Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua majelis hakim yang mengadili perkara Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik, menceritakan kejadian bagi-bagi uang dari Lisa Rachmat. Lisa merupakan pengacara Ronald Tannur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini terungkap dalam persidangan kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, hari ini. Duduk di kursi terdakwa adalah Lisa Rachmat, Zarof Ricar selaku eks pejabat Mahkamah Agung, dan Meirizka Widjaja, ibu Ronald Tannur. Sedangkan Erintuah Damanik, yang juga menjadi terdakwa perkara ini, duduk di kursi saksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) menyoroti keterangan Erintuah kepada penyidik yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan atau BAP. Dalam keterangan itu, Erintuah menyampaikan pertemuan dengan Lisa Rachmat di Bandara Ahmad Yani, Semarang.
Erintuah pun membenarkan. "Dia telepon saya 'Pak, boleh ketemu?'," ungkapnya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 3 Maret 2025.
Pada saat itu, majelis hakim telah selesai bermusyawarah ihwal perkara Ronald Tannur. Erintuah pun mengiyakan. Akhirnya, dia dan Lisa bertemu di gerai Dunkin' Donuts Bandara Ahmad Yani pada 1 Juni 2024.
"Dia bertanya sama saya 'bebas ya, Pak?'," kata Erintuah menirukan pertanyaan Lisa Rachmat.
Dirinya menjawab, sesuai musyawarah majelis hakim, Ronald Tannur bebas. "Kemudian saya disodori amplop yang kemudian saya tahu isinya 140 ribu dolar Singapura (S$)."
Jaksa pun bertanya, "disodori uang S$ 140 ribu dalam bentuk apa itu kemasannya?"
Erintuah menjawab, uang itu dibungkus sebuah amplop. Isinya pecahan S$ 1.000 sebanyak S$ 140 ribu. "Apakah Lisa Rachmat menyerahkan bersama dengan orang lain?" tanya JPU.
Erintuah menyahuti, "Tidak, sendiri."
"Kemudian ini terkait perkara Gregorius Ronald Tannur?" cecar JPU.
Erintuah pun mengiyakan.
Jaksa kembali bertanya, "ini disampaikan bahwa perkara ini bebas?"
Lagi-lagi, Erintuah mengiyakan. Setelah dia bilang bebas, Lisa menyerahkan uang S$ 140 ribu itu. "Setelah saya terima, saya bilang 'oke, nanti saya sampaikan ke majelis'."
"Kemudian uang 140 ribu dolar Singapura tadi tindak lanjutnya saudara kemanakan?" tanya jaksa penuntut umum.
Erintuah menceritakan, dua pekan kemudian, uang itu ia serahkan di ruang kerja hakim Mangapul di PN Surabaya. Pada saat itu, anggota majelis hakim lainnya Heru Hanindyo juga hadir. Mangapul dan Heru juga terjerat perkara ini.
"Akhirnya dibagi, yang membagi Mangapul," ucap Erintuah. Sebelum dibagi, uang itu dikurangi S$ 30 ribu. Sebanyak S$ 20 ribu untuk eks Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono, serta S$ 10 ribu untuk panitera pengganti bernama Siswanto.
Namun, uang itu belum sempat diberikan Erintuah kepada Rudi dan Siswanto. Sebab, kasus ini keburu viral dan dia sudah terseret kasus ini. Kendati demikian, jaksa juga menyeret Rudi Suparmono dalam terseret perkara ini.
Erintuah menuturkan, "sisa S$ 110 ribu, saya dapat S$ 38 ribu, mereka masing-masing S$ 36 ribu."
"Jadi, dibagi di ruang saksi?" tanya Jaksa.
Erintuah mengiyakan. Seperti dirinya, Mangapul juga sedang menjadi saksi dalam persidangan hari ini. Namun, mereka bersaksi secara terpisah.
Jaksa kembali bertanya, "di ruang saksi Mangapul di Pengadilan Negeri Surabaya?"
"Iya," kata Erintuah.
Dalam perkara suap hakim dan gratifikasi ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa tiga hakim PN Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo menerima suap senilai Rp 1 miliar serta S$ 308 ribu (sekitar Rp 3,67 miliar) dari Lisa Rachmat dan Meirizka Wijaya. Menurut JPU, pemberian tersebut bertujuan untuk mempengaruhi putusan yang mereka tangani. Ketiganya diduga menyadari bahwa uang yang diberikan oleh Lisa Rahcmat dimaksudkan agar mereka menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) bagi Ronald Tannur dari seluruh dakwaan yang diajukan.
Pilihan Editor: Polisi: Tidak Ada Unsur Kelalaian dalam Kematian Pendaki di Puncak Carstenz