Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Tulang-Tulang Tak Berserakan

Pengolahan tulang-tulang untuk dijadikan pupuk atau campuran makanan hewan & untuk di ekspor, pengumpul/pengolah tulang-tulang a.l cv. sortasi. pt. intulin. (ils)

1 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMAH jagal di Pegirian, Surabaya, selalu ramai. Bukan saja karena lenguh sapi atau kerbau yang akan disembelih, tapi juga oleh bocah-bocah yang telanjang dada yang berseliweran. Begitu ada tulang yang dilempar tukang jagal ke ubin, secepat kilat pula mereka berebut memungutnya. Dan langsung memasukkanya ke goni yang sudah mereka siapkan. Karyawan rumah jagal, pemilik hewan atau para pengumpul tulang dari berbagai usia kini mahfum, bahwa tulang yang biasanya jadi rebutan anjing liar, ada harganya. Wadji dan istri yang telah melakukan pekerjaan ini sejak zaman Belanda, berani membeli Rp 25 per kilogram tulang. Pasangan yang tidak mempunyai anak ini cukup beken di kampungnya, Sidorame, Surabaya. Mereka membeli dari para pengumpul. Tulang belulang--biasanya Wadji berhasil mengumpulkan sekitar 5 ton tulang dalam waktu 2 hari --.kemudian dia lego lagi ke juragan tulang sebagai grosir yang lebih besar. Harga di sini sudah naik menjadi Rp 35 tiap kg. "Pengumpul kertas saja bisa naik haji. Karena itu saya pilih mengumpulkan tulang," kata Wadji. Wadji memang belum berhasil melaksanakan niatnya ke Mekah. Sebab keuntungan bisnis tulang ini memang sulit diterka. Bagaikan cuaca yang sering meleset dari ramalan, kalau juragan menolak karena stoknya masih penuh, Wadji terpaksa harus pulang kembali membawa tulang yang berbau tidak sedap itu. Akibatnya tulang belulang itu terpaksa ditimbun saja di bawah matahari dan bebas dikerubuti lalat. Dan tulang yang telah mengering karena lama ditimbun ini, "harganya jauh melorot," kata Wadji. Belum lagi timbangan tulang yang kering itu menyusut. "Bisa sampai 20% dari berat semula," ujar Wadji lagi. Di musim hujan, harga tulang lebih melorot lagi. Mungkin karena untung sedikit dan banyak risiko rugi inilah, Wadji dan istrinya belum bisa melaksanakan niatnya ke tanah suci. Di pabrik pengolahan, tulang-tulang itu direbus dalam sebuah mesin uap (autoclave), hingga lembek dan rapuh. Lalu dimasukkan ke sebuah bak pengering. Selanjutnya mesin penggiling mulai bekerja: memecahkan tulang-tulang menjadi tepung maupun kerikil. Tepung tulang biasanya dipakai untuk mencampur makanan hewan. Yang masih berbentuk kerikil diekspor -yang terbanyak ke Jepang--untuk dijadikan bahan campuran pupuk. Tubagus Bachtiar adalah salah seorang pengolah tulang untuk siap diekspor di Jakarta. Ia memulai usahanya sejak 1956. Menjelang masa pensiunnya sebagai letnan dua dari kesatuan Siliwangi, seorang Jepang, temannya, menunjukkan usaha mengumpulkan dan mengolah tulang-tulang (hewan) yang berserakan tak berharga. Disegel Begitu pensiun, Bachtiar membeli 4 buah sepeda. Sebagai modal usahanya ini, ia menjual tanahnya di kampung kelahirannya, Mandalawangi, Pandeglang, JaBar. Ayah dari 4 orang anak ini bersama beberapa pembantunya kemuaian mengayuh sendiri sepedanya untuk menjelajahi pasar-pasar di Jakarta mengumpulkan tulang. Segala macam tulang, --sapi, kerbau, kambing, kuda-dipungut atau dibelinya. Harga tulang waktu itu, 1956, cuma Rp 1 sekilo. Duatahun berikutnya, Bachtiar berhasil menyewa mesin perebus, pengering dan penggiling tulang dari seorang Jepang yang lain. Usaha Bachtiar mengumpulkan dan mengolah tulang, berjalan dengan lestari. Kantor berpapan nama C.V. Sortasi telah berdiri di dekat rel kereta-api di kawasan Ancol, Jakarta Utara. Tentu saja sekarang dia tidak keluar masuk pasar dengan sepeda. Tetapi telah ada seperangkat armada pengumpul tulang melalui sebuah truk, 4 buah pick-up dan sebuah jip yang mengangkut tulang bukan dari Jakarta saja tetapi dari beberapa tempat di Jawa Barat dan Jawa Tengah sebelah barat. Di perusahaan ini bekerja 50 karyawan. Setiap hari, Bachtiar, kini 62 tahun, berhasil mengumpulkan tulang sekitar 4 - 6 ton. Tiap habis Idul Fitri atau Idul Adha, Bachtiar sanggup mengumpulkan 14 ton. Harga tulang kini di Jakarta Rp 30 hingga 35/kg. Sayang usaha Bachtiar ini mendapat halangan ketika pertengahan tahun ini ada protes dari penduduk sekitar lokasi gudang tulangnya. Setelah mendapat peringatan pindah dalam tempo 7 x 24 jam, usaha Bachtiar terpaksa disegel Kamtib DKI. Menurut Tb. Achmad Riffai, jebolan ITB yang kini menggantikan usaha ayahnya, Bachtiar, perusahaan tulang itu sedang bersiap-siap pindah ke lokasi pabriknya yang baru, di Cakung. "Tulang itu memang bau," ujar N. Nakayama, dari PT Intulin, yang mempunyai usaha sama dengan Bachtiar. Kata insinyur kimia lulusan Universitas Kinski, Nagoya ini lagi "Tetapi bau tulang tidak membahayakan manusia seperti bahan kimia." Lokasi PT Intulin -- usaha pemrosesan tulang yang kongsi dengan modal asing--ada di Cakung tak jauh dari pusat rumah jagal DKI PT Dharma Jaya. Intulin mempekerjakan 40 orang karyawan yang bekerja dalam 2 shift. Setiap bulan perusahaan ini memproses sekitar 150 - 200 ton. "Dan kami khusus mengerjakan untuk ekspor," kata Nakayama lagi. Menurut Nakayama di negerinya, tulang kaki yang mengandung gelatin (semacam agar-agar) biasanya dicari pabrik obat untuk dibuat kapsul obat. Atau untuk bahan kuwe. Nakayama menolak untuk menceriterakan "bumbu-bumbu" campuran tulang hingga laku diekspor. "Cuma," kata Nakayama, "biasanya tulang-tulang yang masih basah itu langsung dikeringkan dengan mesin, supaya bakteri tidak berkembang biak." Sebab kalau bubuk tulang berbakteri dimakan ayam, telur ayampun akan mengandung bakteri. "Dan ini berbahaya bagi mereka yang makan telur mentah," kata Nakayama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus