DUA bersaudara Bustamin dan Siminijaya masih bersembunyi. Tapi
yang tak bisa mengelak adalah 7 orang pejabat bank negara dan
bea cukai di Medan. Mereka harus ikut mempertanggungjawabkan
kejahatan Bustamin dan Simin: menggaet milyaran rupiah dari
beberapa bank dan pengusaha dengan cara memalsukan dokumen
ekspor.
Bustamin dan Simin adalah direktur muda dan kasir kepala pada PT
Orici (Orient Commercial & Industry), Medan, yang berusaha di
bidang ekspor kopi dan karet. Dengan cara memalsukan dokumen,
eksportir tersebut dapat mencairkan L/C di beberapa bank, tanpa
melakukan ekspor sebiji kopi pun (TEMPO, 6 September 1980,
Ek-Bis).
Setelah itu mereka buron. Ada yang mengabarkan mereka kini
berada di Kanada--tinggal bersama salah seorang keluarganya di
sana. Ada pula yang mengatakan mereka bersembunyi di
Australia.Yang jelas mereka meningalkan berbagai urusan. BBD
(Bank Bumi Daya)dan(Bank Dagang Negara) Medan menderita kerugian
sekitar Rp 7,6 milyar. Sehingga wakil pimpinan BBI), kepala
bagian ekspor BDN, kepala bidang Ekspor Kanwil Bea Cukai Belawan
dan beberapa pejabat lain diperiksa opstib Pusat.
BNI 1946 dan beberapa bank swasta, seperti Bank Pacific, Bank
Bukit Barisan, South East Asia Bank, juga ikut menanggung
kerugian yang bila dijumlah meliputi milyaran rupiah pula.
Beberapa pengusaha swasta yang tergabung dalam grup Orici,
seperti PT Asia, Bumi Ayu Mulia dan CV Sidikalang juga
kelabahan. Direktur Utama Orici, Djarimin Bintang, yang
menyatakan tak tahu menahu dengan kejahatan Bustamin dan Simin
juga ditahan yang berwajib.
Adakah Bustamin dan Simin melakukan kejahatan scperti ditu
luhkan Opstib? Direktur Sidikalang, Krisman Situmorang,
memperoleh pengakuan mereka Yaitu mclalui surat pribadi
--ditulis di kertas surat Hotel Horison (jakarta) dan dibuat di
Surabaya, 15 Agustusyang diteken oleh Bustamin.
Selamat Lebaran
Surat dibuka dengan ucapan selamat lebaran. Lalu pemberitahuan
"berita buruk": dengan terpaksa, katanya, untuk sementara ia
menyembunyikan diri. Karena beberapa kewajibannya terhadap bank
tak dapat dipenuhinya. Negosiasi dengan bank-bank tersebut sudah
tak dapat dilakukannya lagi. Sementara cek-cek gantung (cek
mundur) yang dikeluarkannya untuk membayar ke berbagai pihak
tentu saja tak dapat diuangkan. Ditambah tagihan-tagihan dari
luar negeri.
Kepercayaan yang diberikan Situmorang kepadanya --terus terang
diakuinya dalam surat itu--juga telah disalah gunakan.
Situmorang memang pernah memberikan kertas atau blanko yang
sulah ditandatangani. Dan itu, kata Bustamin, "saya pakai untuk
menipu bapak". Selanjutnya ia juga meniru tanda tangan pejabat
duane untuk memalsu dokumen ekspor.
Ketika cek-ceknya mulai ditolak bank dan sambungan telepon juga
diputus, katanya, itu merupakan "lonceng berbunyi dan lampu
merah menyala". Ia merasa tak dapat bertahan lagi. Apalagi ia
merasa teman-temannya di Medan, bahkan di luar negeri, sudah tak
mungkln mempercayakan uang kepadanya. "Posisi saya semakin
jelek, kapal-kapal sudah mulai call ke pelabuhan, terpaksalah
saya . . " Dan dua bersaudara itupun menghilang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini