Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Taruna STIP Kemenhub Ucapkan Kode-kode Khusus saat Aniaya Adik Tingkat Hingga Tewas

Polisi melibatkan ahli bahasa untuk mengungkap kode-kode khusus yang diucapkan taruna STIP Kemenhub saat menganiaya adik tingkat hingga tewas.

9 Mei 2024 | 17.43 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Polisi Gidion Arif Setyawan mengatakan terdapat kata-kata yang menjadi kode dalam kasus penganiayaan taruna tingkat satu Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Kementerian Perhubungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Polres Metro Jakarta Utara telah menetapkan tiga taruna tingkat dua STIP sebagai tersangka baru penganiayaan. Ketiganya, yakni siswa berinisial FA alias A, KAK alias K dan WJP alias W. Dengan penetapan tiga tersangka baru, ada empat tersangka dalam kasus kekerasan terhadap Putu hingga tewas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, polisi telah menetapkan  taruna tingkat dua STIP berinisial TRS sebagai pelaku penganiayaan yang menyebabkan Putu Satria Ananta Rustika (19) meninggal pada Jumat, 3 Mei 2024.

"Ada tiga tersangka baru usai dilakukan pengembangan penyidikan dan gelar perkara," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan, Rabu malam, 8 Mei 2024 seperti dilansir dari Antara. 

Gidion mengatakan keterlibatan tiga tersangka dalam proses penganiayaan dilakukan setelah menggelar perkara dan juga mempedomani pandangan ahli bahasa.

Ketiga tersangka itu mempunyai peran 'turut serta', 'turut serta melakukan'. "Dalam konteks ini orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu," kata Gidion.

Polisi melibatkan ahli bahasa dalam penyelidikan kasus ini, karena para tersangka saat penganiayaan menggunakan kata-kata tertentu, yang dinilai hidup di kalangan para taruna STIP Kemenhub.

"Ada kata-kata yang hidup dalam kehidupan mereka di kampus saja dan ini yang coba kami urai menggunakan ahli bahasa," kata dia.

Adapun peran dari masing-masing tersangka tersebut adalah FA alias A adalah siswa tingkat II yang memanggil P bersama rekan-rekan juniornya yang lain untuk turun dari lantai 3 ke lantai 2.

Pemanggilan itu disebabkan oleh pandangan para senior bahwa Putu teridentifikasi menyalahi aturan sekolah, karena menggunakan pakaian dinas olah raga (PDO) saat memasuki ruang kelas.

"Woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga) sini!," kata FA. P dan rekan-rekannya pun mengikuti panggilan seniornya agar turun ke lantai 2.

Lalu FA juga ikut mengawasi ketika terjadi kekerasan eksesif terhadap Putu di depan pintu toilet dan itu dibuktikan lewat rekaman kamera pengawas (CCTV) di tempat kejadian serta keterangan para saksi. "Sehingga FA pun ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan konstruksi pasal 55 jo 56 KUHP," katanya.

Kemudian WJP alias W pada saat proses terjadinya kekerasan eksesif mengatakan suatu kata yang diduga mengandung ejekan terhadap kalangan siswa STIP, yakni CBDM.

"Jangan malu-maluin, CBDM. Kasih paham!" seru WJP.

Kata-kata yang digunakan para pelaku dinilai punya kode tersendiri, sehingga membuat penyidik meminta pandangan ahli bahasa. Menurut ahli bahasa memang ada bahasa-bahasa di antara para taruna yang kemudian memiliki makna tersendiri.

Bukan cuma sekali, saat P dipukul oleh tersangka TRS, WJP juga mengatakan, "Bagus enggak bed rest, artinya masih kuat berdiri, kira-kira begitu," katanya.
 
Dari hasil pemeriksaan terhadap ahli bahasa, penyidik menetapkan WJP sebagai tersangka berdasarkan konstruksi pasal 55 jo 56 KUHP.
 
Lalu tersangka tambahan yang ketiga adalah KAK alias K. Peran KAK adalah menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh TRS.

K mengatakan "Adikku saja nih, mayoret terpercaya". Menurut ahli bahasa, "kata mayoret" itu juga hanya hidup di kalangan siswa STIP yang mempunyai makna tersendiri di antara mereka.

"Sehingga K juga ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan konstruksi pasal 55 jo 56 KUHP," kata Gidion.

Menurut Gidion, penyidik masih berupaya mengembangkan kasus penganiayaan tersebut dan melengkapi berkas-berkasnya sebelum diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Selama proses pengembangan tersebut, total ada 43 saksi yang sudah diperiksa penyidik, di antaranya 36 siswa STIP dari tingkat I, tingkat II dan tingkat IV, pengasuh STIP, dokter klinik STIP, dokter RS Tarumajaya, ahli pidana serta ahli bahasa.

Kemudian barang buktinya merupakan hasil "visum et repertum" yang menyatakan korban memiliki luka-luka lecet pada bibir dan perut akibat kekerasan benda tumpul. Hasil skrining alkohol dan NAPZA negatif, namun terdapat tanda-tanda perundungan hebat dan ada pendarahan.

Polisi juga memperoleh pakaian korban, pakaian tersangka yang digunakan saat kejadian, rekaman kamera pengawas (CCTV) dan hasil analisis digital terhadap rekaman tersebut.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus