KOTA kecil Ambulu, 26 Km sebelah selatan Jember (Jawa Timur),
hampir saja terbakar karena huru-hara.
Mula-mula terasa karena bensin di kios-kios 7 Pebruari, siang
hari itu amat laris. Orang-orang keturunan Cina sudah mencium
bau tak sedap. Siang-siang mereka sudah mulai menutup pintu toko
dan rumah.
Malamnya terlihat sekitar seribu massa pelajar sekolah menengah
berkumpul. Bahkan pulajar daerah lain sekitar Ambulu kemudian
menggabungkan diri. Juga tcrmasuk yang datang dari Kota Jember.
Di tangan sebagian dari mereka tergenggam 'bom-bom' dari botol
berisi bensin.
Sasaran pertama segera terlihat: malam itu sebuah gudang ban
terbakar oleh bom botol. Untung sasaran berikutnya berhasil
diamankan tentara dan polisi. Sehingga huru-hara dapat
dipadamkan sebelum berlarut-larut. Polisi menangkap sekitar 30
pelajar --baik anak sekolah Ambulu, Jember maupun daerah lain.
Juga 6 orang sopir kendaraan yang mengangkut para pelajar ke
Ambulu juga ikut ditahan.
Ambulu kini tenang kembali. Segala sesuatunya, "masih dalam
pemeriksaan," kata Komandan Kepolisian Jember, Letkol Suwarno.
Tapi latar belakang peristiwa panas tersebut, untuk sementara
dapat dikisahkan sebagai berikut.
Adalah peristiwa berdarah di SMA FIP UNEJ (sekolah proyek Fak.
Ilmu Pendidikan Univ. Jember). Murid sekolah itu, Joko Wahono,
Ketua OSIS (organisasi pelajar sekolah tersebut), mati terbunuh
oleh tusukan pisau kawan sekelasnya sendiri, Saiful alias Yang
Si Fun, murid kelas III bagian Pasti Alam, 31 Januari lalu.
Sebabnya sungguh sepele: pertengkaran kecil biasa sesama teman.
Dari beberapa murid SMA FIP UNEJ diperoleh beberapa cerita.
Sebgai Ketua OSIS, Joko menugaskan SaifuI untuk memimpin
penyelenggaraan pertandingan bulutangkis dalam rangka perayaan
hari maulud. Saiful memang jago bulutangkis di sekolahnya. Tapi
tugas sekolah tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh Saiful.
Bahkan, menurut Imran dan teman-temannya sama-sama pelajar di
situ "pada waktu pertandingan bulutangkis berlangsung pun,
Saiful sebagai penanggungjawab acara itu tak muncul di
lapangan." Dia malah asik main badminton di rumah sendiri. Hal
itu tentu saja membuat gondok sang ketua OSIS.
Di warung es dekat sekolah Joko melampiaskan kemarahannya.
Saiful dimaki-maki. Saiful tak tinggal diam. Terjadilah perang
mulut. Pertengkaran ini sebenarnya hendak diselesaikan oleh
pimpinan sekolah. Kedua murid itu telah dipanggil ke kantor
dewan guru. Tapi cuma Joko yang mau hadir di sana. Sedangkan
Saiful, menurut Iswadi, Kepala Sekolah, terus lari pulang.
Karena Saiful tak muncul di kantor dewan guru, Joko diizinkan
pulang saja. Dia berjalan bersama teman-teman sekelasnya. Masih
di halaman sekolah itu juga, Joko berpapasan dengan Saiful.
"Saya kira dia hendak lapor ke dewan gllru," kata Imran, teman
berjalan Joko yang melihat sesuatu menonjol dari balik baju
Saiful. Namun begitu Joko lewat beberapa langkah, Saiful
berbalik secepat kilat ia membokong Joko dengan menusukkan pisau
dapurnya.
Saiful terus lari. Siswa-siswi yang menyaksikan peristiwa itu
berteriak panik melihat tubuh ketua OSIS mereka bercucuran
darah. Joko masih berusaha mengejar Saiful. Tapi kakinya hanya
mampu membawanya lima langkah. Setelah itu ia tersungkur.
Teman-teman Joko telah berusaha menggotongnya ke Puskesmas. Tapi
naas, Joko meninggal sebelum sempat mendapat pertolongan
pertama.
Saiful bernasib baik. Sebelum ia dihajar ramai-ramai oleh teman
sekolahnya, dia sudah lari ke belakang sekolah dan diselamatkan
polisi -- yang kebetulan kantornya tak jauh dari gedung SMA.
Tiupan Kosong
Minggu perama Pebruari ini, setelah peristiwa Joko, Ambulu jadi
tegang dan panas. Desas-desus keras bertiup temanreman dan
pelajar sekolah daerah lain hendak menuntut balas kematian Joko.
Runyamnya, tidak hanya Saiful -yang sudah berada di tangan
polisi -yang hendak jadi sasaran balas dendam. Orang-orang
keturunan Cina lain, yang tak ada kaitannya dengan peristiwa
Joko, juga diancam hendak diganyang. Terbukti dari beberapa
selebaran anti Cina yang beredar membakar keadaan.
Patroli petugas keamanan hampir sepanjang malam selama seminggu
keliling kota. Di sana-sini memang tampak orang bergerombol.
Tapi demonstrasi yang didesas-desuskan akan meledak 3 Pebruari,
ternyata hanya tiupan kosong.
Polisi menyangka kemarahan pelajar sudah reda. Patroli
mengendor. Untuk lebih menenteramkan pengurus-pengurus OSIS se
Kabupaten Jember diundang berkumpul di kantor polisi, 6 Pebruari
lalu. Besoknya giliran para guru diundang dan diminta untuk
ambil bagian mengendalikan murid masing-masing.
Tapi malam hari berikutnya -- etelah guru-guru berkumpul di
kantor polisi -- pelajar ternyata bergerak dan mengamuk juga.
Untung baru sebuah gudang ban milik ayah Saiful saja yang jadi
korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini