Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komnas HAM merilis temuan mereka dalam kasus kerangkeng manusia Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin pada Rabu 2 Maret 2022. Setidaknya ada empat temuan yang didapatkan lembaga tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam temuannya, Komnas HAM menyatakan menemukan sejumlah fakta baru seperti tambahan jumlah korban, beragam pelaku hingga memperkuat dugaan adanya praktik perbudakan. Berikut empat temuan Komnas HAM dalam kasus ini:
1. Korban
Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam menyatakan ada tambahan korban jiwa yang mereka temukan dalam penelusuran mereka. Jika sebelumnya jumlah korban jiwa disebut tiga orang, kini menjadi enam orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Di awal kami umumkan ada 3 orang korban meninggal, setelah itu kami berproses lagi sampai dua minggu lalu jumlah bertambah 3 lagi, menjadi 6 korban meninggal di sana,” ujar Anam dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM.
Menurut Anam, pihaknya belum menelusuri penyebab meninggalnya korban tersebut. Hal itu menungggu penelusuran aparat kepolisian.
Jumlah korban yang disekap dalam kerangkeng itu mencapai 57 orang dan dibagi dalam dua kerangkeng.
2. Pelaku Kekerasan
Dalam temuannya, Anam juga menyatakan bahwa pelaku kekerasan terhadap para korban sekitar 19 orang. Mulai dari Terbit Rencana sendiri hinggaa aparat TNI-Polri.
"Kita dapat keterangan ada beberapa oknum aparat yang terlibat, mulai dari jumlahnya dan namanya, serta informasi penunjang lainnya termasuk pangkat," ujar Anam.
Selain itu, mereka juga menemukan semacam struktur organisasi pengelola kerangkeng. Mereka ini diduga ikut terlibat dalam melakukan kekerasan.
"Di dalamnya memiliki struktur pengurus seperti pengurus, pembina, kalapas, dan bebas kereng (besker). Mereka ini diduga orang-orang yang melakukan tindakan penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan harkat martabat," tutur Anam.
3. 26 Jenis Kekerasan
Para korban, menurut temuan itu, mengalami setidaknya 26 jenis kekerasan. Selain kekerasan fisik, para korban juga disebut mendapatkan kekerasan secara psikis.
"Ada minimal setidaknya 26 jenis penyiksaan, kekerasan dan perlakukan merendahkan martabat terhadap para penghuni kerangkeng," kata Anggota tim peneliti Komnas HAM, Yasdad Al Farisi.
Kekerasan itu menurut mereka, terjadi sejak awal para korban dijemput secara paksa. Kekerasan dalam intensisitas tinggi seringkali terjadi pada periode awal masuk kerangkeng.
"Mulai dari terkait penjemputan paksa calon penghuni kereng, periode awal masuk, pelanggaran terkait aturan pengurus, melawan pengurus, dan plonco senioritas dalam penguhuni kereng," ujar Yasdad.
Mereka juga menemukan bahwa bentuk kekerasan itu diberi istilah sendiri-sendiri seperti mos, gantung monyet, sikap tobat, dua setengah kancing dan di cuci.
Akibat kekerasan tersebut, menurut mereka, ada korban yang mengalami dampak traumatis hingga melakukan percobaan bunuh diri.
4. Perbudakan
Temuan terakhir Komnas HAM memperkuat dugaan awal mereka terjadinya perbudakan dalam praktek kerangkeng manusia Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Para korban, menurut temuan itu, dipekerjakan tanpa mendapatkan bayaran.
"Soal pekerjaan, para penghuni bekerja tanpa diupah, ini memang kami temukan berdasarkan keterangan dari penghuni,” ujar Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Melani.
Tak hanya dipekerjakan di kebun sawit atau pablik milik Terbit Rencana Perangin Angin, para korban juga dipaksa bekerja untuk kegiatan lainnya mulai dari mengelas, menjadi juru parkir, membersihkan mobil hingga menjadi buruh untuk membangun kediaman si bupati.
Para korban, menurut temuan itu, hanya mendapatkan makanan ekstra atas pekerjaan yang mereka lakukan.
Komnas HAM mendesak penegakan hukum dan tanggapan Polda Sumatera Utara
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mendesak aparat kepolisian untuk segera melakukan penindakan secara tegas, terukur dan efektif. Mereka menyatakan telah berkoordinasi dengan kepolisian terkait temuan itu.
"Khususnya dalam pemenuhan keadilan kepada korban dan agar tidak tejadi lagi,” kata dia.
Taufan juga mencurigai praktek serupa bisa saja terjadi di wilayah lain di Indonesia. Menurut dia, hal ini tak lepas dari fenomena oligarki lokal di berbagai daerah.
"Saya kira fenomena ini adalah satu petanda yang kami mencurigai atau menduga sebetulnya bisa saja terjadi di wilayah lain. Sebagai oligarki lokal yang menguasai organisasi yang diduga melanggar hukum,” kata Taufan.
Polda Sumatera Utara yang menangani kasus ini telah penaikan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan meskipun demikian, belum ada penetapan tersangka. Mereka juga berjanji akan bersikap tegas terhadap seluruh pelaku kekerasa, termasuk anggota mereka sendiri.
"Polda Sumut akan terus berkoordinasi dengan Komnas HAM serta berkomitmen melakukan langkah-langkah untuk mendalami dan menyelidiki dugaan keterlibatan anggota Polsek, apabila itu benar kita tidak akan ragu memprosesnya karena itu komitmen kita," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumut, Komisaris Besar Hadi Wahyudi.
Kasus kerangkeng manusia ini mencuat setelah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin terjerat kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di wilayah kekuasaannya pada tahun 2020-2022. Terbit Rencana diketahui memiliki penjara ilegal di kediamannya setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap dan menggeledah kediamannya. Polda Sumatera Utara telah menangani kasus ini.
M KHORY ALFARIZI (Jakarta)|SAHAT SIMATUPANG (Medan)