yang mengendarai Suzuki Escudo silver bernomor polisi H-7697-YC, menuju Bank Mandiri Seruyan. Rupanya mereka mengambil duit.
Dari bank, keduanya menuju rumah Yusuf, yang tak lain anak Baharuddin. Di sini duit sejumlah Rp 2,08 miliar itu dibagi untuk 26 kantong. Sebanyak 22 kantong diisi masing-masing Rp 75 juta, 1 kantong Rp 70 juta, 1 kantong Rp 100 juta, dan 2 kantong masing-masing Rp 130 juta. Di setiap kantong kertas itu ditulis jumlah nominal uang yang berada di dalamnya. Hanya itu. Tak ada, misalnya, tercantum nama orang yang bakal menerimanya.
Dari rumah Yusuf, keduanya lalu pergi. Di sini lima reserse Polres Seruyan sempat kehilangan jejak. Beruntung, Kuala Pambuang, ibu kota Seruyan, terhitung kota kecil. Para polisi menemukan buruannya tengah berada di rumah Totok Sugiarto di Jalan Tambak, Seruyan Hilir. Saat itu, waktu menjelang magrib.
Di rumah inilah polisi membekuk Totok, yang saat itu tengah menerima duit dari Yamin dan Yusuf. Menurut Heska, Yamin sudah bekerja lebih dari lima tahun untuk Baharuddin. Warga Seruyan mengenal Yamin sebagai calon legislator dari Partai Gerindra. Adapun Yusuf calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan. Keduanya membidik kursi DPRD Seruyan.
Diinterogasi berjam-jam di Polres Seruyan, Yamin dan Yusuf akhirnya buka mulut. Mereka mengaku akan membagi-bagikan duit kepada Ahmad Sudardji, Suherlina, Budiardi, Eri Anshori, dan Totok. Maka polisi kemudian meluncur ke rumah dinas Ahmad Sudardji di Jalan Ahmad Yani dan mencokok Ketua DPRD itu.
Dari sini polisi lalu meluncur ke rumah Suherlina, yang letaknya tak jauh dari kediaman Ahmad Sudardji, dan kemudian ke rumah Budiardi. Adapun Eri Anshori menyerahkan diri ke Polres Seruyan. "Awalnya mereka mengelak. Tapi, karena ada pengakuan kurir dan rentang waktunya tidak lama, akhirnya semua mengaku," ucap Heska.
Tengah malam, giliran Baharuddin yang dicokok polisi. Di Seruyan, nama Baharuddin terhitung "top". Dia dikenal sebagai pengusaha sukses, pemilik sejumlah stasiun pengisian bahan bakar. Sebelum 1998, masyarakat Seruyan mengenal Baharuddin sebagai pengusaha kayu.
Dari interogasi para tersangka, polisi mendapat keterangan duit untuk para anggota DPRD yang diduga disiapkan oleh Baharuddin itu sebagai imbalan lantaran mereka meloloskan dua proyek pada 2013, yang kemudian diperoleh Baharuddin. Dua-duanya proyek pembangunan jalan. Yang pertama pembangunan Jalan Soekarno-Hatta di Desa Persil Raya, Kecamatan Seruyan, dan kedua Jalan Kuala Pambuang-Sigintung.
Proyek Jalan Soekarno-Hatta nilainya Rp 12,19 miliar, sedangkan proyek Jalan Kuala Pambuang-Sigintung Rp 3,14 miliar. Untuk proyek Soekarno-Hatta, Baharuddin memakai bendera PT Persana Nusantara Prima, perusahaan "pinjaman" yang berdomisili di Sampit. Sedangkan untuk proyek Kuala Pambuang-Sigintung, dia memakai PT Windu Seruyan, perusahaannya sendiri.
Dari penyelidikan terungkap pembagian jatah yang diduga ditetapkan Baharuddin sebagai berikut: anggota Dewan mendapat Rp 75 juta dan Ketua Dewan Rp 100 juta. Nah, lantaran Ketua DPRD sudah mengambil jatahnya di muka sebesar Rp 30 juta, amplop yang akan diserahkan kurir menjadi Rp 70 juta.
Tak hanya menyita duit Rp 2,08 miliar sebagai barang bukti, polisi juga menyita tiga lembar struk pengambilan duit, buku tabungan, Suzuki Escudo, dan telepon seluler milik para tersangka. Semua barang itu oleh polisi akan dijadikan barang bukti di pengadilan.
Rabu pekan lalu, semua tersangka yang berada di Seruyan diangkut ke Palangkaraya. Menurut Heska, pemindahan itu, antara lain, karena anggotanya sangat terbatas untuk mengusut kasus ini. "Di sini juga tak ada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, karena itu diambil alih Polda," katanya.
Polisi memang tak berhenti pada pemeriksaan enam tersangka itu. Pekan lalu, sejumlah reserse menggeledah kantor Dinas Pekerjaan Umum Seruyan. Mereka mencari dokumen dua proyek jalan itu dan proyek yang akan dikerjakan pada 2014. "Yamin mengaku sudah beberapa kali melakukan praktek suap untuk melicinkan proyek Baharuddin," ucap Heska.
Kasus ini diduga tak hanya melibatkan enam orang itu, tapi bisa jadi merembet ke mana-mana, ke "samping" ataupun ke "atas". Bupati Seruyan Sudarsono menyatakan siap diperiksa untuk kasus ini. "Silakan aparat mencari bukti-bukti di tempat yang mereka inginkan," katanya.
Yuliawati (Jakarta), Karana wijaya W. (Seruyan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo